Mohon tunggu...
Kafi Insan Nafik
Kafi Insan Nafik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Politeknik Keuangan Negara STAN

Menyukai sejarah, terutama Eropa dan Timur Tengah. Madridista sejak Zidane menjadi pelatih, namun juga Interisti sejak meraih treble. Mantan pemain Fate/Grand Order

Selanjutnya

Tutup

Financial

Indonesia Bebas Pajak, Mungkinkah?

22 Desember 2023   10:42 Diperbarui: 23 Desember 2023   20:19 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Anda mungkin langsung berpikir bahwa jawaban dari judul tersebut adalah tidak mungkin. Jawaban Anda adalah hal yang wajar dan rasional, jika mengingat persentase dari sumber pendapatan negara kita berupa pajak dalam postur APBN. Mari ambil contoh dari APBN 2023. Perpajakan menyumbang angka yang mencapai Rp2.021,2 triliun dari total Rp2.463,0 triliun untuk pendapatan negara. Dengan demikian, persentase penerimaan negara dari perpajakan terhadap keseluruhan pendapatan negara dalam APBN menembus angka 80%. Hal ini menunjukkan bahwa perpajakan adalah komponen yang vital bagi pembiayaan dari pembangunan di Indonesia. Tidak dapat dibayangkan, jika perpajakan dibebaskan dari kewajiban subjek maupun objek yang ada di Indonesia. Negara akan kehilangan 80% sumber pendapatan dan itu adalah angka yang sangat besar. Bagaimana bisa negara hidup ketika tenaga utamanya dihilangkan?

Selanjutnya, Anda mungkin bertanya mengapa Penulis memilih judul di atas untuk tulisan ini. Mungkinkah Penulis ingin agar Indonesia membebaskan kewajiban perpajakan bagi subjek dan objeknya? Apakah Penulis mengetahui adanya sumber penerimaan lain yang senilai atau bahkan melebihi kontribusi perpajakan terhadap keseluruhan dari pendapatan dalam APBN kita? Jawaban Penulis adalah tidak. Mungkin Anda mulai kesal karena telah membaca artikel ini hingga paragraf dua dan menemukan kesimpulan yang ternyata benar-benar retoris dari judul tulisan ini. Kekesalan Anda mungkin disebabkan adanya keinginan dari Anda untuk terbebas dari kewajiban perpajakan. Salah satu contoh yang sering kita jumpai adalah saat kita sedang bersantap di restoran atau rumah makan.

Pertama-tama, kita harus meluruskan terlebih dahulu mengenai pajak yang sebenarnya dikenakan ke restoran. Jika Anda selama ini mengira bahwa pajak yang tertera di bukti transaksi adalah PPN 11%, Anda salah paham. Sebagaimana yang Penulis kutip dari situs Pajak.com, pajak tersebut semestinya dinamai sebagai pajak atas rumah makan/restoran dan bukannya PPN. Pemungutan pajak restoran yang disebut Pajak Pembangunan 1 (PB1) memiliki landasan hukum berupa Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Bahkan, Direktorat Jenderal Pajak melalui akun Twitter resminya meluruskan hal tersebut pada 18 Mei 2022. PB1 dengan PPN memiliki perbedaan dari siapa yang memiliki hak untuk memungutnya. PPN dipungut langsung oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini adalah DJP, sedangkan PB1 dipungut oleh pemerintah daerah (Pemda). Hal tersebut sudah diluruskan dan kita kembali ke kasus yang menjadi bahasan di tulisan ini. Urusan perut saja Anda harus membayar lebihnya sebagai pendapatan negara. Anda bisa jadi kesal karena urusan perut adalah urusan yang tidak boleh diganggu oleh siapa pun, bahkan oleh negara sekalipun. Namun, kita telah sepakat di awal bahwa pajak adalah komponen vital dan menghilangkan pajak sama saja dengan mengganggu urusan perut kita. Oleh karena itu, kita harus berkompromi dengan ketenangan urusan perut kita.

Contoh di atas adalah salah satu hal yang sering kita jumpai dan mungkin membuat kita kesal atau enggan untuk membayar pajak. Belum lagi ditambah dengan definisi pajak itu sendiri yang memberikan imbal hasil tidak langsung bagi yang diwajibkan untuk membayarnya, Anda tentu akan berpikir bagaimana kita merelakan harta kita yang belum tentu memberi manfaat kepada kita terlebih dahulu atau malah tidak sama sekali? Di saat mengalami dilema dengan kewajiban perpajakan atas diri Anda, Penulis mencoba mengajak Anda untuk berandai-berandai. Apakah ada negara di dunia ini yang tidak mewajibkan penduduknya untuk membayar pajak? Dengan begitu, hidup ini terasa seperti di surga bagi Anda yang tidak senang ketika ditarik pajak oleh pemerintah. Saat Anda mungkin menganggap negara tersebut hanyalah imajinasi layaknya di kisah pengantar tidur yang diceritakan oleh orang tua Anda, Penulis akan memberikan kabar gembira. Bukan hanya satu negara, tapi beberapa negara membebaskan penduduknya dari kewajiban untuk membayar pajak.  

Anda masih di artikel yang sama dan tidak salah membaca apa yang tertulis di paragraf sebelumnya. Terdapat beberapa negara yang membebaskan siapa pun yang berada di wilayahnya dari pungutan pajak, tapi dengan beberapa syarat. Jangan terlalu berharap karena ada pepatah berbahasa Inggris yang berbunyi “there’s no thing such a free lunch” yang dapat dimaknai bahwa segala sesuatu pasti ada syarat dan ketentuannya. Begitu pun dengan daftar beberapa negara yang membebaskan pajak, tapi hanya pajak penghasilan. Sekali lagi Anda tidak salah baca, pajak yang dibebaskan hanya pajak penghasilan atau yang kita kenal dengan PPh itu. Anda mungkin tidak masalah dengan hal tersebut karena pajak tetaplah pajak dan bebas pajak tetaplah bebas pajak. Mari kita lihat daftar negara yang membebaskan pajak dengan segala persyaratannya dan Anda akan mempertimbangkan apakah hidup di salah satu negara tersebut lebih baik daripada di Indonesia?

Melansir dari tulisan yang diterbitkan di laman Pajak.com, terdapat lima negara yang membebaskan orang yang berada di kawasannya dari kewajiban untuk menyerahkan pajak atas penghasilan yang mereka miliki. Kelima negara tersebut adalah Bermuda, Monako, Bahama, Uni Emirat Arab, dan Andorra. Akan tetapi, Penulis akan mengecualikan Andorra karena ternyata negara tersebut telah mewajibkan PIT sebesar 10 persen sejak tahun 2015 terhadap orang dengan penghasilan di atas 40 ribu euro setiap tahunnya. Dengan demikian, terdapat setidaknya empat negara yang tidak memungut pajak penghasilan terhadap penduduknya sampai tulisan ini dibuat di Desember 2023.

Apa hal yang terlintas di benak Anda ketika mendengar nama Bermuda? Penulis tebak Anda memikirkan sebuah tempat misterius bernama Segitiga Bermuda, kan? Anda tidak salah karena hal tersebut memang benar. Bermuda merupakan negara yang  berbentuk sebagai sebuah pulau dan menjadi salah satu dari tiga titik pembentuk area misterius Segitiga Bermuda selain Miami dan Puerto Riko. Jika Anda masih menerka-nerka letak Bermuda, anggap saja negara ini terletak di Amerika Serikat. Namun, Anda jangan mengira bahwa hidup di sini akan sia-sia sebagaimana nasib kapal laut dan pesawat yang sering diberitakan menghilang secara misterius begitu melewati tempat ini. Faktanya, jalan raya dan transportasi umum tersedia dengan sangat baik di sini. Restoran kelas kakap yang berjejer di pantai pasir merah jambu menjadikan Bermuda tempat yang indah untuk ditempati. Tidak heran, jika banyak warga AS memilih untuk tinggal di sini dan bekerja di sektor keuangan Bermuda yang dikenal berkembang dengan baik. Sektor keuangan Bermuda yang didominasi dari industri asuransi dan reasuransi lepas pantai menjadi penyebab tingginya pendapatan nasional dari Bermuda itu sendiri. Akan tetapi, letak Bermuda yang sebenarnya cukup terisolasi oleh lautan harus menjadi pertimbangan bagi Anda karena hal itu menyebabkan biaya hidup di sini sangat mahal, yaitu mencapai Rp101.753.500 untuk setiap bulannya.

Selanjutnya, kita akan beralih ke negara yang letaknya tidak jauh dari Bermuda, yaitu Bahama. Negara kepulauan ini cukup terkenal sebagai tempat berlibur bagi warga Amerika Serikat karena letaknya yang cukup dekat dengan Miami, salah satu kota di negara bagian Florida, Amerika Serikat. Meskipun tergolong dekat dengan Amerika Serikat, infrastruktur kesehatan yang ada di Bahama termasuk di bawah standar sehingga banyak ekspatriat AS melakukan perjalanan kembali ke negara asal mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Ada pun syarat agar Anda dibebaskan dari kewajiban membayar pajak atas penghasilan di Bahama adalah memenuhi syarat minimum kependudukan dan kepemilikan aset di sini. Anda setidaknya harus tinggal di sini selama 90 hari, memiliki tempat tinggal yang bertahan selama sepuluh tahun. Selain itu, Anda harus membayar izin tinggal tahunan atau membeli real estat yang pembelian paling kecilnya adalah 750 ribu dollar Bahama (sekitar Rp 11 miliar) untuk mendapat status residen atau penghuni di sana. Hal-hal di atas belum termasuk biaya hidup di Bahama yang menjadikannya negara dengan biaya hidup termahal ke dua di dunia berdasarkan laporan dari World Atlas.

Banyak negara di kawasan Timur Tengah terkenal sebagai ladang minyak dunia, tidak terkecuali Uni Emirat Arab. Anda mungkin lebih mengenal Dubai daripada nama Uni Emirat Arab karena bangunan pencakar langit yang tersohor, Burj Khalifa. Padahal, Dubai sendiri adalah sebuah kota di Uni Emirat Arab. Sebagai anggota dari Organization of the Petroleum Exporting Countries atau kita kenal sebagai OPEC, Uni Emirat Arab mengandalkan minyak bumi sebagai komoditas ekspor dan penunjang ekonomi negara sehingga pajak penghasilan tidak ada di sini. Namun, perlu dicatat bahwa mengapa biaya hidup di Uni Emirat Arab dianggap sebagai salah satu hal yang paling masuk akal selain komoditas minyak bumi bagi pemerintah setempat agar tidak atau bahkan tidak perlu lagi memungut pajak penghasilan dari warganya. Tidak bisa dibayangkan beban bagi penduduk Uni Emirat Arab untuk pemenuhan biaya hidup yang mencapai  Rp13 juta setiap bulannya, seperti dilansir dari situs Numbeo dan CNBC, masih dibebani oleh kewajiban membayar pajak penghasilan.

Terakhir, tapi bukan yang paling akhir, Monako. Terletak di pesisir Laut Mediterania, memiliki hubungan dekat secara historis dan kultural dengan Prancis, memiliki bendera yang sering disamakan dengan Indonesia, Monako mungkin masih asing di telinga Anda. Namun, bagi Anda yang mengikuti ajang perlombaan balap Formula 1 atau F1, nama Monako pasti familier karena salah satu agenda balap tahunannya diadakan di sana. Sebagai negara kecil yang memiliki sirkuit F1, Monako menarik minat turis dari berbagai negara dengan gelaran Monaco Grand Prix yang mengakibatkan banyak apartemen disewa dengan harga yang fantastis, yaitu mencapai $10 ribu atau Rp150 juta untuk setiap malamnya. Wilayah bebas PIT di Monako juga tidak serta merta dapat diperoleh dengan mudah karena kita harus melakukan setoran sebesar 500 ribu euro (Rp8 Miliar) selama lebih kurang 3 bulan ke bank Monako untuk mendapatkan izin tinggal resmi. Bahkan, biaya hidup di Monako termasuk 10 besar negara dengan biaya hidup tertinggi di dunia versi Goodstats dengan besaran mencapai Rp56 juta tiap bulannya.

Setelah melihat kenyataan yang Penulis paparkan paragraf demi paragraf di atas, Anda kemungkinan akan langsung mundur dan menerima fakta bahwa hidup di Indonesia jauh lebih enak. Berbagai negara yang membebaskan pajak penghasilannya memiliki sektor lain yang dapat diandalkan karena potensinya yang besar, misalnya Uni Emirat Arab dengan komoditas ekspor minyaknya yang nomor satu. Indonesia bukannya tidak memiliki komoditas ekspor yang dapat diandalkan, negara kita terletak di khatulistiwa dengan kekayaan alam yang tiada bandingnya dengan Uni Emirat Arab. Namun, sumber daya alam kita sepertinya dapat dimanfaatkan dengan lebih baik ke depannya untuk dapat menyaingi Uni Emirat Arab dalam pemanfaatan secara optimal dari nilai jual minyak buminya. Negara-negara lain yang disebutkan seperti Bermuda, Bahama, dan Monako memiliki objek wisata yang memukau para turis dari berbagai belahan Bumi, namun itulah satu-satunya sektor yang dapat diandalkan mereka dalam menerima pendapatan bagi negara mereka sehingga sektor pariwisata yang dimiliki benar-benar dieksploitasi agar diperoleh hasil yang maksimal. Belum lagi negara seperti Bermuda dan Bahama yang letaknya dikelilingi oleh lautan dan terisolasi, sektor pariwisata menjadi penentu hidup dan mati bagi perekonomian mereka. Mari kita bandingkan dengan Indonesia yang memiliki berbagai sektor bernilai ekonomis. Semuanya dapat dimanfaatkan sehingga sumber penerimaan negara dapat terdiferensiasi. Selain itu, biaya hidup di negara-negara tersebut jauh lebih tinggi dari Indonesia. Bandingkan biaya hidup di Uni Emirat Arab dengan provinsi dengan biaya hidup tertinggi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2018, biaya hidup di Jakarta tidak sampai setengah dari biaya hidup di Uni Emirat Arab. Dengan demikian, mari kita bersyukur dengan keadaan Indonesia yang telah ada sebagaimana mestinya ini. Membayar pajak itu tidak seberapa dengan kenyamanan yang luar biasa untuk diperoleh dengan dapat tinggal di negeri yang indah ini. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun