Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melacak Jejak Janda dalam Sejarah Indonesia

25 April 2021   17:16 Diperbarui: 25 April 2021   19:09 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sumber foto: https://radarsurabaya.jawapos.com/read/2020/01/19/175430/2149-wanita-muda-di-gresik-pilih-jadi-janda

Tokoh Itjih mempertanyakan jalan keluar harus menikah lagi bagi janda? Sebab memperoleh suami bukan dibeli seperti di pasar.  Seharusnya masyarakat menerima janda sebagai layaknya anggota masyarakat biasa (seperti halnya menerima gadis atau ibu rumah tangga).

Tokoh Itjih tampaknya menyuarakan kesetaraan jender masa itu malah menyebut ada perempuan yang lebih suka cerai dan jadi janda (karena berbagai persoalan). Janda seperti ini lebih suka hidup sendiri dan mencari nafkah sendiri.

Sementara Mang Brata kemudian membenarkan masyarakat kuran semestinya  memandang janda. Para istri cemas kalau suaminya bergaul dengan janda. Untuk itu para janda tidak akan merugikan bila memiliki kematangan dan sadar menghadapi lingkungan sekelilingnya dan menghindarkan segala kemungkinan buruk akibat godaan laki-laki.

Kalau menyimak ucapan Mang Brata, janda itu punya beban menjaga moralnya, sementara laki-laki (yang bersuami)  tidak harus menjaga moralnya dengan bergaul dengan janda.

Mang Brata juga menyebutkan janda cantik yang suaminya gugur dalam perjuangan kemerdekaan, memilih untuk membesarkan anaknya dan mencari nafkah sendiri.  Padahal yang mencintainya banyak sekali. 

Apa yang diungkapkan Mang Brata mungkin mengacu pada kemandirian jadi "single parent" (isu yang belum jadi wacana umum masa itu). Bagaimana dengan perempuan yang hanya jatuh cinta pada satu orang dan suaminya itu meninggal, apa dia harus menikah lagi untuk dapat prestise normal di mata  masyarakat.

Kategori Janda 

Saya tertarik pada yang diungkapkan Ahmad Ali Imron dalam artikelnya bertajuk "Status Janda dalam perspektif Gender" di e-journal UIN Malang pada 2009.

Imron membagi janda dalam tiga kategori, yang pertama janda yang tinggal mati suaminya dan memilih melanjutkan hidup sendiri, karena tidak ada sosok yang bisa menggantikan suaminya. Janda ini punya memori yang indah hingga sulit terlupakan.

Janda seperti ini cenderung mendapat respon yang positif di mata masyarakat, apalagi kalau terlihat keluarganya harmonis.  Tentu saja bagi janda-janda yang suaminya merupakan tentara yang berjasa bagi negara.

Tidak demikian dengan janda cerai, cenderung mendapat respon negatif, terutama dari kalangan ibu-ibu, yang memberi stigma bahwa janda adalah perempuan gatal dan gampangan. Ada juga yang disebut janda kembang, masih muda dan cantik, hingga banyak laki-laki mendekatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun