Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Net-Zero Emissions dan Kisah Deja Vu Orang-orang Gunung yang Menginspirasi

24 Oktober 2021   22:02 Diperbarui: 24 Oktober 2021   22:43 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senangnya Naik Cikar | Bambangsetiari/flickr.com 

Romantika Gaya Hidup "Orang Gunung"

Di kampung kelahiran saya, di kaki Gunung Lawu, sisi Jawa Timur yang selalu tampak "ijo royo-royo", hampir setiap jengkal tanahnya yang subur bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk produksi sumber pangan, melalui usaha pertanian, perkebunan dan peternakan produktif yang seluruhnya masih dikelola secara tradisional.

Alam yang asri memberi bonus udara segar dan sehat yang bisa kami rasakan sepanjang hari secara kontinyu, menjadikan masyarakat kampung kami mempunyai daya tahan tubuh yang baik, sehat fisik dan psikis. Salah satu indikatornya adalah banyaknya manula alias manusia lanjut usia di kampung kami, bahkan beberapa diantaranya berusia lebih dari 100 tahun.

Luar biasanya, meskipun telah berusia lanjut, mereka tetap segar bugar, bahkan banyak diantara mereka yang masih "terjun langsung" mengelola usaha pertaniaan, perikanan atau peternakan.

Tidak heran jika kampung kami sejak dulu bisa swasembada pangan. Hampir semua kebutuhan pangan sehari-hari bisa tercukupi dari sawah, ladang, kebun dan bahkan dari halaman kami sendiri. Dengan begitu, masyarakat juga bisa mengontrol sendiri kualitas pangan sehat yang dikonsumsi dan yang tidak kalah penting adalah gaya hidup efisien (baca ; hemat/living frugal) yang telah berurat berakar begitu kuat.

Baca Juga :  "Berkebun di Pohon", Lifehack Menambah Pasokan Oksigen di Lahan Terbatas

Masyarakat kampung kami memang terbiasa beraktifitas secara "manual". Kemana-kemana, biasa dengan jalan kaki dan kalau jaraknya relatif agak jauh, paling benter memilih menunggangi sepeda onthel dan kalau harus mengangkut produk hasil pertanian yang banyak atau berat, kami biasa menggunakan kluthuk (gerobak yang ditarik manusia) atau cikar (gerobak yang ditarik sapi atau kerbau).

Tidak hanya itu, lestarinya alam di sekeliling kami juga memberikan "hadiah" air yang sangat melimpah, sehingga bisa kami manfaatkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari saja, tapi juga untuk berbagai usaha produktif, yaitu untuk pengairan pertanian, perikanan dan yang paling vital adalah untuk pembangkit listrik. 

Khusus untuk energi listrik ini, masyarakat kampung kami membangunnya secara swadaya, dengan membangun PLTA mini yang memanfaatkan grafitasi dan juga tingginya debit air sungai yang membelah kampung kami, artinya listrik kami pun dibangun dengan cara yang ramah lingkungan. 

Di rumah, dengan arsitektur khas tropis dengan pintu dan jendela yang besar-besar, memungkinkan sirkulasi udara dan cahaya di rumah sangat memadai dan seimbang atau istilah sekarang ramah lingkungan, sehingga tidak lagi memerlukan pencahayaan dari sumber listrik secara berlebihan, juga mesin pendingin ruangan atau AC, bahkan juga lemari pendingin (kulkas) yang di kemudian hari memang terbukti tidak hanya boros energi listrik saja, tapi juga "menyumbang" produksi karbon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun