Fakta Kebakaran di Banjarmasin
Kehadiran musim kemarau selalu mendapat perhatian ekstra bagi masyarakat Kota Banjarmasin dan juga Kalimantan Selatan secara umum.
Selain kehadiran "hantu" bencana laten berwujud kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang selalu menghadirkan teror mengerikan berupa selimut kabut asap, setiap musim kemarau masyarakat juga mendapatkan teror yang tidak kalah mengerikan dari kebakaran pemukiman atau rumah tinggal.
Mengutip dari apahabar.com, menurut data BPBD Banjarmasin di sepanjang Agustus 2019, kebakaran di wilayah Kota 1000 Sungai mencapai 16 kejadian atau mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat dibandingkan bulan sebelumnya, dengan rincian kebakaran permukiman 10 (sepuluh) kali yang menghanguskan 102 bangunan, sedangkan kebakaran lahan sebabyak 6 (enam) kali. Total kerugian diperkirakan mencapai 6 (enam) miliar rupiah.
Bagaimana Dengan Data September 2019
Data resmi dari BPBD Banjarmasin untuk kebakaran di bulan September 2019 memang belm keluar, tapi dari catatan yang dihimpun dari beberapa media sampai pertengahan bulan saja, sepertinya sudah melebihi data kebakaran pada bulan Agustus 2019, terutama dari sisi korban dan kerugian.
Dihimpun dari berbagai sumber, dalam seminggu terakhir terjadi 3 (tiga) kebakaran hebat di lingkungan Kota Banjarmasin, yaitu kebakaran yang menghanguskan 2 (dua) RT sekaligus di kawasan Alalak Selatan, Banjarmasin Utara (10/9), kebakaran 6 rumah di Jalan Wildan Sari 1 RT 01 RW 01, Kelurahan Telaga Biru, Kecamatan Banjarmasin Barat (13/9) dan terakhir kebakaran belasan rumah di Gang Musyawarah Jalan Sulawesi, dan Antasan Kecil Barat (15/09) yang menyebabkan satu korban luka bakar yang akhirnya meninggal dunia.
Inilah Tersangka Utama
Seperti di beritakan di berbagai media, menurut berbagai pihak yang "berwajib", maraknya musibah kebakaran terutama yang terjadi di lingkungan pemukiman adalah karena korsleting listrik atau hubungan arus pendek serta human error lainnya, seperti lupa mematikan kompor, lilin dan sumber api lainnya.
Tapi masyarakat Banjar mempunyai "kambing hitam" alias tersangka yang berbeda dengan tersangka kebakaran "normatif" yang disampaikan oleh berbagai pihak yang "berwajib" diatas.
Bukan korsleting listrik atau lupa mematikan kompor, lilin atau juga sumber api lainnya, tapi sosok hantu api!
Siapa itu Hantu Api?
Sejauh ini belum ada definisi, ilustrasi atau gambaran yang benar-benar bisa dipertanggung jawabkan terkait istilah hantu api (namanya juga hantu!...he...he...he).
Ketika saya coba untuk riset sederhana dengan menanyakan kepada Urang Banjar yang saya kenal, masing-masing mempunyai ilustrasi atau gambarannya masing-masing dan semuanya mengaku belum pernah melihatnya senďiri, kalaupun ada yang mengaku melihat sebagian besar juga tidak yakin bulat 100 persen itu hantu api.
Intinya, Urang Banjar meyakini ada sosok hantu api, yaitu sosok misterius yang sebagian besar diilustrasikan sebagai bola api yang berwarna kemerahan atau juga berwujud gelombang api yang bisa meloncat untuk "memilih" obyek yang akan terbakar.
Hantu api inilah yang diyakini oleh Urang Banjar, sebagai tersangka utama dari berbagai musibah kebakaran yang menghanguskan bumi Banjarmasin.
Hantu Api dan Mitos Banjar
Mengutip pernyataan budayawan Banjar yang juga Penulis Kamus Mitos Banjar, Tajuddin Noor Ganie dalam wawancara dengan radar banjarmasin menyatakan, beberapa mitologi hantu memang dipercaya ada dalam masyarakat Banjar, seperti takau, hantu api, buaya putih, dan yang paling tersohor adalah kuyang.
Dalam kajian Tajuddin Noor Ganie, masyarakat Banjar sangat kaya akan mitos, takhayul, dan legenda yang sebagian besar merupakan peninggalan era Banjar lawas atau lama sebelum Islam masuk, termasuk diantaranya hantu api.
Uniknya, meskipun Banjarmasin makin metropolis, bukan berarti kepercayaan masyarakatnya pada kuyang dan kawan-kawan sejenisnya ikut punah!
Kisah-kisah seram seperti ini bisa terpelihara secara lestari, karena secara turun-temurun memang dijaga dengan cara "diturunkan" oleh para orang tua kepada anak-anaknya, dengan harapan anak-anaknya "patuh dan betah" tinggal dirumah tidak keluyuran pada malam hari yang sangat tidak jelas maksudnya.
Biasanya, setelah salah satu warga mengaku melihat bola api melayang di udara, maka warga sekampung atau setidaknya warga satu RT menggelar ritual tolak bala.
Menurut Tajuddin Noor Ganie, "Tolak bala sebenarnya solusi psikologis untuk menenangkan warga kampung yang sedang cemas karena musibah kebakaran yang terus terjadi layaknya bergiliran.
Semoga semua musibah kebakaran baik karhutla maupun pemukiman di Kalimantan Selatan akan segera berakhir dan masyarakat bisa hidup normal kembali dan untuk para hantu api akan lebih baik jika kalian kembali saja ke habitat kalian ya...!
Semoga bermanfaat.