Awan hitam tebal kembali menggelayut di tempat ini. Tempat sunyi dan sepi didalam hutan pinus yang setiap harinya aku kelilingi. Pondok yang kutempati saat ini berupa rumah dari kayu pohon pinus yang hanya dibelah-belah tidak beraturan dan diikat dengan akar-akar liar. Sepetak rumah itu hanya cukup untuk tempat tidur dan dapur yang sederhana sekedar bisa menanak nasi dan membuat kopi.
Tak jauh dari pondok ini terdapat sungai yang alirannya jernih.
Sudah 4 bulan ini aku tinggal sendirian, anak dan istri tinggal jauh di pulau seberang.
Jarak antara pondok yang kutempati dan pondok teman yang lain berjarak hampir 5 km, dan itupun perlu perjuangan keras untuj mencapainya kalau hanya untuk sekedar ngopi dan duduk bersama. Dan itu harus kujalani dalam sepi.
Disaat fajar belum menyingsing dan dalam dingin yang masih berselimut kabut, langkah kakiku mulai menapaki jalanan tanah yang jika diguyur hujan sebentar saja konturnya akan berbeda. Beban di pundak hanya berupa tas punggung yang berisi tali penanda. Dari perusahaan, kami hanya ditugaskan untuk membuat tanda berupa tali yang diikat di ranting pohon berdasarkan medan dan kontur tanahnya yang nantinya menjadi patokan bagi alat berat dalam pembuatan jalan.
Langkah kaki yang awalnya terasa berat menjadi semakin ringan tatkala melihat foto dan teringat kembali putri kesayangan yang mulai beranjak remaja. Ingat saat ketika akan berangkat kesini, aku mencoba bertanya " mbak, nanti kangen sama ayah gak?" sambil terbata menahan air mata yang sudah tinggal tumpahnya. Hanya pelukan erat tanpa mampu mengeluarkan sepatah katapun ketika dengan berat hati melepas aku pergi. Jauh........diseberang negeri