Mendung. Langit pagi kota Manggar terasa sendu. Jalanan pun terlihat lenggang. Jejeran warung kopi sedikit demi sedikit mulai menyapa saya saat memasuki kota kecil di Kabupaten Belitung Timur ini. "Selamat datang di Manggar, kota 1001 warung kopi".
Paska booming film Laskar Pelangi beberapa tahun lalu, wisata Kepulauan Belitung semakin digalakkan oleh Pemerintah Daerah. Potensi kekayaan alam mulai digali dan sarana infrastruktur daerah terus diperbaiki. Selain dikenal sebagai daerah penghasil timah, lada putih dan sebagai tujuan destinasi wisata alam, Belitung juga dikenal dengan Wisata Kopinya, tepatnya, Wisata Warung Kopi (Warkop).
Meski Belitung bukan daerah penghasil kopi karena sebagian besar biji kopi didatangkan dari pulau Jawa dan Lampung, akan tetapi, tradisi nyruput kopi di warung kopi oleh masyarakat Belitung sudah populer dan berakar sejak lama. Kebiasaan ini dimulai dari kisah para pekerja timah yang sering kongko di warung kopi untuk beristirahat setelah lelah bekerja.
Banyaknya warung kopi di Manggar bukan berarti persaingan bisnis menjadi tidak sehat, tidak perlu khawatir, di sini setiap warung sudah punya pelanggan, setiap cangkir kopi sudah punya nasibnya masing-masing. Ini terlihat jelas dari banyaknya warung kopi yang berdekatan, warung dengan ukuran besar atau kecil, jam buka pagi atau malam setiap meja Warkop di sana selalu penuh terisi oleh para peminatnya.
Setelah 2 kali mengelilingi Tugu 1001 Warung Kopi dan berkali-kali bertanya, akhirnya saya sampai di Warkop Anui, salah satu Warung kopi tertua di Kabupaten Manggar. Warkop Anui populer karena sering mendapat highlight dari para pecinta kuliner. Berdiri sejak tahun 1982, sampai sekarang, Warkop Anui tetap digandrungi oleh para pelanggannya.
Lupakan dekorasi yang dipaksa terlihat artsy seperti coffee shop modern -yang harga segelas kopinya luar biasa nylekit. Di Warkop Anui, Anda hanya akan melihat deretan meja panjang dari kayu yang sudah kusam, ceret-ceret besar dan ruangan yang terlihat otentik. Tidak banyak elemen dekorasi modern, karena sejak awal berdiri, Warkop Anui tetap mempertahankan dekorasi khas warung kopi zaman dulu.
Mau pesan apa bang? Kata pelayan warung sambil sibuk membersihkan meja dari ceceran sisa kopi. Saya pesan kopi susu dan kopi O (Kopi Only = Kopi hitam), mba.
Dari banyaknya catatan tentang sejarah budaya ngopi di belitung. Kebiasaan kongko di warung kopi dahulu sering dilakukan oleh para buruh timah untuk sekedar melepas penat setelah seharian bekerja. Berbincang tentang problematika pribadi dan hal remeh-temeh, barangkali, membuat mereka menjadi hangat dan merasa serupa, merasa senasib seperjuangan.