PendahuluanÂ
      Pada zaman modern seperti sekarang ini, semua dituntut agar bergerak cepat, supaya tidak terlindas oleh roda globalisasi dan moderenisasi. Termasuk dalam kehidupan masyarakat. Hal ini mengakibatkan menurunnya tingkat kesadaran masyarakat dalam hal, spiriualitas, kehidupan sosial, maupun keberlangsungan ekologi. Akibat dari tuntutan ekonomi, dan banjir kepentingan, masyarakat mulai melakukan Tindakan yang tidak sesuai dengan tatanan etika dan falsafah hidup kita yakni Tri hita Karana. Contohnya, terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman atau tempat pendukung pariwisata, maslah sampah plastik yang semakin pemprihatinkan sehingga mengancam kerusakan ekologi.
      Namun, Bali tetap memegang teguh kearifan lokal yang menjadi pedoman hidup masyarakatnya. Salah satu falsafah yang paling penting adalah Tri Hita Karana (THK). Tri Hita Karana berarti tiga sebab kebahagiaan atau tiga jalan menuju kesejahteraan. Falsafah ini menekankan pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan (Parhyangan), dengan sesama manusia (Pawongan), dan dengan alam lingkungan (Palemahan). Pemerintah daerah Bali tidak hanya menjadikan THK sebagai nilai budaya, tetapi juga mengintegrasikannya ke dalam kebijakan pembangunan. Dengan demikian, arah pembangunan Bali tidak semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan keberlanjutan budaya, sosial, dan ekologi.
Implementasi Tri Hita Karana dalam Kebijakan Pemerintah
      Implementasi THK dalam kebijakan pemerintah berarti mengintegrasikan nilai-nilai spiritual, sosial, dan ekologis ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan publik. Nilai ini sejalan dengan semangat good governance yang menekankan transparansi, partisipasi,danakuntabilitas dalam konteks kebijakan pemerintah Kabupaten terwujud melalui pelestarian dan pembangunan yang sejalan dengan filosofi keseimbangan antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), sesama manusia (Pawongan), dan lingkungan (Palemahan). Hal ini tercermin dalam pembangunan yang memperkuat spiritualitas, keharmonisan sosial, dan kelestarian lingkungan.
- Parahyangan (Hubungan dengan Tuhan): Nilai Parahyangan menekankan pentingnya spiritualitas dan moralitas dalam pengambilan kebijakan. ASN didorong bekerja dengan kejujuran dan tanggung jawab. dalam konteks Kebijakan pemerintah dapat mengintegrasikan nilai-nilai spiritual, seperti dukungan terhadap upacara keagamaan dan pemeliharaan tempat suci, yang sejalan dengan pelaksanaan THK di Bali, contohnya melalui dukungan terhadap hari raya dan ritual yang dijabarkan oleh Dinas Kebudayaan setempat
- Pawongan (Hubungan dengan Sesama Manusia): Pemerintah menerapkan kebijakan berpihak pada kesejahteraan masyarakat, seperti peningkatan pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat. Kebijakan yang menumbuhkan keharmonisan sosial, rasa hormat, saling menyayangi, dan gotong royong. Pemerintah dapat mendukung kegiatan sosial berbasis komunitas yang memperkuat rasa persaudaraan dan kesetiakawanan sosial, seperti yang tercermin dalam kegiatan Satgas Gotong Royong di Buleleng.
- Palemahan (Hubungan dengan Alam dan Lingkungan): Kebijakan publik memperhatikan kelestarian lingkungan melalui pembangunan berkelanjutan, penataan ruang hijau, dan pengelolaan sampah. Kebijakan pembangunan harus berwawasan lingkungan, seperti penekanan pada kelestarian alam, pengelolaan sumber daya alam secara bijak, dan pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini juga didukung oleh konsep Tri Hita Karana dalam tata ruang dan perumahan tradisional di Bali.
Contoh implementasi spesifik
Dukungan pada pelestarian budaya dan ritual:
Kebijakan pemerintah mendukung pelestarian tradisi dan upacara keagamaan yang merupakan bagian dari Parahyangan.
Program pemberdayaan masyarakat:
Kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, seperti program pengentasan kemiskinan dan dukungan terhadap UMKM, serta program pemberdayaan masyarakat di bidang keagamaan dan sosial budaya.
Pengelolaan lingkungan hidup: