Dalam rangka mengenal kearifan lokal dan warisan budaya di wilayah pengabdian, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Belajar Bersama Komunitas (BBK) 6 Universitas Airlangga (UNAIR) melakukan kunjungan ke salah satu situs cagar budaya di Dusun Pelas, Desa Lamongrejo, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, pada Jumat (12/7/2025).
Kunjungan ini diawali dengan sowan kepada Kepala Dusun Pelas, Ahmad Fauzan, yang kemudian mengajak mahasiswa untuk menyusuri area persawahan milik warga. Mayoritas masyarakat setempat merupakan petani tembakau, dan di tengah ladang tersebut, mahasiswa diperkenalkan dengan sebuah batu besar yang dikenal dengan nama Watu Gurit.
Batu berukuran besar yang menjulang di antara rumpun bambu itu kini dilindungi oleh sebuah pendopo kecil. Menurut penuturan Ahmad Fauzan, batu tersebut diyakini telah ada sejak sebelum wilayah Pelas berpenghuni.Â
"Watu Gurit ini sudah lama sekali. Dulu cuma tergeletak saja. Baru sekitar 2015 warga mendirikan pendopo supaya tidak rusak dan tetap terawat,"ujarnya.
Watu Gurit dipercaya masyarakat memiliki arti "menstabilkan." Batu ini disebut sebagai salah satu dari empat batu spritual yang berada di wilayah Ngimbang, dan termasuk dalam 40 batu penjaga Pulau Jawa menurut kepercayaan lokal. Dulu, batu ini bahkan memeiliki aksara Jawa, meski kini telah memudar akibat waktu.
Meski tidak digunakan sebagai sarana ritual oleh warga, area Watu Gurit tetap rutin dibersihkan dan dijaga sebagao bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur. Namun, warga masih sering menemukan bekas dupa yang ditinggalkan pihak luar, serta batu kecil yang dianggap sebagai jimat.
"Warga kami tidak menyembah batu itu. Tapi sering ada orang luar yang datang diam-diam untuk penyembahan atau aktivitas spiritual lainnya. Paginya sudah ada bekas dupa, padahal tak terlihat siapa pun malamnya," ungkap Ahmad Fauzan.
Warga sendiri memilih tidak mengambil atau menyentuh benda-benda yang ditemukan. "Kami hanya membersihkan, lalu dibiarkan saja," tambahnya.
Kunjungan ini menjadi pengalaman reflektif bagi mahasiswa untuk memahami pentingya pelestarian budaya lokal dan kearifan masyarakat desa dalam merawat situs bersejarah yang sarat nilai spiritual dan ekologis.