Mohon tunggu...
Kamar Udin
Kamar Udin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Golput, Sebelum Baca Ini

4 Januari 2018   07:06 Diperbarui: 5 Januari 2018   16:46 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebentar lagi Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi. Apakah setelah diterapkannya pemilihan langsung 'one person one vote' untuk memilih kepala daerah dan presiden, Indonesia jadi lebih baik ? Jawabannya bisa beragam, tergantung kepentingan masing-masing. Tapi yang jelas bangsa ini jadi terpolarisasi. Tercipta dua kelompok besar yang terus bertikai, saling membully, mencaci maki, menebar fitnah dan sebagainya, yang tidak mencerminkan manusia yang beradab.

Gampangnya kita sebut mereka, kelompok yang merasa paling pancasila vs kelompok yang merasa paling agamis. Ironis! Padahal semestinya antara pancasila dan agama tidak perlu ada pertentangan. Pancasila dan agama percaya pada Tuhan YME. Lalu mengapa ini bisa terjadi? Inilah jebakan demokrasi. Demokrasi yang menuhankan suara terbanyak membuat kekuasaan jadi sesuatu yang harus diperebutkan, bukan lagi sebagai sebuah amanah. 

Pemilu juga rawan keamanan. Rakyat yang tidak puas pada hasil pemilu karena merasa jagoannya kalah dicurangi, bisa marah dan bertindak anarkis. Tugas aparat keamanan sangat rentan disini, jika saja terjadi insiden, rakyat yang marah tesebut kena gebuk maka dapat merusak hubungan rakyat dengan polisi. Negara dalam bahaya jika hubungan rakyat dengan aparat tidak harmonis. Belum lagi tugas memproses ujaran kebencian yang marak di dunia maya. 

Selain itu biaya pesta demokrasi juga sangat besar. Alokasi anggarannya kalau dibagi dengan jumlah pemilih bisa didapat angka sekitar 100.000an. Biaya pembuatan e-ktp saja jauh dibawah angka tersebut. Kalau saja anggaran tersebut untuk pembangunan infrastruktur atau untuk memberi makan orang miskin, pasti lebih bermanfa'at.

Lalu gimana dong menentukan eksekutif dan legislatif kalau tidak ada pesta demokrasi ?

Ya, kita kembali pada Pancasila dan UUD '45 yang asli. Sila ke-4 Pancasila mengamanatkan pemimpin adalah hasil dari kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, bykan hasil suara terbanyak pemilihan langsung. Jadi yang berhak memilih presiden adalah MPR.

MPR nya terdiri dari anggota DPR dan utusan dari organisasi kedaerahan, profesi, agama, kepemudaan yang disahkan oleh Undang-undang. DPD bubarkan saja karena tidak jelas dan anggotanya juga orang-orang partai politik.

DPR nya sebaiknya dibagi rata saja. Setiap parpol dapat jatah yang sama untuk setiap propinsi, jadi anggota DPR jumlahnya = jumlah propinsi x jumlah parpol. Pemlihan anggotanya berdasarkan mekanisme partai, mereka adalah kader terbaik partai. Dengan begitu rakyat jadi tahu siapa wakil-wakil rakyat dari propinsinya. Tidak seperti sekarang yang sebagian besar jika ditanya pasti tidak kenal wakilnya di DPR. Partai mesti jadi tempat mendidik kader agar kader siap ketika nanti bertugas, mampu bagaimana menyusun anggaran, membuat Undang-undang, mengerti hak & kewajibannya sebagai anggota dewan dan lain sebagainya. Oleh karena itu Negara wajib memberi anggaran yang cukup buat parpol guna dapat menjalankan fungsinya. 

Rakyat mesti diberi peran lebih cerdas, tidak cuma sekedar disuruh mencoblos kertas suara tetapi dapat mengawasi, memberi usulan, bahkan menggugat wakilnya apabila kinerjanya tidak memuaskan. Anggota DPR yang kinerjanya jelek atau terkena kasus hokum, parpolnya dapat sangsi berupa pemotongan anggaran dan kekosongan kursi selama waktu tertentu.

Sedangkan untuk pemilihan kepala daerah, bisa dipilih DPRD atau oleh para ketua RW.

Dengan demikian proses pemilihan eksekutif dan legislatif tidak lagi sekedar hura-hura yang memboroskan, tidak membuat keamanan jadi rawan dan hasilnya semoga lebih berkualitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun