Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Beauty Artikel Utama

Melihat dari Dekat Proses Pembuatan Jaket Kulit "Go International" di Astiga Garut

23 Desember 2019   08:00 Diperbarui: 25 Desember 2019   05:39 2519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jaket kulit Garut atau jaket kulit buatan perajin dari sentra industri kulit Sukaregang, Garut, Jawa Barat tidak hanya dikenal luas di Jawa Barat dan sekitarnya, tapi sudah mencakup level nasional bahkan sudah go internasional.

Seperti dituturkan oleh M. Lutfi Sidiq produsen sekaligus pemilik toko kerajinan kulit Astiga, Garut, salah satu produsen sekaligus toko kerajinan kulit tersohor di Kota Garut yang pernah membuka cabang toko retail sampai ke Malaysia dan beberapa kota besar di Indonesia lainnya dan sering mendapatkan pesanan produk jaket kulit dari luar negeri. 

Nama Astiga, menurut empunya toko merupakan singkatan dari Asli Ti Garut yang dalam bahasa Indonesia artinya Asli dari Garut

Sentra industri kerajinan kulit di Kota Garut sebagian besar berada di kawasan Sukaregang dan beberapa desa/kelurahan di sekitarnya yang masih masuk wilayah Kecamatan Kota Garut.

Di kawasan ini, sebagian besar toko yang memajang semua produk hasil kerajinan kulitnya menjadi satu dengan workshop atau tempat produksi, beda ruangannya saja. Toko biasanya di bagian depan, sedangkan area ruangan workshop biasanya di bagian belakang atau di bagian atas toko.

Produk hasil kerajinan kulit dari Sukaregang yang paling terkenal adalah produk fashion berupa jaket kulit yang di luar Garut biasa dikenal dengan sebutan "Jaket Kulit Garut".

Walaupun sebenarnya hampir semua produk fashion dan aksesoris berbahan dasar kulit seperti rompi, topi, sepatu, boot, sandal, tas, dompet, gelang, tas sepeda/sepeda motor, bahkan sampai kursi-pun juga dikerjakan oleh perajin Sukaregang.

M. Lutfi Sidiq pemilik Astiga (dokpri)
M. Lutfi Sidiq pemilik Astiga (dokpri)

Menurut M. Lutfi Sidiq, mungkin karena kualitas jaket kulit Garut yang dikenal sampai mancanegara merupakan jaket dengan kualitas terbaik yang dibuat dari 100% kulit domba yang halus, lembut, dan mempunyai elastisitas lebih baik jika dibanding kulit kambing, sapi, maupun kerbau yang lebih dulu dikenal masyarakat dunia, maka akhirnya produk jaket kulit inilah yang paling identik dengan Garut. 

Menurut M. Lutfi Sidiq, secara spesifik, ada 4 (empat) jenis kulit yang dimanfaatkan para perajin di Sukaregang, yaitu sekitar 70 % kulit domba, sedangkan sisanya sebanyak 30% kulit kambing, sapi, dan sebagian kecil kulit kerbau.

Masing-masing, jenis kulit tersebut mempunyai spesialisasi peruntukan yang berbeda-beda juga, sesuai dengan sifat alamiah masing-masing kulit.

Kulit domba dikenal mempunyai pori-pori paling kecil, permukaan paling rata, halus, lembut, dan mempunyai elastisitas paling baik dibanding jenis kulit lainnya. Umumnya memiliki ketebalan antara 0,5 mm-0,8 mm.

Sedangkan standar ketebalan kulit domba untuk produksi jaket kulit Garut dengan kualitas kelas wahid yang sudah tersohor di seantero dunia adalah (maksimal) 0,6 mm, selebihnya masuk kategori kulit domba yang tebal.

Pembuatan Pola (dokpri)
Pembuatan Pola (dokpri)

Berdasarkan karakteristiknya, secara umum kulit domba untuk bahan jaket ini dibagi lagi menjadi beberapa macam, seperti:

  • Jenis Nappa, yaitu jenis kulit domba full grain. Mempunyai karakteristik warna yang rata dan lebih awet dibanding Spinil dan teksturnya juga lentur dan lembut.
  • Jenis Spinil, Cirinya mudah dikenali, lebih mengkilap dari jenis nappa, ada bintik-bintik hitam dan warna yang kurang merata, lebih lentur dari pada jenis nappa. Harga lebih mahal dari bahan nappa. Hal ini disebabkan karena proses penyamakannya menggunakan obat kimia yang lebih mahal.
  • Jenis Wash, merupakan  jenis kulit hasil sortiran dari bahan nappa dan spinil yang tidak halus yang akhirnya harus melalui tahap proses yang spesial. Sampai akhirnya menjadi jenis kulit dengan motif yang unik. Harganya lebih murah dari bahan nappa dan spinil, kecuali karena keunikan motifnya sehingga harganya jadi lebih mahal.
  • Jenis Pull Up, Jenis kulit domba paling mengkilap sekaligus paling mahal.

Finishing Jaket (dokpri)
Finishing Jaket (dokpri)

Sedangkan untuk kulit sapi, dengan tekstur umumnya yang kurang elastis, jika diremas-remas terasa kurang fleksibel. Sehingga akan meninggalkan bekas remasan yang menyebabkan permukaan kulit menjadi kusut.

Kalaupun tetap dibuat jaket, biasanya bukan untuk jaket jenis stylish untuk keperluan fashion, tapi cenderung untuk bahan utama jaket komunitas touring yang memang memerlukan sisi kuat dan ketebalannya untuk melindungi badan dari terpaan angin. Selain itu cocok untuk dibuat menjadi tas, dompet, ikat pinggang, sepatu dan lain-lainnya.

Untuk kulit kambing, berdasar pada karakternya yang relatif lebih kaku, beraroma khas, dan pori-pori besar yang jelas terlihat pada permukaannya, memang tidak cocok untuk bahan jaket kulit.

Walaupun ada juga yang diolah sebagai bahan campuran pembuatan jaket sport atau jaket komunitas touring seperti bahan kulit sapi, kulit kambing lebih cocok untuk pembuatan sepatu, sandal, serta suvenir seperti wayang kulit dan kaligrafi.

Di sentra industri kulit Sukaregang, Garut sangat jarang perajin yang memanfaatkan bahan kulit kerbau untuk produk kerajinan. Kulit kerbau yang relatif tebal dan elastisitasnya yang rendah tidak cocok untuk bahan jaket dan produk fashion lainnya.

Kulit kerbau lebih cocok untuk produk kerajinan helm, sepatu, kursi, dan beragam suvenir seperti gantungan kunci, wayang, kaligrafi, dan lain-lainnya.

Produk Kerajinan Kulit Astiga (dokpri)
Produk Kerajinan Kulit Astiga (dokpri)

Bagaimana cara mudah membedakan kulit asli dengan kulit imitasi?

Untuk membedakan kulit asli dengan kulit imitasi, menurut M. Lutfi Sidiq ada 3 (tiga) cara sederhana, yaitu dengan cara:

  1. dicium baunya, karena bau kulit domba/sapi/kambing sangat khas dan tidak sepenuhnya hilang meski sudah dilakukan penyamakan
  2. dilihat tekstur/motifnya, motif kulit asli dalam satu lembar pasti tidak akan sama rata, beda dengan kulit sintetis buatan mesin yang pasti sama.
  3. dibakar, (langsung diperagakan M. Lutfi Sidiq dengan membakar bagian lengan jaket kulit putih bergaya sporty yang dipakainya saat itu dengan korek api/gas) kalau kulit asli dibakar sampai sekitar satu menit, hanya warna putih pada jaket Lutfi yang berubah kecokelatan, sedangkan pada kulit sintetis tidak sampai beberapa detik, kulitnya langsung berkerut keriput dan tercium aroma terbakar yang menyengat.

Hanya saja, cara-cara sederhana di atas mungkin suat saat nanti seiring perkembangan teknologi industri dan kreativitas perajin, menurut Lutfi bisa saja tidak bisa dipakai lagi secara akurat. Bahkan saat ini saja, mungkin hanya cara ke-3 atau dengan cara dibakar saja yang paling akurat untuk mebedakan kulit asli dan sintetis, karena menurut Lutfi dipasaran sudah ada kulit sintetis yang bau dan tekstur/motifnya dibuat benar-benar mirip dengan kulit asli, walaupun masih belum banyak beredar karena harganya relatif lebih mahal.

Selain cara membedakan kulit asli dan sintetis, M. Lutfi Sidiq juga membeberkan rahasia kenapa jaket kulit Garut berkualitas tinggi dan harganya itu lho kok relatif mahal!

Stok Jaket Hasil Produksi (dokpri)
Stok Jaket Hasil Produksi (dokpri)

Untuk kualitas, rahasianya karena jaket kulit Garut produksi Astiga menggunakan bahan 100% alias full kulit domba yang sudah dijelaskan di atas sebagai bahan kulit terbaik untuk mebuat produk fashion, khususnya jaket.

Sedangkan untuk urusan harga, M. Lutfi Sidiq memang mengakui pasar utama jaket Kulit Garut umumnya menyasar segmen menengah ke atas dan para pecinta fashion berbahan dasar kulit, termasuk produk Astiga. Dengan harga jaket minimal 1,5 juta M. Lutfi Sidiq mengakui jaket produknya memang berkualitas ekspor.

Untuk segmen di bawahnya, M. Lutfi Sidiq mengaku tidak bisa memaksakan produknya yang berbahan 100% alias full kulit domba untuk masuk, karena pasti tidak memberi keuntungan. Berikut hitung-hitungannya:

Dari 1 (satu) lembar kulit domba utuh rata-rata hanya memberikan ukuran  15 feet yang bisa dipakai

Jaket allsize rata-rata menghabiskan 60 feet atau 4 (empat) lembar kulit domba utuh 

Harga 1 (satu) feet kulit domba bisa fluktatif, rata-rata Rp. 15 ribu-an

Jadi untuk membuat 1 (satu) Jaket allsize, rata-rata menghabiskan bahan baku senilai Rp. 900 ribu-an belum lagi biaya produksi seperti ongkos jahit, aksesoris, bordir dan sebagianya.

Kulit Perca Bahan Aneka Kerajinan (dokpri)
Kulit Perca Bahan Aneka Kerajinan (dokpri)

Bahan baku kulit yang berbentuk lembaran inilah yang menyebabkan jaket kulit dan semua kerajinan kulit primer (bukan kulit dari hasil sisa produksi/limbah) dalam sistem distribusinya tidak mengenal harga grosir, tapi semuanya pakai harga satuan.

Untuk itu, menurut M. Lutfi Sidiq untuk masuk ke segmen menengah ke bawah biasanya perajin menggunakan bahan baku mix atau campuran. Misalnya, bagian badan jaket pakai kulit domba sedangkan bagian lengan jaket pakai kulit kambing atau sapi yang relatif agak keras dan tebal.

Penasaran dengan produk-produk keren kerajinan kulit Garut? Yuk jalan-jalan ke Kota Dodol!

Dok. Kombatan
Dok. Kombatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun