PTT-HONORER DATABASE BKN (R2-R3) DI SELURUH INDONESIA BERHAK JADI PPPK PENUH WAKTU
Nasib PTT (Pegawai Tidak Tetap) atau Tenaga Honorer yang bekerja di instansi pemerintah kini berada di ujung tanduk. Berdasarkan UU Aparatur Sipil Negara (ASN), PTT atau tenaga honorer akan diangkat menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja). Amanah Menpan RB jelas bahwa SELURUH PTT/HONORER YANG SUDAH MASUK DATABASE BKN HARUS DIANGKAT JADI PPPK PENUH WAKTU.
Namun, beberapa waktu lalu muncul Keputusan MenPAN RB Nomor 16 Tahun 2025 yang mengangkat honorer R2 dan R3 menjadi PPPK Paruh Waktu. Keputusan dianggap tidak memadai oleh para tenaga PTT-Honorer, karena tidak sesuai dengan harkat dan martabat para PTT-Honoere yang harusnya disamakan dengan ASN. Oleh banyak kalangan, hal ini tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan tidak ber-keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, jenis , porsi serta beban kerja para PTT-Honorer tidak berbeda dengan para ASN, bahkan terkesaan lebih berat. Namun mengepa Pemerintah seolah-olah memandang sebelah mata akan hal ini. Pertanyaan besarnya adalah : "Dimanakah Negara saat rakyat membutuhkannya?" Â Â
Permasalahan lain yang multi interpretasi adalah  bahwa jika mengacu pada pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), memastikan tidak ada lagi tenaga PTT/Honorer di instansi pemerintah setelah 2024. Pemerintah Pusat harus memberikan solusi terbaik kepada seluruh PTT atau Tenaga Honorer yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia yang jumlahnya tidak sedikit.
Berdasar PP No. 49 tahun 2018, tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada Bab III, Â Pasal 6, yang menyebutkan bahwa : "Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan." Ini berarti bahwa setiap PTT atau Honorer berhak untuk menjadi PPPK.
Terlebih jika kembali kepada Pernyataan Menpan RB, bahwa Pada tahun 2025 sudah tidak ada lagi tenaga PTT/Honorer, maka tak ada jalan lain selain mengangkat  seluruh Tenaga PTT/Honorer yang ada dan menjadi beban Pemerintah Pusat untuk menggajinya.
Lombok Tengah misalnya, sebagai salah satu Kabupaten yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Barat, ada lebih dari 5000 Pegawai Tidak Petap (PTT)atau Honorer yang bekerja di instansi pemerintah dan melakukan pekerjaan seperti halnya yang dilakukan oleh ASN/Pegawai Negeri di berbagai dinas yang ada, seperti Petugas Administrasi dan tata Usaha di Dinas Pendidikan, ataupun Petugas Administrasi di Dinas Dukcapil, Kelurahan/Desa, Dinas Sosial, BPKAD, Polisi Pamong Praja (Pol. PP), Dinas Koperasi, Dinas BLK, DisPORA, Dinas PU, Bappeda, ataupun Tenaga Administrasi yang bekerja dan turut membantu operasional di Rumah Sakit dan Puskesmas, terutama dalam Klaim JKN. Mereka memang tidak melayani pasien, namun sangat memberikan kontribusi positif terhadap pengklaiman pasien JKN-BPJS sehingga Berkas Klaim di Rumah Sakit dan Puskesmas terbayar dan bisa digunakan untuk operasional sehari-hari disamping tenaga medis dan paramedis seperti dokter, dan tenga kesehatan lainnya (Nutrisionist, Radiografer, Farmasi, Pembantu Apoteker, Perekam Medis, dan Tenaga Kesehatan lainnya).
PTT-Honorer sudah bekerja lama di instansi  pemerintah , bahkan hingga belasan tahun. Sepatutnya dan selayaknyalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mencarikan solusi dari permasalahan ini mengingat pengabdian PTT yang sudah lama  dengan mengapresiasi para PTT dan atau Honorer menjadi PPPK PENUIH WAKTU.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI