Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Pemotret

Penikmat tradisi kuliner berkuah kaldu khas Nusantara yang juga suka motret. Ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Otak Jerman Hati Makkah", Sintesis Elaboratif Menjadi Manusia (Abad 21) yang Seutuhnya

27 September 2025   22:23 Diperbarui: 27 September 2025   22:23 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografis BJ. Habibie | Tempo.co

Bagi generasi X yang tumbuh remaja mulai dekade 90-an, tentu familiar atau setidaknya pernah mendengar frasa idiomatik "Berotak Jerman berhati Mekah" atau versi lebih singkatnya, "Otak Jerman Hati Mekah" yang saat itu begitu populer.

Saat itu, bangsa Indonesia yang tengah bertransformasi, beradaptasi menyongsong kehadiran milenium baru dengan era globalisasinya yang diyakini akan memberikan dampak luar biasa pada kehidupan masyarakat, mendorong beberapa elemen bangsa, khususnya para cendekiawan muslim merasa perlu untuk menjaga mentalitas spiritual (Islam) di tengah modernitas. 

Maka lahirlah frasa idiomatik "Berotak Jerman berhati Mekah" sebuah sintesis sekaligus simbol dari keseimbangan logika dan spiritual, basic spirit untuk menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu generasi yang tidak hanya cakap secara sains dan teknologi (iptek/hardskill) semata, tetapi juga kuat dalam beriman dan bertaqwa (imtaq/softskill) kepada TuhanNya.

Role model utama kelahiran  frasa idiomatik "Berotak Jerman berhati Mekah" adalah sosok muslim sederhana yang juga dikenal sebagai  seorang ilmuwan berjuluk Mr. Crack, ahli teknologi pembuatan pesawat terbang yang secara keilmuan memang lahir dan dibesarkan oleh "ekosistem teknologi-nya" Jerman, siapa lagi kalau bukan Prof. Dr. Ing., Bacharuddin Jusuf Habibibie atau kita kenal sebagai BJ Habibie, Putra Pare-Pare, Sulawesi Selatan yang juga mantan presiden ke-3 Indonesia.

Infografis BJ. Habibie | Tempo.co
Infografis BJ. Habibie | Tempo.co

Relevansinya dengan Kebutuhan Pendidikan Bermutu Abad 21? 

Arus globalisasi dan revolusi teknologi abad 21 yang begitu masif, menghadirkan wajah baru dunia yang serba cepat dan penuh disrupsi, dengan ritmik yang tak terduga. Lahirnya internet, smartphone, kecerdasan buatan dan semua produk teknologi sebagai representasi dunia baru abad 21 lainnya, pasti akan merubah cara kita hidup dan bersosialisasi. 

Internet menghubungkan kita dengan dunia lain dalam hitungan detik, smartphone menjadi perpanjangan tangan, dan kecerdasan buatan (AI) mulai mengambil alih tugas-tugas kompleks kita, dari analisis data hingga asisten virtual. Namun, di balik kecanggihan ini, ada sisi gelap teknologi yang wajib kita pahai dan antisipasi.

Di balik layar sentuh dan algoritma canggih yang terinstal pada berbagai produk teknologi yang memudahkan kehidupan kita itu, ada tantangan moral, emosional, dan sosial yang tidak bisa diatasi oleh kecanggihan teknologi itu sendiri. Faktanya, secerdas apapun produk artificial intelligence yang awalnya dirancang untuk efisiensi itu, tetap tidak memiliki hati nurani yang bisa menilai baik atau buruk, apalagi membedakan benar dan salah. 

Kita semua tahu, informasi di internet juga menyajikan infiltrasi budaya baru yang tidak semuanya bermanfaat dan juga konten negatif yang memicu cyberbullying, hoaks, ujaran kebencian sampai penipuan dan lain-lainnya yang bisa memengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anak-anak yang bisa derdampak pada kesehatan mental, bahkan juga hilangannya identitas budaya dan spiritual mereka.

Di sinilah kita memerlukan "saringan" supercanggih untuk mereduksi sisi gelap masifnya arus globalisasi dan revolusi teknologi, sekaligus membentuk sosok-sosok manusia abad 21, individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berjiwa luhur, berakhlak, memiliki kedalaman spiritual, empati, juga integritas moral yang berorientasi pada kemaslahatan seutuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun