Direktur Eksekutif JARAK Indonesia, Misran Lubis, menyebutkan ada beberapa yang menjadi catatannya dalam konteks kajian ini sebagai penggiat perlindungan anak. Ia mengapresiasi untuk kajian ini yang komprehensif tetapi menjadi pertanyaan bagi kita sejauh mana pemerintah mau memperbaiki diri dari kajiannya.
"Saya sepakat kajian ini mengubah paradigma bahwa sejauh mana kita melihat kesejahteraan rakyat. Ada kelemahan kita dalam melihat skema bantuan sosial ini yang tidak mainstream anak gender," ucapnya.
Kemiskinan yang dialami anak, kata dia, lebih tinggi daripada kemiskinan orang dewasa dan ini harus spesifik karena dalam satu keluarga populasi anak bisa lebih banyak daripada orang dewasa.  Kemiskinan anak juga pada label tertentu berbeda sehingga harus dilihat kebutuhan untuk mengatasi ketahan sosial anak  pada usia 0-5 tahun kemiskinan yang dialami anak adalah kesehatan dan tempat tinggal. Kemudian pada usia 6-17 tahun kerentananan anak ada di pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal.Â
"Semakin tinggi usia anak maka akan banyak variasi yang dialaminya. Dan hal ini masih dilihat oleh skema-skema bantuan sosial. Itu konteks anak yang harus dilihat oleh penyalur bansos," tutur Misran.
Kemudian, lanjutnya, ia melihat penyalahgunaan wewenang pemberi bantuan. Harus dimaklumi jika bantuan dijadikan transaksional politik. Inilah yang harus diperbaiki juga, skema bantuan sosial.
Direktur Flower Aceh, Riswati, mengatakan berbagai pandangan ini disampaikan pada webinar regional barat kerjasama O-EVOLVE bersama Impact Plus, Flower Aceh dan Jejaring Lokadaya tentang Peran Pemerintah untuk Meningkatkan Ketahanan Sosial Warga Rentan: Pelaksanaan Bantuan Sosial di Situasi Pandemi Covid19 yang dimoderasi oleh Direktur Eksekutif Flower Aceh.