Mohon tunggu...
Kacong Tarbuka
Kacong Tarbuka Mohon Tunggu... Media -

Hidup di tengah masyarakat agamis-kontekstualis membuat saya harus banyak belajar pada realitas. Terlalu banyak orang yang gampang mengkafirkan sesama, dan jarang orang yang bisa mengakui kesalahan, khususnya dalam perjalanan beragama. Mencari ketenangan dengan menulis, berkarya, serta mengangkat ketimpangan sosial menjadi bermartabat. Salam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kembali Pulang; Habib Rizieq Shihab

31 Januari 2018   15:41 Diperbarui: 31 Januari 2018   17:38 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu Rizieq

Ya. Ini yang menurut saya 'manis'   dibahas. Kenapa tidak situasi politiknya? Tidak terlalu menarik, mengsyeng. Berbicara 'dalang' demonstrasi 212, secara abstrak seya cebur neraka, bahkan dimungkinkan kena pasal hate speech. Indonesia sudah layak disebut negeri lapor. Genting-gak-genting, laporan menggema dimana-mana. Ibarat anak kecil, pola pikirnya masih dini, sehingga yang terjadi dalam hidupnya bermuara pada senggol bacok.

Haruskan Rizieq ditinggalkan usai isu asusilanya? Tak jelas, isu tersebut nyata atau tidak. Sebab dalam dunia pers,  nyata dan fakta mempunyai perbedaan yang cukup kentara. Saya tidak mungkin mengklaim dini, terkait kasus tersebut. lebih baik diam, dan ikut arus saja. Apakah disebut tidak punya statement? Jelas punya. Jika tak punya statement, mungkin saya akan menulis lepas, terkait kasus Rizieq, dan saya muntahkan kemana-mana.

Menjawab pertanyaan ini, haruskan Rizieq ditinggalkan usai isu asusilanya?  Jawabanya, jangan. Jawaban tersebut, bukan berarti saya pro Rizieq, atau representasi dari pengikutnya, tidak juga. Tidak suka hari ini, bukan justifikasi untuk tahun selanjutnya. Tapi jujur, saya kurang ngeh terhadap imam besar tersebut. Jangan Tanya alasan, sebab itu urusan hati dengan tuhan.

Oke, Rizieq manusia biasa yang bisa berbuat salah. Artinya apa?  Kesalahan besar jika para pengikut Rizieq angkat kaki, musabab kasus asusilanya. Tak etis. Seyogyanya, kita tak pernah menyembah nama, atau perbuatan. Dia tetap Habib Rizieq. Dia berbuat asusila? Jangan syok, ambil yang baik. Persoalan manusia tetap tidak berubah, satu kesalahan manusia, tampak besar dimatanya. Itu yang menyebabkan, kita yang di "Indonesia" ini bisa dipecut oleh bangsa lain. Anehnya, dipecutnya bukan dengan bangsa lain, melainkan bangsa sendiri. Ya, kita di Indonesia, tak juga perlu menyalahkan, mari rubuhkan yang perlu dirubah. Jika perlu dekonstruksi.

Diangkat Imam Besar


Saya lahir dari Madura yang notabene-nya, kaum NU alias agama NU. Hanya di Madura NU menjadi agama. Selain NU bukan Islam, begitu slogan kerennya. Sejak negeri ini menjadi panggung Habib Rizieq dalam rangka pembelaan terhadap penistaan Al-Quran, nama ia tenar. Mengalahkan ketenaran, suku bunga KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang belum lama ini turun menjadi 0,3, atau bahkan mengalahkan pesona ditutupnya Alexis. Dua kata, keren dan jago.

Diketahui, sejak dulu, Madura mempunyai keresahan integral dengan Habib Rizieq, sebab dengan gampangnya ia mencaci-maki Gusdur, tak hanya itu, ormas besutan dia dinilai kurang baik. Entah cara sosialnya atau apapun, saya belum bisa menganalisis, dan tidak terlalu mau tau masalah itu. Yang jelas, dulu-kehadirannya tidak begitu diperhitungkan. Alias selow.

Tapi semuanya berubah. Kasus Ahok menjadi salah-satu mobilitas dalam rangkan naiknya popularitas, bahkan berjilid-jilid. Ia bak, Jagad Satria yang digidok di kawah candradimuka. Cerdas, kuat, siaga setiap waktu (pendekar) tanpa pilih tanding.

Rizieq manusia

Isu asusila, yang saat ini melilit Rizieq, tak menjadi alasan untuk meninggal-kan Rizieq. Pertama, Jika itu terjadi bagi pengikut dia, benar-benar tak tau diri. Menikmati saat lagi diujung, dan pergi saat tersungkur. Jika saya jadi Rizeq, akan saya pisyui orang tersebut, atau saya blacklist dari radar umat, apalagi dia telah dibabtis keturuan Nabi Muhammad ke-30 entah bagaimana pola kalkulatornya, tapi kita nikmati saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun