Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Dua Garis Biru", Film Edukasi Seks yang Tidak Menghakimi

29 Juni 2019   15:30 Diperbarui: 29 Juni 2019   21:50 2472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zara JKT 48 dan Angga Yunanda dalam

Hingga pertengahan 2019 ini hanya dua film Indonesia yang meninggalkan kesan yang dalam bagi saya (lebih dari kata anak sekarang baper), yang pertama "Dilan 1991" seperti juga "Dilan 1990", membawa romantis historis dan mendorong saya ingin segera hijrah ke Bandung, dan yang kedua adalah "Dua Garis Biru".

Film yang disutradarai oleh Gina S Noer ini dibuka dengan cantik lewat adegan pengumuman nilai suatu mata pelajaran.

"Siapa yang dapat nilai 100?" Dara (Zara JKT 48) pun berdiri. 

Gurunya berucap, "Masa depannya cerah." Kemudian pertanyaan dilanjutkan hingga nilai yang semakin kecil dan akhirnya pada angka 40. Teman sebangku Dara, Bima berdiri dengan ragu. Gurunya mencela, "Tidak ada masa depan, malu dengan yang sebelahnya." Bima dicemooh, namun menimpali, "Yang penting tidak nyontek". Bima jujur apa adanya dan Dara tidak merendahkannya.

Sederhana dan meninggalkan kesan bahwa dua tokoh utama dalam film ini bukan manusia yang sempurna dan siapa pun bisa seperti mereka. Salah satu opening scene dalam film Indonesia yang tidak biasa. Film remaja era 1980-an yang seperti "Gita Cinta dari SMA" menampilkan sepasang remaja yang sama pintarnya, walau cowoknya miskin namun gentle. 

Dalam "Dua Garis Biru", tidak demikian Bima tidak pintar, dari keluarga bersahaja, tetapi Dara yang datang dari keluarga orang berada tetap terpikat. Bima bukan Rangga dalam "Ada Apa dengan Cinta" yang antisosial dan unik, Bima biasa saja, tetapi peduli pada Dara. Gadis itu menganggap Bima lucu, hingga mendadaninya seperti aktor Korea yang dianggap "suami-suami"-nya yang terpajang di dinding kamar. Sampai mereka berbuat khilaf. Dara pun hamil.

Tema hamil di luar nikah bukan hal yang baru juga dalam sejarah perfilman Indonesia. Pada 1980-an ada film "Yang di Bawah Umur" yang dibintangi oleh Gusti Randa dan Gladys Suwandhi dan "Biarkan Kami Bercinta" (diangkat dari novel karya Mira W berjudul "Dari Jendela SMP") dibintangi Dina Mariana dan Gusti Randa. Bahkan ada sinetron "Pernikahan Dini" yang melambungkan nama Agnes Monica. 

Yang membedakannya ialah "Dua Garis Biru" memberikan penyelesaian yang tidak biasa dan tidak menghakimi remaja yang berbuat khilaf ini. Si Cowok bukan anak broken home seperti Jaka dalam "Biarkan Kami Bercinta", berandalan yang punya masa lalu kelam, tetapi anak yang menyadari dia khilaf dan tetap salat.

Para orangtuanya tentu saja meradang. Tapi baik orangtua Dara, Rika (Lulu Tobing) dan suaminya David (Dwi Sasono), serta orangtua Bima, Rudy (Arsewendy Bening Swara) dan Yuni (Cut Mini) tidak berlebihan dan kalang kabut seperti orangtua Dini dalam sinetron "Pernikahan Dini", marah iya, tetapi nasi jadi bubur. Mereka juga merasa gagal jadi orangtua.

Dialog antara Bima dengan ibunya begitu menyentuh. Bima bilang, "Kalau Bima masuk neraka, ibu jangan ikut ya?" Namun Ibunya menanggapi dengan bijak. "Kok, bisa ya kamu begitu. Bukankah setiap ada film yang ada adegan ciumannya, mata kamu ibu tutup". 

Bima pun bertanya, "Memang Ibu dan Bapak bisa ciuman karena menonton film yang ada adegan ciumannya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun