Mohon tunggu...
kajitow elkayeni
kajitow elkayeni Mohon Tunggu... penulis -

https://www.facebook.com/kajitow

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang-orang Linglung

29 Mei 2016   08:54 Diperbarui: 29 Mei 2016   09:45 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia ini, entah bagaimana menyampaikannya dengan kata-kata. Terlalu banyak hal konyol berkembang-biak. Kadang saya ingin diam. Tapi diam saja tidak cukup. Soal kasus perkosaan, ada orang-orang dungu yang menjadikannya bahan candaan. Selera humor yang aneh, bahkan cenderung sakit. Mereka tidak berpikir bagaimana jika keluarganya dibegitukan. Tapi ketika kasus ini dianggap serius oleh negara, ada orang-orang yang juga menanggapinya dengan sinis. Hukuman tambahan bernama kebiri kimiawi dianggap hal konyol.

Hukuman kebiri bagi pemerkosa memang bukan tindakan manusiawi. Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Komnas-Komnas lain jika ada, berhak menyuarakan berton-ton teori tentang kemanusiaan. Sudah jadi tugas mereka demikian. Mereka ingin menempuh jalan paling ideal, paling adil, paling manusiawi. Tapi tunggu dulu, adakah hal sempurna semacam itu di dunia ini?

Kita tunjuk Amerika, Inggris, berapa banyak kasus perkosaan di sana? Apakah mereka bukan bangsa terdidik? Apakah mereka kurang feminis dan terbuka? Apakah hukum mereka tidka adil? Tapi kenapa masih ada ratusan ribu korban perkosaan setiap tahunnya? Di mana wujud aplikasi teori-teori tentang kemanusiaan itu?

Kejahatan menyatu dalam diri manusia. Ia mengalir bersama darah, terhembus bersama napas. Peluang untuk berbuat jahat, sama besarnya dengan peluang untuk berbuat baik. Kita hanya bisa mencegah dan menghukum pelakunya, tapi tidak akan mampu menghilangkan kejahatan dari muka bumi. Ini adalah pertarungan ego dan super ego seumur hidup, sebagai subyek yang terbelah. Ada the real, ada juga the other dalam diri kita.

Ketika membicarakan hukuman, tuntutan pokoknya hanya satu, memberikan keadilan bagi korban. Soal kemanusiaan, kesempatan berubah bagi pelaku, hak sebagai makhluk sosial, dll, telah terampas tindakan jahatnya. Hak pelaku tidak boleh mengalahkan hak korban kejahatan.

Orang-orang linglung, dengan pengaruh doktrin pemaafan agamawi, banyak yang mengabaikan hak korban. Keadilan tidak bisa diwujudkan jika memandang hukum dari pihak pelaku. Membunuh pembunuh memang tidak manusiawi. Tapi menukar nyawa dengan 15 tahun penjara apakah adil? Menukar kebiadaban perkosaan dengan 10 tahun penjara apakah adil? Menukar kesejahteraan rakyat dengan 6 tahun penjara bagi koruptor apakah adil?

Hukuman itu tidak impas membayar hak keadilan bagi korban. Apalagi jika hanya berputar-putar soal teori kemanusiaan. Kita harus begerak, sekarang dan di sini.

Kalau bapakmu dibunuh, apakah kau akan mengutip kitab suci, jika pipi kananmu ditampar, berikan pipi kirimu? Kalau anakmu diperkosa, apakah kau cukup menerimanya sebagai musibah dan ujian dari Tuhan? Kita harus memandang hukum dari sudut pandang korban, menjadi diri si korban. Bukan berkicau merdu soal hak pelaku.

Kasus perkosaan bukan kejahatan biasa lagi. Kita menghadapi pola pikir sesat, kesewenangan budaya patriarkhi, dan pembiaran dalam masyarakat. Akhir-akhir ini begitu banyak kasus mengerikan muncul ke permukaan. Masih ingat perkosaan di angkot Jakarta? Lihat bagaimana pelaku menjadikan aksi itu sebagai hobi. Sejauh ini kita hanya bisa mengutuk pelaku atau terhadap orang idiot yang menyalahkan korban, di media sosial. Kutukan, kesinisan, makian tidak akan memberi efek apa-apa. Pelaku berbekal budaya sesat pikir, dan itu sudah diterima sebagai hal biasa dalam masyarakat. Bahwa yang salah adalah korban, cara korban berjalan, pakaian korban, kesendirian korban, kelemahan diri korban, ucapan korban.

Karena ia bukan kejahatan biasa lagi, harus ada hukuman yang juga tidak biasa. Kebiri kimiawi hanya tambahan hukuman bagi pelaku. Ada jangka waktu. Jika suntikan itu dihentikan, orang akan normal lagi. Meskipun juga ada efek buruk. Logikanya, jika memihak korban, kalau tidak mau dikebiri ya jangan memperkosa. Sesederhana itu.

Ada hal lucu yang disampaikan KOMNAS HAM terkait penetapan hukuman kebiri kimiawi ini. Mereka memberikan solusi lain, di antaranya yaitu memberikan penyuluhan bagi pelaku di lapas. Catat ini, mereka hanya memikirkan hak pelaku. Korban juga manusia. Juga punya hak kemanusiaan. Mereka menderita trauma sepanjang masa. Mereka telah menjadi demikian hina. Tapi hak mereka untuk mendapatkan keadilan, justru dibelokkan orang-orang dungu dengan membela pelaku. Waraskah ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun