Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Guru Minda (6)

18 September 2020   18:18 Diperbarui: 18 September 2020   18:20 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Foto: Dunia.com

Kalau begitu bukankah masa depan adalah bagian dari sejarah? Pusing aku memikirannya. Aku pernah ajak Purbasari berdiskusi soal. Dia hanya menggeleng. "Dasar orang kahyangan, yang aku pikirkan hutan rusak, Kang!" cetusnya.

Prubasari benar. Harimau masuk kampung menyergap ternak. Prajurit Pasir Batang membunuh harimau dengan kejam dengan senjata api. Itu laporan dari Telik Sandi. Hal yang harusnya terjadi pada masa depan. Pernah harimau masuk kampung ini, aku halau dengan senjata high voltase. Harimau cukup takut.

Solusi akhirnya aku temukan. Babi hutan yang tersasar masuk kami tangkap dan dilepas di lingkungan hutan untuk makanan harimau.  Sejak itu harimau tidak pernah masuk lagi.

                                                                                         

Ilustrasi-Foto: Kekunoan.com
Ilustrasi-Foto: Kekunoan.com
Bulu di tubuhku sudah lebat. Tetapi  tidak tumbuh lagi seolah terhenti. Itu sejak dua bulan lalu. Bintik-bintik hitam di wajah Purbasari juga terhenti. Mungkin efek racun dari Nyi Ronde sudah maksimal, seperti halnya reaksi alergiku.  Pesona kecantikannya belum memudar.

Aku tidak memperdulikan lagi bisa kembali ke Titanium atau tidak.  Sepertinya sudah bahagia bisa mendampingi Purbasari.  Dia juga tidak memperdulikan Purbararang. Yang tidak setuju pindah ke tempat dia dan hidup berkecukupan.  Sayangnya, kami tidak bisa berhubungan dengan wilayah lain karena terkepung.  Mungkin itu juga sebab, kami dianggap belum menjadi ancaman.

Sore ini aku duduk dengan Purbasari di tepi dangau menghadap huma yang luas.  Aku sudah ingin menyatakan perasaan kasihku yang meluap-luap padanya.  Tetapi aku menahan diri.

"Sebetulnya aku tidak keberatan menyerahkan tahtaku kepada kakakku Purbararang, jika dia meminta baik-baik.  Walau itu pesan ayahku."

"Di mana ayahmu sekarang?"

"Meninggal dalam pertapaan dalam keadaan sedih. Setahun setelah Purbararang merebut kekuasaan," jawabnya.

"Di istana masih ada pengikut ayahmu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun