Mohon tunggu...
ARES REVA
ARES REVA Mohon Tunggu... Administrasi - Bookish

Hi, visit me ya di Ceritaaresreva.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konsep Autentik Menggantung di PKH Ranah Jawa Timur

2 Maret 2019   21:04 Diperbarui: 2 Maret 2019   21:08 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: keuangan.kontan.co.id


Merana di Ranah Kemiskinan

Manusia merana di antara ranah kemiskinan. Tidak ada yang mampu melepaskan rantai itu, walaupun banyak sekali kebijakan pemerintah di seluruh dunia menuntaskan permasalahan tersebut. Baik itu bidang kesehatan dan pendidikan. Kemiskinan memang menyebabkan banyak masalah kesehatan lainnya, dan gizi buruk memperpendek angka harapan hidup, bahkan di negara terkaya di muka bumi.

Diskriminasi yang tidak adil kerap kali malah lama-kelamaan bertambah buruk, bukan membaik. Uang mendatangkan uang, sementara kemiskinan mendatangkan kemiskinan. Pendidikan mendatangkan pendidikan, sementara kebodohan mendatangkan kebodohan.

Sebelum abad ke 15, Eropa hanyalah kurcaci ekonomi yang dikalahkan oleh Asia. Saat itu orang Eropa berhasil menaklukan Amerika dan merebut supremasi di laut karena Asia tidak sama sekali tertarik. Pada 1775, 80% ekonomi dunia justru hanya berputar di Asia. Ekonomi gabungan India saja hanya 2 pertiga produksi global. Pada 1950, Eropa baru saja memegang ketat ekonomi dunia.

Dalam hal ini, dapat disimpulkan bila negara yang saat ini kaya pun, juga pernah memiliki permasalahan yang sama seperti Negara kita yaitu dalam penguasaan Ekonomi. Mungkin pad Eropa, bisa terbebas dari bentuk kemiskinan terparah. 

Menurut Yuval Noah Harari dalam buku Sapiens (2017:316) menuliskan bahwa sepanjang sejarah  masyarakat telah menderita dua macam kemiskinan:kemiskinan sosial, yang mencegah sejumlah orang mendapatkan kesempatan yang tersedia bagi orang lain; dan kemiskinan biologis, yang membahayakan nyawa individu akibat kurangnya makanan dan tempat tinggal. 

Sampai belum lama ini, sebagian besar orang mengambang dekat sekali dengan kemiskinan biologis. Banyak negara yang membuat kebijakan penting agar mampu mencegah kemiskinan biologis yang mampu merusak raksasa ekonomi di negara mereka.Orang-orang yang pernah menjadi korban dalam sejarah berkemungkinan akan menjadi korban lagi. Saat perekonomian ASEAN kritis, sistem bantuan sosial bagi kaum miskin sudah disarankan oleh bank dunia. Kebijakan ini sangat dipengaruhi oleh organisasi internasional sementara itu Indonesia mengalami kekacauan politik. Melalui penerapan skema sementara, pemerintah Indonesia mengakui perlunya program bantuan sosial, sehingga membuat pemerintahan indonesia memfasilitasi program Bantuan Tunai Bersyarat.

Hak Kebahagian Mengonsepkan PKH

Posisi Indonesia dalam Human Development Index (HDI) tahun 2007 berada pada urutan 108 dari 177 negara, dengan nilai index sebesar 0,728. Ranking Indonesia ini jauh dibawah beberapa negara Asia Tenggara lainnya (Sulistyastuti, Dyah R 2007:159). Yang dilakukan Indonesia untuk mempertahankan raksasa ekonomi mereka, mengefesiensikan dengan menggunakan Program Jaring Pengaman (1999), bantuan langsung Tunai (BLT), kemudian tahun 2007, nama itu berubah menjadi Program Keluarga Harapan (PKH). 

Program PKH adalah instrumen kebijakan dari pemerintah untuk rumah tangga sangat miskin (RSTM), jika mereka memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, yaitu pendidikan dan kesehatan. Di negara lain, kebijakan ini sudah berlaku dengan nama istilah aslinya yaitu, conditional cash transfer (CCT), yang diterjemahkan bantuan tunai bersyarat.

Sebelum PKH dicetuskan di Indonesia, tiga pejabat Indonesia menghadiri konferensi Internasional bank dunia yang ketiga tentang transfer tunai bersyarat di Istanbul, Turki, di mana mereka diperkenalkan oleh para pakar internasional untuk program CCT yang sukses dam persyaratan kelembagaan untuk implementasi yang efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun