Mohon tunggu...
Kaila Libina
Kaila Libina Mohon Tunggu... Mahasiswi, Fakultas Ilmu Budaya, Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga

Suka menulis, bikin konten, jadi talent dan model. Aktif di dunia videografi dan fotografi. Gemar traveling, meliput isu sejarah dan politik, serta bersuara lewat aksi-aksi jalanan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mahasiswa KKN BBK 6 UNAIR Kunjungi Cagar Budaya Watu Gurit di Lamongan

14 Juli 2025   12:00 Diperbarui: 14 Juli 2025   10:45 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bersama Kepala Dusun di Watu Gurit. Sumber: Tim BBK 6 UNAIR

Dalam rangka mengenal kearifan lokal dan warisan budaya di wilayah pengabdian, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Belajar Bersama Komunitas (BBK) 6 Universitas Airlangga (UNAIR) melakukan kunjungan ke salah satu situs cagar budaya di Dusun Pelas, Desa Lamongrejo, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, pada Jumat (12/7/2025).

Kunjungan ini diawali dengan sowan kepada Kepala Dusun Pelas, Ahmad Fauzan, yang kemudian mengajak mahasiswa untuk menyusuri area persawahan milik warga. Mayoritas masyarakat setempat merupakan petani tembakau, dan di tengah ladang tersebut, mahasiswa diperkenalkan dengan sebuah batu besar yang dikenal dengan nama Watu Gurit.

Batu berukuran besar yang menjulang di antara rumpun bambu itu kini dilindungi oleh sebuah pendopo kecil. Menurut penuturan Ahmad Fauzan, batu tersebut diyakini telah ada sejak sebelum wilayah Pelas berpenghuni. 

"Watu Gurit ini sudah lama sekali. Dulu cuma tergeletak saja. Baru sekitar 2015 warga mendirikan pendopo supaya tidak rusak dan tetap terawat,"ujarnya.

Foto Watu Gurit. Sumber: Tim BBK 6 UNAIR
Foto Watu Gurit. Sumber: Tim BBK 6 UNAIR
Selain sebagai simbol sejarah, batu ini juga dipercaya menyimpan nilai spritual. Ahmad Fauzan menuturkan bahwa pada masa lalu sempat terjadi peristiwa mistis di sekitar batu, seperti kesurupan dan fenomena tidak biasa. Namun, sejak dibangun penopo dengan tiang penyangga setinggi 1,5 meter dan tidak adanya aktivitas sembarangan di sekitarnya, kejadian mistis tersebut sudah jarang terjadi.

Watu Gurit dipercaya masyarakat memiliki arti "menstabilkan." Batu ini disebut sebagai salah satu dari empat batu spritual yang berada di wilayah Ngimbang, dan termasuk dalam 40 batu penjaga Pulau Jawa menurut kepercayaan lokal. Dulu, batu ini bahkan memeiliki aksara Jawa, meski kini telah memudar akibat waktu.

Meski tidak digunakan sebagai sarana ritual oleh warga, area Watu Gurit tetap rutin dibersihkan dan dijaga sebagao bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur. Namun, warga masih sering menemukan bekas dupa yang ditinggalkan pihak luar, serta batu kecil yang dianggap sebagai jimat.

"Warga kami tidak menyembah batu itu. Tapi sering ada orang luar yang datang diam-diam untuk penyembahan atau aktivitas spiritual lainnya. Paginya sudah ada bekas dupa, padahal tak terlihat siapa pun malamnya," ungkap Ahmad Fauzan.

Warga sendiri memilih tidak mengambil atau menyentuh benda-benda yang ditemukan. "Kami hanya membersihkan, lalu dibiarkan saja," tambahnya.

Kunjungan ini menjadi pengalaman reflektif bagi mahasiswa untuk memahami pentingya pelestarian budaya lokal dan kearifan masyarakat desa dalam merawat situs bersejarah yang sarat nilai spiritual dan ekologis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun