Sebelum menjawab tantangan Event Kemerdekaan Click 2025, saya bertanya dulu pada diri saya, kapan pertama kali naik commuter? Seingat saya sewaktu duduk di bangku SMA 28 kelas satu, semester pertama 1983 Â ketika diajak study tour oleh teman-teman PMR dengan Pak Suhartono sebagai pembina ke Kebun Raya Bogor. Waktu itu namanya masih KRL Jabodetabek.Â
Baca: Kenangan Study Tour
Kami berangkat dari Pasarminggu ke Stasiun Bogor, keretanya tidak sebagus sekarang, karcisnya kecil dan "dijegleg" oleh masinis, ya, tetapi karena berangkat beramai-ramai terasa menyenangkan di Hari Minggu yang cukup ramai.
Pedagang asongan berseliweran dan ada dari kami yang membeli tahu Sumedang sekadar cemilan, walau kami juga bawa bekal. Namun berkat kereta commuter ini perjalanan ke Bogor mudah dan murah, serta praktis karena langsung ke jantung kota dekat Kebun Raya. Benar-ebnar kereta rakyat dan tidak ada kelas-kelas.
Pada zaman kolonial menurut "De Locomotief Weekblad" Â 24 April 1910 Â kereta komuter ini dibagi beberapa kelas untuk jarak Stasiun Kota (Batavia) -Bogor (Buitenzorg masa itu) Â untuk jarak 56 kilometer karcis berlangganan antara 3,25 Â hingga 6,4 gulden dan kelas 2 sebesar 2,5 hingga 5 gulden dan untuk inlander 0,55 sen hingga 1,10 gulden.
Sementara Batavia-Depok dihitung 33 kilometer karcis berlangganan 2-3,5 gulden untuk kelas satu, kelas dua 1,25 hingga 2 gulden dan pribumi  33 hingga 66 sen.  Jalur kereta api Batavia-Bogor sudah ada sejak 1881.
Selain Batavia-Bogor, kereta komuter zaman Kolonial melayani Duri-Tangerang-Tanah Abang dan Weltervreden sejak 1895 (de "Locomotief Weekblad" 22 Juli 1896). Titik-titik stasiunnya sudah dihitung secara ekonomi, Manggarai, Pasarminggu dan belum ada Tebet dan Kalibata.
Berdasarkan jejak-jejak surat kabar kolonial bisa disimpulkan bahwa kereta komuter yang ada sekarang fondasinya dibangun sejak kolonial. Bahkan sudah sampai Rangkasbitung dan Anyer.Â
Tujuannya untuk mobilitas kepentingan orang Belanda tentunya-sekalipun juga pribumi bisa mengambil manfaat mengangkut hasil buminya. Kereta komuter ini di Batavia didukung jalur trem yang fungsinya menjadi feeder penumpang kereta komuter seperti Transjakarta dan Jaklingko sekarang.
Pada Oktober hingga Desember 1881 Kereta Komuter ini mampu mengangkut 23.823 penumpang dengan pendapatan 172.211,74 gulden.