Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wanadri dan Mapala 1964-1969, Awal Gerakan Pencinta Alam Indonesia

30 Maret 2024   00:05 Diperbarui: 30 Maret 2024   00:09 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gie dalam salah satu kegiatan pendakian-Foto: Catatan Seorang Demonstran/National Geographic.

Mereka kemudian turun dan tiba di batas hutan pukul 24.00 dan camping site pada pukul 02.00 untuk istirahat. Jam 05.00 mereka bangun  dan lima menit berjalan sampai di batas desa. Pukul 10.00 sudah tiba di Cirebon dan kemudian beristirahat di rumah nenek Syafei.

 Pada 8 Juni 1969 Gie melukiskan situasi Gunung Sindoro yang tidak terlalu indah. Hutan-hutannya botak karena kayu-kayunya banyak diambil Mereka hanya butuh empat jam untuk mencapai puncak.

Gie dalam catatan menceritakan tentang guide yang meminta uang lebih dan memberikan kesan mau memeras.  Namun dia menolak dan akhirnya guide itu minta maaf.

Pada Agustus 1969 Gie dan belasan rekannya mendaki Gunung Slamet, juga di tengah situasi politik yang masih kisruh, misalnya bentrokan antar Ansor dan GPM.  Rombongan Mapala berangkat dengan perbekalan 35 lontong, 50 serabi, jug-jug berisi air melalui perjalanan lebih sulit.  Kerap setiap kali minum hanya meneguk air setara secangkir.  Sekaleng kornet harus dibagi lima belas orang untuk menambah kalori.

Dalam tulisannya bertajuk Menaklukan Gunung Slamet Gie melukiskan bahwa hutan di gunung itu tidak seindah di Pangrango atau Merapi. Jalannya  berliku-liku. Untuk sampai puncak, mereka harus mengarungi tiga punggung bukit.

Yang menarik Gie ketika berada di Puncak Gunung Slamet menemukan tulisan di batu "Aku Pendukung Soekarno". Kawannya ada yang berniat menghapuskan, namun Gie melarangnya.

"Saya katakan kita harus menghormati the right of dissent. Dan setiap orang setuju atau tidak setuju dengan Soekarno," tulis Gie yang dimuat di buku Zaman Peralihan. 2005.

Gie juga menyinggung cerita yang menyebut Gunung Slamet angker.  Namun dia mengaku tidak percaya setan karena orang yang merasa melihat setan adalah yang paling lemah fisiknya dan mudah berhalusinasi.

"Saya pernah tidur sendirian di hutan selama satu jam dan tidak seekor setan pun datang berkunjung" ujar Gie.

Gie sendiri bersama rekannya Idhan meninggal dalam pendakian di atas Gunung Semeru pada Desember 1969. 

Jenazah mereka berdua sempat berada di puncak Semeru sekitar sepekan hingga berhasil dievakuasi dan dibawa pulang ke Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun