Mohon tunggu...
Adrian Kaborang
Adrian Kaborang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

You may say I am a dreamer but I am not the only one

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menguak Misteri RUU KUHP, Mahasiswa dan Hubungannya dengan Presiden Joko Widodo

25 September 2019   21:59 Diperbarui: 26 September 2019   03:57 1511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belakangan ini publik kita lagi dihebohkan dengan rencana pengesahan RKUHP oleh DPR RI. Ada banyak pasal yang terdapat disana menjadi polemik mulai dari pasal tentang kumpul kebo sampai pasal tentang penghinaan presiden.

Hal ini menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Sebagian mendukung disahkannya RKUHP ini tapi gejolak mulai muncul di daerah-daerah utamanya dari kelompok-kelompok mahasiswa. RKUHP diajukan oleh DPR dimana dalam pelaksananaanya terdapat pasal-pasal yang menjadi kontroversi besar.

Salah satu isu yang diperbincangkan adalah akan ada ancaman perempuan ditangkapi bila pulang malam dan bahkan akan didenda sebesar Rp 1 juta.

Nah yang menjadi polemik adalah bagaimana dengan para perempuan yang entah karena tuntutan pakerjaan harus pulang larut malam seperti tenaga medis, para ibu-ibu yang harus bekerja sampai larut malam hanya untuk sekedar mencari sesuap nasi.

Apakah mereka akan ditangkap juga? Lalu bagaimana dengan tenaga medis seperti bidan dan perawat? Apapakah ketika ada seseorang yang akan melahirkan dan butuh pertolongan dengan segera, apakah mereka akan diam saja karena takut mereka akan ditangkap ketika keluar malam?

Kalau begitu semisalnya ada kondisi darurat melahirkan maka solusinya bawa saja ke gedung DPR biar ditangani disana. Sungguh sebuah ironi yang menyedihkan!!!

Isu-isu tadi tidak luput dari pengamatan. Banyak gerakan-gerakan mahasiswa turun ke jalan untuk berunjuk rasa dan berdemo menentang pengesahan RKUHP oleh pemerintah dan juga DPR seperti gerakan Gejayan, unjuk rasa di depan kampus UGM, demo di UPI Bandung dan di berbagai titik di seluruh negeri utamanya di ibukota. 

Gerakan-gerakan tadi menyuarakan betapa kerdilnya paham para elite politik nengeri ini yang konon katanya merupakan wakil rakyat tapi apa yang mereka lakukan sama sekali bertentangan dengan kehendak rakyat itu sendiri.

Pasal-pasal dalam RKUHP di nilai lebih memberatkan rakyat kecil pada umumnya. Hal inilah yang mendorong presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan RUU KUHP tersebut.

Tapi hal ini tidak memuaskan kalangan mahasiswa yang menuntut untuk tidak mengesahkan sama sekali pasal-pasal yang kontroversial dalam RKUHP tersebut. Kita ambil contoh tentang pasal soal korupsi yang memuat hukuman bagi pelaku korupsi yang lebih rendah daripada UU Tipikor.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai hal ini bisa memicu praktek "jual beli pasal". Seperti yang disadur dari halaman tirto.id, misalnya, pasal 603 RUU KUHP mengatur pelaku korupsi dihukum seumur hidup atau paling sedikit 2 tahun penjara dan maksimal 20 tahun.

Pasal 604 RUU KUHP mengatur hukuman sama persis bagi pelaku penyalahgunaan wewenang untuk korupsi. Lalu, pasal 605 mengatur hukuman ke pemberi suap minimal 1 tahun bui dan maksimal 5 tahun.

Pasal 605 pun mengancam PNS dan penyelenggara negara penerima suap dengan penjara minimal 1 tahun, serta maksimal 6 tahun.

Sedangkan pasal 2 UU Tipikor, mengatur hukuman bagi pelaku korupsi ialah pidana seumur hidup atau penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. UU Tipikor pasal 5 memang memuat aturan hukuman bagi pemberi suap mirip dengan pasal 605 RUU KUHP.

Akan tetapi, pasal 6 UU Tipikor mengatur hukuman lebih berat bagi penyuap hakim, yakni 3-15 tahun bui. Bahkan, Pasal 12 UU Tipikor huruf (a) mengatur hukuman bagi pejabat negara atau hakim penerima suap: pidana seumur hidup atau penjara 4-20 tahun.

Tidak heran, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM, Zaenur Rohman menilai RUU KUHP merupakan salah satu rancangan beleid yang, "memanjakan para koruptor".

Di tengah maraknya aksi demontrasi mahasiswa, ada juga isu bahwa gerakan mahasiswa turun ke jalan juga ditunggangi muatan politik dimana ada beberapa oknum yang memanfaatkan situasi ini untuk melengserkan presiden Joko Widodo.

Kita tidak mau menuduh siapa yang menunggangi aksi mahasiswa dan juga apakah para mahasiswa dibayar oleh oknum-oknum tertentu yang tidak suka dengan presiden sehingga unjuk rasa dipilih sebagai salah satu cara untuk melengserkan presiden.

Ketika unjuk rasa sudah melebar kemana-mana maka nantinya akan ada mosi tidak percaya kepada presiden sehingga lebih memudahkan bagi mereka untuk menurunkan presiden.

Tapi yang penulis mau tekankan disini adalah bahwa keputusan-keputusan tentang RUU KUHP yang disahkan oleh pemerintah bersama DPR telah menjadi polemik yang sepertinya tidak akan ada habisnya sampai semua tuntutan para mahasiswa dikabulkan.

Harapan penulis dan juga harapan kita semua adalah gerakan mahasiswa murni untuk menentang pengesahan RKUHP tanpa ditunggangi unsur muatan politik dibaliknya serta aksi-aksi dijalankan sesuai dengan unsur-unsur demokrasi yang sudah sewajarnya.

Seperti yang penulis kutip dari sebuah talkshow di sebuah TV swasta bahwasanya hari ini negara kita tidak baik-baik saja dan tidak di koor dengan prinsip-prinsip yang demokratis. Salam persatuan!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun