Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Miniseri "Chernobyl"

23 Maret 2020   07:11 Diperbarui: 23 Maret 2020   07:14 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
poster Chernobyl--impawards.com

CHERNOBYL

Siapakah orang yang menganggap Joseph Goebbels adalah pahlawan? Mungkin tidak ada. Namanya "seharum" Adolf Hitler. Dan warisan Goebbels yang masih dikenang adalah teori "big lie". Sebarkan kebohongan terus menerus, maka kebohongan itu lama kelamaan akan dianggap menjadi kebenaran. Biarkan masyarakat terus menerus mengkonsumsi kebohongan, hingga mereka lupa apakah itu kebenaran.

Kisah tentang Chernobyl adalah kisah tentang "kebohongan". Kita juga tentu tahu, banyak kisah bohong-bohongan lain. Yang lebih hebat dan menggegerkan. Tapi, bagaimanapun cara Uni Soviet berusaha menutupi "kebohongan" itu, kenyataan pada akhirnya tetaplah berbicara. Kita mungkin tak akan tahu kenyataan sebenarnya kejadian hari itu. Karena kita begitu dibanjiri dengan informasi yang kadang tidak saling mendukung. Sama sulitnya seperti kita ingin tahu cerita sebenarnya tentang runtuhnya Majapahit. Atau cerita sebenarnya tentang perang salib.

Kita hanya tahu nama pembangkit listrik itu Chernobyl. Tapi pernahkah kita tahu nama aslinya? Nama resminya sebenarnya PLTN Vladimir Ilyich Lenin. Pembangkit listrik itu, menyandang nama tokoh kebanggaan seluruh Uni Soviet. Bukankah itu juga berarti simbol? Seperti Adolf Hitler yang begitu bernafsu mempertaruhkan tentaranya di Stalingrad, kota industri yang menyandang nama Josef Stalin. 

Hingga rela membelokkan arah prajurit yang sebenarnya sudah bisa melihat kota Moscow dari kejauhan. Tanpa teropong. Jika terus melaju, tidak sampai seminggu mungkin sudah ada tentara Jerman yang minum teh di balkon Kremlin. Sambil memandang Red Square. Tapi sudahlah. Yah, kita tahu betapa memalukannya musibah Chernobyl ini, bila sampai diketahui dunia.

"Saat rakyat mengajukan pertanyaan, itu bukan untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka cukup diberi tahu, agar fokus pada pekerjaan mereka. Dan serahkan urusan negara kepada negara."

Sudah lama saya ingin menonton mini seri ini. Tapi baru sempat. Bukan karena sibuk, tapi memang baru ada kesempatan. HBO benar-benar serius menggarap kisah ini. Maka masalah karya bukanlah tentang seberapa banyak, tapi seberapa bagus. Terlebih tema sejarah. Walaupun ada nasihat bijak, jangan pernah sekalipun belajar sejarah dari film. 

Film bagaimana juga tetaplah film, dan sejarah tetaplah sejarah. Film sering campur aduk, antara gosip, mitos, fakta, dongeng, kenyataan, rumor, ambisi sutradara, dan gengsi seorang produser. Film sejarah selamanya tetap hanyalah fiksi, yang diangkat dari kisah nyata.

Sejak kecil saya tertarik dengan kisah tentang meledaknya reaktor nuklir itu. Judul beritanya begitu hebat, salah satu kecelakaan paling fatal dalam ingatan umat manusia. Tapi seberapa banyakpun saya membaca, belum puas rasanya jika belum "melihat". Maka berterimakasih kepada sineas yang sudah mau meluangkan waktu, membuat mini seri ini semirip mungkin dengan kejadian aslinya. Menurut penuturan saksi sejarah, saat mereka melihat film ini, mereka seperti mengalami de javu. Kejadian tengah malam 26 April 1986 M itu seakan terulang kembali.

Beberapa orang mungkin melihat kebakaran malam itu adalah amukan api biasa. Tapi mereka belum menyadari, kengerian seperti apa yang kelak akan menghantui masa depan mereka. Jika mereka masih punya masa depan. Mereka bahkan sedang dikirim, menuju kematian. Beberapa petugas pemadam kebakaran dipanggil, dan mereka bahkan belum tahu, mereka akan memadamkan api dari sebuah benda yang paling berbahaya. 

Nuklir. Api yang bercampur racun u-235, juga hidrogen. Mereka tidak tahu tentang radiasi. Dan menurut sebuah sumber, mereka bahkan tidak tahu jika tempat itu adalah sebuah PLTN. Mereka tidak tahu, pekerjaan "kecil" malam itu bisa membuat cacat seumur hidup. Mereka juga tidak bisa segera bisa menyimpulkan, meskipun telah melihat pecahan grafit ada di sekitar mereka. Artinya, tidak perlu mempertaruhkan nyawa masuk ke reaktor empat. 

Jika ada pecahan grafit disitu, berarti inti reaktor telah hancur dengan dahsyatnya. Sebuah "bom nuklir" telah meledak ditengah kota. Inti reaktor RBMK-1000 tidak sedang kepanasan saja, tidak meleleh, tapi benar-benar meledak dengan hebat. Malam itu, seolah para petugas damkar sedang menjalani jutaan kali foto sinar X. Jutaan kali efek foto Roentgen, diborong dalam satu malam. Kehebohan yang lebih menyeramkan sebenarnya, dari semburan api naga dalam trilogi Hobbit, The Desolation of Smaug.

Dalam filmnya, kita akan diajak tur, "jalan-jalan" melihat bagaimana berantakannya reaktor nomor empat. Sekian menit setelah ledakan terjadi. Reaktor empat Chernobyl, adalah salah satu tempat paling terlarang di muka bumi, untuk saat ini. Dengan visa paling sakti sekalipun, meskipun anda adalah presiden Donald Trump, anda tidak akan pernah bisa ke dalam sana sekarang.

Orang-orang mulai ambruk terpapar radiasi. Wajahnya memerah. Dan tanpa riwayat penyakit tuberkulosis, mereka mendadak muntah darah. Semua orang panik. Dan bahkan mereka belum tahu kenyataan sebenarnya. Seseorang bertanya dalam ketidak pastian.

"Apakah terjadi perang? Apakah musuh menyerang?"

Mungkinkah NATO menyerang Chernobyl? Mungkinkah Amerika dan sekutunya mulai melancarkan invasi? Kita tahu saat itu sedang dingin-dinginnya suasana cold war.

Suara sirine amat berisik. Hampir semua warga Pripyat mungkin tak bisa tidur malam itu. Dari tempat terbuka, mereka melihat gelora api di area PLTN. Mereka masih berpikir, itu kebakaran biasa. Walaupun mereka juga curiga, melihat warna api yang lain dari biasanya. Bahkan dengan santai mereka menikmati "hujan abu" malam itu. Mereka tidak tahu, jika itu bukanlah hujan abu biasa. Ada tempat yang disebut "jembatan kematian", dimana seluruh penduduk yang menyaksikannya "pemandangan" malam dari tempat itu, seluruhnya meninggal tak lama kemudian. Karena radiasi.

Beberapa saat setelah kecelakaan memang terjadi hujan sungguhan. Mungkin itu berkah bagi para pemadam kebakaran yang sedang bertugas. Meringankan beban mereka. Tidak harus berlelah-lelah menyemprotkan air lagi. Tapi sebenarnya itu memperparah bencana malam itu. Air dari langit, membuat semua orang tersiram hujan radiasi.

Meskipun berbagai bukti terus dikemukakan oleh para bawahannya, Anatoly Dylatov, seorang yang muncul sebagai antagonis dalam film ini, terus menerus tidak percaya. Ia masih mengingkari bahwa kecelakaan malam itu adalah kecelakaan besar. Skalanya internasional. Dia masih saja menganggap itu hanya kebakaran kecil. Yang tidak sampai berakibat buruk kepada reaktor dan inti reaktor. 

Dia, karena beberapa waktu sebelumnya juga melakukan beberapa tes uji coba dan hasilnya juga gagal, menganggap kegagalan malam itu tak akan berdampak besar. Sama seperti kegagalan-kegagalan di malam sebelumnya. Seberapapun lama Dylatov, atau dua atasan yang lain menempuh pendidikan, sebenarnya juga bingung harus bertindak apa. Mereka tidak tahu skala kecelakaan sebenarnya. Dylatov mengira, tingkat paparan radiasi hanya hanya sekian Roentgen per detik. 

Padahal nilainya mencapai ribuan kali lipat. Ratusan kali lipat lebih besar daripada ambang batas wajar. Terlebih, ini adalah musibah reaktor nuklir pertama dalam sejarah Republik Sosialis Soviet, dan mungkin dalam sejarah dunia. Kecelakaan seperti ini belum pernah ada. Para insinyur bingung, bagaimana mungkin sebuah inti reaktor bisa meledak. 

Tapi nyatanya itulah yang terjadi. Kita yang tidak bingung atau tidak merasa gumun hari ini, adalah karena kita pernah melihatnya. Pernah membaca beritanya. Sudah ada penjelasannya. Tapi, sebenarnya kita tak tahu apapun tentang PLTN. Dan ilmuwan paling ahli saat itu, seakan masih tidak percaya. Mengapa itu bisa terjadi. Sebuah inti reaktor RBMK-1000 yang meledak? Seperti kisah tentang karamnya RMS Titanic, yang konon katanya tak bisa tenggelam. Sangat mustahil.

Tergesa-gesa melaporkan hal yang mengejutkan kepada atasan mereka, hanya akan mengakibatkan mereka dipecat. Jadi mereka mengatakan situasi sudah terkendali. Meskipun mereka tahu, dosimeter, alat pengukur radiasi paling canggih milik mereka rusak saat digunakan mengukur tingkat radiasi. 

Pagi hari, api memang berhasil dipadamkan, namun asap hitam masih membumbung tinggi. Mewarnai langit yang biru, menjadi kelabu. Ada berton-ton radioisotop yang lolos terbang bebas ke alam luas. Racun mematikan yang siap melanglang buana keliling dunia. Sementara burung-burung yang terbang mulai jatuh, dan mati keracunan, warga Pripyat tetap beraktivitas seperti biasa.

Meskipun tragedi seperti telah usai, api sudah jinak, namun ilmuwan masih menyadari kemungkinan terjadinya bencana yang lebih besar. Bahan uranium yang masih terkubur dan belum sepenuhnya mati bisa memancing reaksi fissi. Bisa terjadi erupsi freadoradiatik jika lava uranium menyentuh air tanah. Apa yang mungkin terjadi? Bayangkan sebuah ledakan raksasa setinggi satu kilometer seperti gunung meletus dari dasar tanah. Saya membayangkan mungkin dampaknya seperti letusan Toba atau Tambora. Mungkin. Sebab daya ledaknya diperkirakan mencapai 2 hingga 4 megaton. 

Empat megaton berapa sih? Itu setara empat juta ton TNT. Bom atom Little Boy berapa? Little Boy hanya 15 kiloton TNT. Kiloton itu ukuran untuk ribuan, sementara megaton untuk jutaan. Artinya mungkin ledakan itu cukup untuk membuat lubang sampai 30 kilometer. Dan bagaimana ini menjadi semakin parah, sebab tiga reaktor yang belum meledak akan ikut meledak. 

Bayangkan jika itu terjadi, seluruh Belarus, Ukraina, dan mungkin negara bagian lain disekitarnya tidak bisa lagi dihuni manusia.  Setidaknya untuk seratus tahun. Dan bisa benar-benar bisa aman dihuni, dalam ribuan tahun. Semua makanan dan minuman di Eropa lambat laun akan tercemar. Korban jiwa? Tidak bisa dihitung tentunya. Jumlah itu, akan menjadi angka yang hanyalah Tuhan yang tahu berapa. Tak ada cerita yang lebih horor daripada kemungkinan ini. Jika tidak dicegah.

Mereka tidak sedang menghadapi kebakaran. Api sudah padam. Tapi asap hitam masih membumbung. Suhu disana ribuan derajat Celcius. Artinya, dengan air saja, tidak bisa memadamkan asap hitam itu. Air akan langsung mendidih. Maka mereka menggunakan cara yang "merepotkan". 

Menggunakan ribuan ton pasir dan boron. Yang diangkut dengan helikopter. Sementara asap hitam itu harus segera dipadamkan. Atau semakin banyak racun yang tersebar ke seluruh dunia. Jika tidak diambil tindakan, mereka sama saja sedang membunuh secara perlahan, meracuni seluruh populasi Eropa.

Masalah demi masalah terus muncul. Seperti kemungkinan tercemarnya sungai Pripyat. Yang muaranya sampai ke laut hitam. Bayangkan jika seluruh aliran air yang sampai ke Black Sea terkontaminasi u-235. Umat manusia di sebagian besar Eropa akan kekurangan air bersih. Mereka seperti merasa kehausan, ditengah air yang mengalir jernih dan segar.

Baru 36 jam setelah ledakan, warga kota Pripyat dievakuasi. Baru setelah negara-negara di barat Eropa mengetahui ada racun di udara mereka. Jika tidak dievakuasi, Uni Soviet akan kehilangan ratusan ribu warganya. Tanpa pernah berperang. 56 jam kemudian, Pripyat yang sebelumnya begitu ceria dan bahagia, mendapatkan berubah menjadi kota hantu yang sepi. Mendadak ditinggalkan penghuninya. Jemuran yang belum diangkat, piring yang belum sempat dicuci, atau debu yang belum sempat dibersihkan. Dan akan tetap seperti itu, sampai hari ini, esok dan seterusnya.

Ini mungkin jumlah perkiraan, jika radioisotop yang dijatuhkan lewat bom atom Little Boy "hanya" 55 kg, maka radioisotop yang dilepaskan dari "bom atom" Chernobyl adalah 9 ton. Kita tidak sedang membicarakan seberapa besar ledakannya. Baik Little Boy maupun Fat Man memang diciptakan sejak awal sebagai bom. Yang hebat di awalnya. Membumi hanguskan. Panasnya meluluhlantakkan. Tapi tragedi Chernobyl lain, ledakannya memang "tidak seberapa besar". 

Tidak sampai menghancurkan kota. Paling-paling hanya memecahkan kaca gedung di sekitar tempat itu. Tapi efek radiasinya yang menjadikan tragedi ini mengerikan. Entah horor macam apa yang akan menimpa kota tersebut. Hingga selama berapa ratus tahun lagi baru bisa ditempati dan ditinggali manusia. Sementara Hiroshima dan Nagasaki sekarang sudah bisa dibangun kembali. Sudah bisa ditumbuhi tanaman lagi.

Kita tahu Dylatov salah besar malam itu. Ia sudah suntuk mungkin, karena melakukan tes berkali kali dan terus menerus gagal. Ia mungkin hanya ingin cepat selesai. Dan saat tes itu berhasil, dia bisa segera naik pangkat. Maka ia menempuh segala risiko. Membahayakan PLTN sampai titik maksimal. Ibarat mobil, hanya orang bodoh dan ceroboh yang mau begini. 

Sebuah mobil, dikemudikan dengan kecepatan maksimum, saat kondisi hujan lebat, cuaca berkabut, dan dari dua persimpangan jalan yang dipilih adalah jalan yang rusak dan licin. Bagaimana mungkin tidak terjadi kecelakaan? Sebenarnya tidak, karena Dylatov begitu percaya dengan desain PLTN itu. 

Ia percaya, kondisi terburuk sekalipun akan selamat. Karena mobilnya dilengkapi rem. Tapi firasat Dylatov meleset sepenuhnya. Mobil itu ternyata cacat desain. Rem yang seharusnya menghentikan mobil, justru membuat mobil tergelincir. Lengkap sudah. PLTN yang didesain dengan daya 3.200 Megawatt melonjak hingga 33.000 Megawatt.

Kecelakaan Chernobyl adalah malapetaka yang sangat unik. Campur aduk antara human error dan cacat desain. Jika human error ini saja tanpa ada cacat desain, PLTN itu tak akan pernah meledak. Meskipun seluruh protokol keamanan sudah dilanggar. Ini yang dirahasiakan Uni Soviet. Cacat desain akan membuat citra Soviet buruk. 

Padahal jika tidak dibenahi, masih ada enam belas PLTN yang sama dengan cacat desain yang sama. Artinya musibah Chernobyl bisa jadi bukan yang pertama. Ini serius. Tapi bagaimanapun gawatnya kenyataan ini, pemerintah tak mau mengakui. Mengakui desain cacat, sama saja dengan mengakui kebohongan yang sudah mereka lakukan.

Ketika negara-negara tetangga di Eropa mulai mengajukan komplain, karena tanpa sebab di negara mereka muncul paparan radiasi, Soviet tetap mengelak. Swedia yang juga punya PLTN yang bekerja normal, namun merasakan paparan radiasi yang melonjak menaruh curiga. Hingga akhirnya Soviet terdesak dan terpaksa mengakuinya. Percaya atau tidak, kita bisa mengenang kecelakaan ini sebagai kisah kecil yang menjadi semacam pengantar, salah satu musabab runtuhnya negara "baru" yang belum lama membunuh kaisarnya sendiri itu.

Kisah tentang PLTN Vladimir Ilyich Lenin ini, jauh lebih panjang. Butuh berjam-jam untuk menceritakannya. Anda mungkin harus melihat sendiri, jika penasaran tapi bosan menonton film dokumenter yang menjemukan. Seluruh jawaban masuk akal ada di akhir film. Atau jika tidak peduli, maka kisah seram ini hanya akan berakhir sama seperti berita sampah tentang politik. 

Atau kabar tentang kegemparan virus Corona. Tak akan ada artinya bagi kehidupan kita. Tak akan mengubah apapun. Bahkan jika kita tahu banyak, hidup ini tidak akan berubah sejengkal pun. Akan tetap seperti ini. Karena itu sebenarnya bukan urusan kita. Kita bukan ilmuwan nuklir dan fisikawan. Yang harus tahu dengan detil peristiwa itu. Detik demi detiknya. Agar kesalahan yang sama tak kembali terjadi.

***

Saya tidak mau merepotkan diri sendiri untuk menulis semua detil peristiwa saat itu. Pasti bagi sebagian orang akan sangat membosankan. Saya masih percaya, tulisan yang bagus itu tidak membocorkan semua rincian kejadian. Tapi tulisan yang bagus, memilih diksi yang tepat untuk membuat pembacanya penasaran. 

Dan mendorongnya untuk membaca lebih banyak tulisan lain, sebagai pembanding. Tulisan yang bagus, menaikkan selera membaca. Bukan membuat orang semakin menyesal telah membaca. Lagi pula bagiamana pekerjaan ini bisa menjadi menyenangkan, kalau kita melakukannya dengan terpaksa. Tak pernah ada hal yang membosankan, saat kita bisa melakukannya dengan bahagia.

Sekarang teknologi PLTN sudah jauh lebih maju. Setiap insinyur pembangkit listrik tenaga nuklir mestinya belajar dari cacat desain di Chernobyl. Mereka tidak mau, kesalahan yang lebih fatal terjadi. Betapapun mengerikan kata "nuklir", apalagi jika harus dijadikan konsumsi umum seperti pembangkit listrik, sebenarnya adalah aman. Sangat aman. Dan jauh lebih efisien. Tanpa asap. Tanpa polusi. Tanpa berisik. Kita hanya belum terbiasa. 

Seperti halnya pesawat, bagi yang belum pernah terbang mungkin akan buruk sangka, mengatakan kalau burung besi adalah transportasi masal paling berisiko. Sebenarnya, pesawat adalah kendaraan yang paling aman. PLTN juga demikian, jika dikelola dengan baik sebenarnya sangat aman. Mungkin anda harus baca artikel tentang ini, dengan bangga seorang ahli mengatakan, jika ada pesawat A380 menabrakkan diri ke sebuah reaktor canggih, tidak akan terjadi apapun. Sebab mereka sudah mengantisipasi situasi terburuk.

Kita hanya ketakutan, begitu mendengar kata nuklir. Karena ada musibah Chernobyl, Fukushima Daiichi, atau bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Lalu mengabaikan prestasi-prestasi yang lain. Jasa yang sebenarnya jauh lebih bermanfaat dibandingkan madharatnya. Tentu saja semua hal punya risiko dan bahaya. 

Api saja yang kita gunakan sehari-hari, jika tidak dipakai dengan benar dan sesuai prosedur, bisa menjadi malapetaka. Tahun 2020 ini, masih adakah yang bilang memasak dengan kompor gas sangat berbahaya? Jika iya, sepertinya anda adalah generasi 2000an yang belum bisa move on.

29 Februari, 1 Maret, 2 Maret 2020 M.
Tulisan suka-suka, jadi isinya juga suka-suka. Saya tahu ini sangat membosankan, tapi kita sedang membahas hobi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun