Mereka turun menyuarakan kebenaran, tanpa perlu atribut yang membuatnya dikenal. Tanpa gelar yang bikin sebutan untuk seseorang jadi kian panjang dari nama aslinya. Tanpa upah, tanpa menyisihkan waktu untuk menabung demi menyicil rumah baru.
Keterikatan dengan sang guru telah membuat mereka memberanikan diri, tenang berjalan meskipun sendiri, sebab kebenaran tak butuh pembelaan. Dalam alam yang goyah, yang benar tak akan kalah. Meskipun pengabdian membawa menuju tempat nun jauh tak bernama. Sebuah pelosok dimana tak satupun orang mampu mengeja dan membaca.
Senyum tercurah pada sekali waktu, saat mereka menjenguk kamar tidurnya dulu. Tempat melepas lelah setelah berkutat dengan alif ba ta. Lalu satu hal yang paling dirindukan mereka, bahkan saat pulang; restu guru.
Kegelapan telah membutakan mata. Tapi yang memiliki cahaya akan berjalan seperti biasa. Tanpa tertatih, tanpa meraba, tanpa takut terpeleset dalam jurang yang sewaktu-waktu bisa menelannya.
Sudahkah kita memiliki "cahaya" itu?
***
Sekian...