Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - 2020 Best in Citizen Journalism

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Membedah Warna-warni Musik Religi Indonesia dari Masa ke Masa

26 Maret 2024   23:37 Diperbarui: 26 Maret 2024   23:53 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Album Qasidah BIMBO & IIN | antaranews.com

Bulan Ramadan sebagai bulan suci yang istimewa dalam kalender umat Islam di seluruh dunia, selalu melahirkan tradisi unik dan khas yang menunjukkan ghirah atau semangat masyarakat muslim dalam menyambut dan menyemarakkan syiar keistimewaan bulan ke-9 dalam kalender hijriah ini.

Salah satunya adalah dengan lahirnya seni musik yang dianggap senafas dengan tematik keIslaman yang kelak kita mengenalnya sebagai musik religi.

Lagu dengan syair religi pertama yang tercatat pernah populer di Indonesia adalah lagu bernuansa Melayu berjudul Keagungan Tuhan, gubahan Alm. Abdul Malik Buzaid atau lebih dikenal sebagai A Malik Bz, komposer Orkes Melayu Sinar Kemala Surabaya.


Lagu religi legendaris ini pertama kali dipopulerkan oleh penyanyi lagu-lagu Melayu legendaris dari Surabaya, Alm. Ida Laila pada tahun 1966 dan setelahnya banyak penyanyi yang merilis ulang lagu ini, sebut saja Titiek Sandhora (1969), Sam D'lloyd (1974), Muchsin Alatas (1970-an), Rita Sugiarto (1980), dan Puput Novel (1980).

Sampai Imam S. Arifin, Ikke Nurjannah, Rita Effendi, Gigi, bahkan juga dinyanyikan dalam genre nasyid oleh KH. Arifin Ilham (2004) dan Imad Rami, penyanyi asal Suriah.


Periode berikutnya lahir tren musik yang dilabeli sebagai qasidah, sebuah nama sekaligus "genre" yang merujuk pada tradisi bersyair atau berpuisi masyarakat Arab yang berisi nasihat-nasihat yang selaras dengan dakwah Islami.

Kelompok Bimbo dan Koes Plus sejauh ini tercatat sebagai dua ikon musik Indonesia yang pertama mempopulerkan secara profesional genre musik ini lewat album qasidahnya masing-masing yang sama-sama rilis tahun 1974, yaitu Irama Qasidah-Iin dan Bimbo dan Qasidah Volume 1 -- Koes plus.


Luar biasanya, di album ini keduanya sama-sama melahirkan hits sepanjang masa yang sampai saat ini masih sering terdengar di dengar masyarakat Indonesia.

Jika Koes Plus terabadikan lewat lagu berbahasa Jawa, "Zaman Wes Akhir" yang melegenda hingga pernah di rilis ulang oleh Kyai Kanjeng-nya Emha Ainun Nadjib pada akhir era 90-an, maka Bimbo menelurkan lebih banyak lagi evergreen si album ini. Sebut saja lagu Tuhan, Ada Anak Bertanya pada Bapaknya dan Rindu kami padaMu.

Bahkan kelak, lagu "Tuhan" ini masuk dalam 17 besar dari total 150 lagu terbaik sepanjang masa versi majalah Rolling Stone Indonesia terbitan Desember 2009.

Kelak, Bimbo yang beberapa kali berganti nama ini juga dikenal dengan lagu legendaris lainnya seperti Sajadah Panjang, Bermata tapi tak melihat dan ratusan lagu lain yang terangkum dalam hampir dua ratusan album, meskipun tidak semuanya lagu religi.


Uniknya, di waktu yang sama sebenarnya grup musik AKA dari Surabaya yang juga dikenal sebagai grup musik rock, dengan frontman ikoniknya Ucok Harahap yang juga personel "Duo Kribo" bersama Ahmad Albar ini juga merilis album qasidah.

Sayang, lagu-lagunya yang sebenarnya sarat nasihat yang Islami seperti Insaflah, pembawa cahaya, rukun Islam dan Aku umat Muhammad yang memasukkan instrumen dan sound musik khas arab yang mudah diterima telinga, hingga menjadikannya lebih "qasidah" daripada lagu-Koes Plus maupun Bimbo yang nuansa pop-nya jauh lebih kental, lagu-lagunya kurang diterima masyarakat.

Kecuali lagu Rukun Islam yang relatif familiar, karena nada-nadanya yang mirip dengan nada pada lagu daerah Indung-indung dari Kalimantan Timur, lagu-lagu selebihnya kurang terkenal.

Album Nasyida Ria atau Nasida Ria Vol.5 yang Memuat Lagu Perdamaian dan Kota Santri | kasetlalu.com
Album Nasyida Ria atau Nasida Ria Vol.5 yang Memuat Lagu Perdamaian dan Kota Santri | kasetlalu.com

Di era 80-an sampai pertengahan 90-an, jagad musik religi Indonesia dikuasai oleh Nasyida Ria atau kelak kita kenal sebagai Nasida Ria dan yuniornya Nida Ria, "the real girls band" asal Kota Semarang yang memainkan musik pop qasidah atau musik qasidah dengan sound-sound modern ala band yang memang lebih fresh.

Baca Juga Yuk! Nasida Ria dan Pesan "Perdamaian" yang Akan Terus Aktual dan Melegenda

Kelompok musik qasidah dengan konsep Band dengan 9 personil yang semuanya perempuan ini dikenal publik setelah merilis album Vol. 5 Perdamaian pada tahun 1982 yang menelurkan dua hits abadi sepanjang masa berjudul "perdamaian" dan "kota santri". Ingatkan!?


Lagu Kota Santri dan Perdamaian sampai saat ini masih sering terdengar, apalagi pernah dirilis ulang dengan warna berbeda oleh musisi-musisi kenamaan seperti Anang Hermansyah dan juga GIGI band.

Sayang, sejak akhir 90-an, kiprah girls band asal Semarang ini tidak lagi terendus pemberitaan, seolah-olah lenyap tertelan bumi.

Era 1990-an adalah masa-masa keemasan musik secara universal, begitu juga dengan musik religi. Musik religi di era ini memang cenderung lebih modern dan mulai meninggalkan bunyi-bunyian instrumen musik arab, sehingga lebih ngepop.

Ini ditandai dengan lahirnya lagu "Dengan Menyebut Nama Allah", salah satu lagu religi terbaik yang pernah ada dan dibawakan oleh Novia Kolopaking, hasil kolaborasi Dwiki Dharmawan pentolan band jazz kenamaan, Krakatau dengan AGS Arya Dwipayana tahun 1992.


Kesuksesan ini berlanjut, diikuti oleh Rita Efendi dengan lagu "Maha Melihat Maha Mendengar" karya Arie A. Dan Sekar Ayu Asmara, juga lagu "Ketika Tangan dan Kaki Berkata" milik Chrisye dari album Kala Cinta Menggoda yang rilis tahun 1997.

Kreatifitas musik religi di 90-an terus bergerak, seiring lahirnya lagu "Pagi Ramadhan" yang benar-benar out of the box! Lagu riang gembira yang dipopulerkan oleh trio RSD alias Rida Sita Dewi ini jelas "keluar pakem" dari lagu religi pada umumnya yang cenderung adem-adem lembut.

Tapi tetap saja, lagu gubahan personil kelompok nasyid Snada, M. Luqman dan Agus Snada yang ditutup dengan lantunan do'a ini tetap memberi kesan sebagai lagu religi yang bermakna relijius.

Di era ini, lagu "Hanya Tuhan"-nya Anang dan Krisdayanti yang dinyanyikan dengan cara yang tidak lazim untuk ukuran lagi religi menjadi penegasan betapa warna-warninya musik 90-an.

Disini, karakter suara Anang yang ngerock dengan lengkingan yang  khas tetap tampil apa adanya menyelisihi karakter vokal pop manisnya Kris dayanti.

Album Nasyid Raihan | @kaekaha
Album Nasyid Raihan | @kaekaha

Sebenarnya, sejak pertengahan era 90-an, di puncak kreatifitas musik yang sedang bagus-bagusnya, "gerilya" penetratif musik nasyid dari Malaysia yang dipelopori oleh Raihan dan Rabbani mulai membidik pasar Indonesia.

Dimulai dengan album Raihan, puji-pujian (1996), Syukur (1998), Senyum (1999) dan akhirnya mulai meledak di album Demi Masa yang rilis tahun 2001. Sejak saat itu seni nasyid Raihan selalu menghiasi layar kaca dan juga radio-radio selama ramadan.

Selain itu, melalui keping album  Cinta Rasul 1 (1999) sampai  Cinta Rasul 6 (2004), Hadad Alwi diam-diam juga mulai mengisi dan menguasai ceruk pasar musik religi yang ditinggalkan Nasida Ria dengan  lagu-lagu bernuansa timur tengah, berdampingan dengan Raihan.  

Memasuki era milenium baru atau era 2000-an, lagu-lagu religi banyak didominasi oleh band-band beraliran pop papan atas yang sedang digandrungi oleh masyarakat Indonesia.

Ada band Ungu yang sukses dengan lagu hits seperti Surgamu, Andai ku tahu. Kemudian ada band Wali, "si- anak-anak pondok pesantren" yang juga jago mencetak lagu-lagu ngehits di setiap albumnya, salah satunya lagu Tobat Maksiat. Keren kan lagunya!


Berikutnya ada band Radja dengan lagu 1000 bulan-nya yang monumental. Begitu juga dengan band GIGI yang mengaransemen ulang beberapa lagu religi dalam balutan musik rock yang lebih kental, seperti Pintu Sorga, Perdamaian, Kota Santri dan juga nomor akustik Kusadari (Akhirnya).

 Tidak mau kalah, band Noah dan D'Massif akhirnya juga terseret masuk dalam produksi lagu religi. Jika GiGi mengaransemen ulang lagu Sajadah Panjang gubahan Bimbo, maka D'Masiv pada tahun 2009 dengan pedenya merilis lagu-lagu religi dan melahirkan Hits "Mohon Ampun".

Selain band-band pengusung poprock, musik Indonesia juga kedatangan genre musik religi pengusung sufisme ala kelompok Debu yang tetap berbahan dengan karakter aslinya yang kuat, hingga mempunyai penggemar sendiri.


Gelombang seni nasyid yang tumbuh bersamaan di era 90-an pasca suksesnya album Raihan dan Rabbani di Indonesia, Asia Tenggara bahkan dunia, turut andil atas kelahiran kelompok nasyid di Indonesia, salah satunya SNADA yang diawal 2000-an mendulang sukses besar setelah album Neo Shalawat mereka meledak di pasaran.

Diantara sekian lagu religi yang mengisi ruang dengar di era milenium, lagu-lagu fenomenal dari musisi asal Kota Tembakau, Opick jelas tidak bisa kita kesampingkan. Terutama setelah lagu tombo ati dan lagu-lagu lainnya meledak secara berurutan dan berkesinambungan.

Setelah era nasyid selesai,  musik religi Indonesia mendapatkan angin segar yang menyenangkan setelah lahir  band religi milenial dari Jakarta, yaitu Sabyan Gambus yang langsung sukses dengan  3 abum pertama mereka, yaitu Ya Maulana (2018), Bismillah (2019), dan Kekasih Terbaik (2022).

Semoga Bermanfaat!

Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun