Beberapa dari kita akrab sejak kecil dengan kisah-kisah humor dari Abu Nawas (ada yang menyebut Abu Nuwas), juga kisah yang menggelitik dari perjalanan hidup Nasrudin Hoja. Seorang sufi, atau mungkin filsuf, atau apapun orang menyebutnya.
Kisah-kisah Nasrudin Hoja biasanya disampaikan dengan bahasa satirikal. Meskipun jenaka dan lucu, tapi pesan-pesannya mendalam jika direnungkan. Bahkan setelah beliau tiada, bentuk arsitektur makamnya masih mengundang seseorang untuk termangu. Masih mengajak beberapa dari kita untuk kembali memikirkan apakah maksud sebenarnya?
Membaca kembali anekdot Nasrudin Hoja agaknya membuat beberapa dari kita, termasuk saya, seharusnya merasa tersindir. Seorang di Kompasiana mengingatkan kembali akan kisah ini, dan meskipun mungkin usia anekdot ini sudah ratusan tahun, pesan moralnya tetap tak lekang oleh waktu. Malah bisa makin bertambah, seiring dengan pemaknaan beberapa dari kita akan sesuatu.
***
Konon suatu ketika Nasrudin Hoja kehilangan kunci rumahnya. Lalu seperti sewajarnya orang yang kehilangan sesuatu, dia mencari kunci itu. Mungkin dengan heboh dia menelusuri tempat dibawah lampu, sehingga tetangga yang melihat jadi terusik. Akhirnya mereka membantu. Jika lebih banyak yang mencari, mungkin akan lebih cepat ketemu.
Setelah lama mencari, putus asa harapan para tetangga. Tak ada tanda-tanda kunci rumah yang hilang itu. Mungkin tak ada apapun, bahkan sampai-sampai semut juga enggan menampakkan batang hidungnya.
"Sebenarnya kau hilangkan kunci itu dimana?" Mungkin demikian kata seorang tetangga.
"Aku menghilangkan kunci itu di dalam rumah." Jawab Nasrudin Hoja dengan polosnya.
Kecewa, dongkol, marah, merasa dikerjai. Mungkin juga orang-orang mulai mengumpat. "Kalau hilang di dalam rumah kenapa mencarinya disini?"
Wajar jika orang menggerutu, karena telah menghabiskan waktu untuk hal yang sia-sia.
"Aku mencarinya disini, karena disinilah tempat yang terang benderang untuk mencari."