Ada beberapa hal yang terdapat dalam kasus tersebut tidak sesuai dengan prinsip akad rahn itu sendiri mari kita bahas
- Barang jaminan (marhun): di dalam ketentuan syariah barang jaminan yang dijadikan jaminan harus barang yang asli, barang yang nyata, dan barang yang memiliki nilai. Sedangkan didalam kasus tersebut pelanggaran yang terjadi adalah barang yang dijadikan jaminan barang yang palsu, ini melanggar prinsip validitas barang.
- Sighat (akad): orang yang berakad harus jelas dan terbuka baik secara lisan maupun tertulis serta harus terbuka tidak ada yang ditutup-tutupi. Namun dalam kasus tersebut pelanggaran yang terjadi adalah terjadi transaksi fiktif dan manipulatif dengan menggunakan nama orang lain.
- Amanah: di dalam ketentuan akad rahn murtahin harus menjaga barang jaminan apabila ada kerusakan harus segera diupayakan untuk diganti karena tanggung jawab mereka yang tidak main-main. Namun malah didalam kasus tersebut si pegawai yang bertindak sebagai murtahin malah menyalahgunakan jaminan demi keuntungan pribadi semata.
- Tidak ada penipuan: penipuan jelas dilarang dalam agama dalam banyak aspek. Di dalam kasus ini terdapat unsur pemalsuan dan penipuan yang sistematis serta telah terencana antara pegawai dengan atasannya.
- Tujuan rahn: tujuan di dalam rahn sudah jelas membantu orang lain dalam kesulitan keuangan dengan cara halal dan memudahkan, namun hal itu disalahgunakan menjadi alat eksploitasi sistem serta korupsi demi keuntungan individu semata.
Meskipun dalam kasus ini tidak ditemukan adanya kerugian langsung yang menimpa nasabah lain (karena seluruh agunan milik mereka dinyatakan tetap aman) tetapi bukan berarti tidak ada konsekuensi serius yang menimpa pegadaian itu sendiri. Karena justru yang terdampak secara langsung dan namanya tercoreng adalah lembaga keuangan syariah itu sendiri. Masyarakat yang semulanya percaya dengan barang jaminan yang ia titipkan aman menjadi ragu terhadap barangnya walaupun sudah ada pernyataan dari petinggi pegadaian itu sendiri bahwa barang dari nasabah lain tidak ada campur tangan dari unsur penipuan. Hilangnya kepercayaan ini lah yang berdampak serius terhadap pegadaian itu sendiri, reputasi pegadaian menjadi turun karena hilangnya kepercayaan dari nasabah itu sendiri.
Untuk memperbaiki operasional di Unit Kwanyar, Pegadaian Syariah Cabang Blega, Kabupaten Bangkalan merupakan hal yang susah tetapi tidak ada yang tidak mungkin untuk mengembalikan kepercayaan mereka. Menurut saya sendiri harus ada audit besar- besaran di setiap divisi per bulannya secara berkala dan tentunya audit ini tidak hanya serta merta audit internal saja tapi juga melibatkan audit eksternalnya juga karena sifatnya mereka lebih independen dan tidak terikat agar hasilnya lebih objektif dan tentunya tidak bias. untuk memastikan kasus serupa tidak terulang lagi di kemudian hari.
Lalu pengawasan lebih ketat terhadap keuangan para pegawai hal ini bukan mencurigai tanpa ada dasarnya, tetapi langkah preventif agar tidak terjadi pola transaksi yang mencurigakan karena ditakutkan ada indikasi penyalahgunaan wewenang, transparansi seperti ini merupakan langkah awal yang harus jadi bagian dari budaya kerja yang harus dibangun
lalu langkah selanjutnya bisa mengecek jaminan nasabah setiap minggunya secara rutin. Hal ini juga bukan tanpa adanya hal yang jelas tetapi untuk memastikan bahwa agunan atau jaminan benar sesuai data dan tidak ada indikasi pemalsuan atau pergantian barang yang mencurigakan.
Pada akhirnya, ini bukan untuk kepentingan lembaga keuangan syariah saja tetapi untuk kemaslahatan bersama antara pegawai dan nasabah agar tetap transparan  dan bukan hanya untuk membenahi keadaan dan memperbaiki sistem tetapi juga membentuk ulang cara berpikir dan sikap orang- orang didalamnya. Seorang pegawai di lembaga keuangan syariah bukan hanya orang yang piawai dalam bekerja tetapi harus ada unsur amanah, kejujuran, dan rasa tanggung jawab. Nilai- nilai ini lah yang lebih penting dan harus dipupuk sejak awal.
Maka dari itulah, pelatihan mendasar dilakukan ulang bukan untuk menjudge mental para pegawai tetapi menyentuh sisi spiritual dan etika sangat dibutuhkan, supaya setiap pegawai tahu terhadap pekerjaan mereka yang tidak hanya melibatkan mengenai angka dan data saja, tetapi juga tanggung jawab moral. Kalau hal ini bisa dibangun beriringan, insyaAllah kepercayaan masyarakat nggak Cuma bisa kembali tapi bisa tumbuh lebih kuat dan tulus lebih dari sebelumnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI