Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menakar Peluang Sylviana Murni sebagai Cawagub DKI

8 September 2016   18:39 Diperbarui: 9 September 2016   12:02 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: newsth.com

Bagi saya pribadi munculnya nama Sylviana Murni dalam bursa Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, yang disebut mendampingi Sandiaga Uno justru adalah hal yang menarik. Sekalipun Ketua Tim Penjaringan Pilkada DKI dari Partai Gerindra, Syarif, mengatakan, pihaknya lebih melihat Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo menjadi kandidat cawagub terkuat yang akan diusung Partai Gerindra, selain kandidat lain Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah. Tim Uno sebaiknya membuat hitung-hitungan tidak hanya elektabilitas saat ini, tetapi juga kemudian hari. Sylviana Murni punya beberapa modal kuat.

Sekda DKI Jakarta ini bukan saja punya latar belakang birokrat tulen sebagai modal utamanya-benar-benar merangkak dari bawah seperti halnya Fauzie Bowo. Hanya saja berkaitan dengan karir di birokrasi Sylviana relatif lebih diam dan tidak terlalu banyak diekspos media dibanding seniornya Fauzie Bowo. Tetapi karena justru lebih diam dan tidak menonjolkan diri, dia punya kesempatan menampilkan pencitraan yang bersahaja.

Perempuan kelahiran Jakarta 11 Oktober 1958 ini memulai karirnya Staf Penatar BP-7 DKI 1985-1987 dan kemudian menjadi Staf Biro Pembinaan Mental (Bintal) DKI 1987-1989, Kepala Sub Bagian Pendidikan Luar Sekolah Biro Bintal DKI 1989-1991, Kepala Sub Bagian Seni Budaya Biro Bintal DKI 1991-1995, Kepala Bagian Kebudayaan Biro Bintal DKI 1995-1997 dan menjadi anggota DPRD DKI Jakarta 1997 hingga 1999.

Peraih gelar doktoral Manajemen Pendidikan Fakultas Kependidikan Universitas Negeri Jakarta 2005 ini kemudian kembali ke jalur birokrat menjadi Kepala Biro Bina Sosial DKI 1999-2001, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DKCS) DKI 2001-2004, Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI 2004-2008, dan Wali Kota Jakarta Pusat 2008-2013. Dia juga pernah pejabat pelaksana tugas (PLT) kepala satuan polisi pamong praja (PP) ditunjuk Jokowi.

Puteri Betawi
Modal kedua Sylviana Murni lebih Betawi dibanding seniornya Fauzie Bowo. Etnis Betawi disebut 28% dari penduduk Jakarta dan etnis yang kerap dipinggirkan oleh pembangunan Jakarta. Saya kira memang sudah seharusnya seorang dari Etnis Betawi mendapat kesempatan jabatan memimpin ibu kota. Puteri ketiga dari sepuluh bersaudara ini seratus persen Betawi. Ayahandanya, H. Dani Moerdjani merupakan anggota TNI dengan pangkat terakhir Kolonel, berasal dari Rawa Bunga, Jakarta Timur. Sedangkan Hj. Ni’mah, sang ibu, berasal dari Cikini, Jakarta Pusat. Sylvana pernah membentuk Persatuan Wanita Betawi (PWB) dan pernah menjadi Sekretaris Bamus Betawi (1988-2001) dan Sekretaris Umum Persatuan Wanita Betawi (PWB) pada 1988-1993.

Sylvania Murni (kredit foto https://sylvianamurni.files.wordpress.com/2012/04/sylviana-murni-041.jpg)
Sylvania Murni (kredit foto https://sylvianamurni.files.wordpress.com/2012/04/sylviana-murni-041.jpg)
Etnis Betawi tidak punya pemimpin yang segigih saudara-saudaranya, sekaligus tetangganya dari Etnis Sunda. Sejarah mencatat pada 1950-an gerakan kedaerahan yang dipelopori oleh Front Pemuda Sunda mampu membuat pemerintah pusat akhirnya mengakomodasi berdirinya Universitas Padjadjaran pada 1957 dan berkat sejumlah tokoh Sunda merintis Universitas Pasundan. Jumlah kalangan etnis Sunda terdidik meningkat, membuat multiple effect tidak saja di komposisi PNS yang semula didominasi orang di luar etnis Sunda, tetapi juga membuat budaya Sunda menjadi bertransformasi.

Ditambah tokoh-tokoh di bidang budaya juga begitu gigih memodernisasikan kesenian Sunda bisa bertahan menghadapi serbuan budaya Hollywood, seperti Maung Udjo, Mang Koko, Daeng Soetigna, dan sebagainya bahkan bisa membuat kesenian Sunda mendunia. Saya percaya bahwa keberhasilan pendidikan yang membuat Kota Bandung menjadi kota yang kreatif, termasuk bidang musik karena dirintis oleh orang-orang yang terdidik. Secara tak langsung adalah buah dari perjuangan tokoh-tokoh Sunda.

Kesenian Betawi sepertinya masih jalan ditempat. Memang ada tokoh Benyamin yang pernah membuat lagu-lagu Betawi menjadi dinamis pada 1970-an, tetapi setelah itu? Catatan lain Unpad punya Jurusan Sastra Sunda dan pelajaran Bahasa Sunda masuk menjadi muatan lokal, membuat sebagian anak-anak muda di Bandung dan berapa kota bangga mempertunjukkan kesenian Sunda dalam bentuk tradisi namun juga dengan sentuhan modern, seperti etnik jazz. Bahkan Wali Kota Bandung mempunyai program Rabu Nyunda yang diikuti tidak saja lapisan yang terkait dengan pemerintah tetapi warga. Jakarta setiap Jumat memang ada berbaju khas Betawi setidaknya saya lihat oleh kru Tans Jakarta. Tetapi tidak secara luas diikuti warganya.

Sudah saatnya budaya, termasuk kesenian, sastra dan bahasa, sejarah Betawi dipelajari di perguruan tinggi setara dengan Sastra Jawa, Sastra Melayu, Sastra Sunda. Kalau tidak memungkinkan untuk strata satu, bisa dibentuk studi kajian Betawi dan metropolitan yang melibatkan lintas disiplin secara serius untuk mendorong dinamisasi budaya Betawi, termasuk keseniannya. Mengapa tidak dicobakan di sejumlah sekolah muatan lokal tentang Betawi?

Tentunya juga kajian Betawi menghimpun data base tentang siapa saja yang jadi tokoh Betawi sejak abad ke 18 (dipercaya terbentuknya Etnis Betawi) dan bukan hanya Muhamad Husni Thamrin, tetapi juga tokoh-tokoh seperti Pitung, Jiih dan mungkin masih banyak lagi. Saya tidak tahu Bamus (Badan Musyawarah Masyarakat) Betawi punya database sejauh mana, termasuk juga kuliner Betawi. Kajian juga menyangkut orang Tugu, Tionghoa dan Arab Betawi yang turun-temurun hingga berasimilasi. Sastra Betawi juga masih sedikit dikaji dan saya hanya kenal cerita soal Si Jampang karena dimuat dalam Pos Kota.

Pemberdayaan ekonomi terhadap orang Betawi juga bisa menjadi perhatian Sylviana Murni. Memang untuk usaha tertentu seperti kuliner, kontrakan dan agrobisnis, dijalankan oleh orang Betawi. Di pinggiran Jakarta dan Depok masih ada warung kelontong yang dijalankan pengusaha Betawi. Di Cinere ada warung kelontong dimiliki orang Betawi yang sudah puluhan tahun masih eksis dan ada pengusaha Betawi yang memiliki sejumlah ruko. Seharusnya yang seperti ini diperbanyak dan bukan hanya profesi marjinal. Kultur yang agamis bisa menjadi etos mendorong entrepreneurship dan inilah yang harus didukung oleh Pemprov DKI Jakarta agar 'orang asli Jakarta' ini tidak selalu dipinggirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun