Saya menonton Galih dan Ratna pada hari pertama penayangannya sekalipun pada jam pertunjukkan terakhir. Film yang disutradarai oleh Lucky Kuswandi ini bukan saja remake, tetapi merupakan tafsir baru-dari film Gita Cinta dari SMA yang dirilis pada 1979. Sekalipun "ideologi" film yang terinspirasi dari novel karya Eddy D Iskandar ini masih terasa, yaitu betapa manisnya kenangan jatuh cinta pada masa SMA, serta hubungan cinta antara pasangan yang berbeda status secara ekonomi.
Galih dan Ratna merupakan sebuah "counter culture" di tengah booming film dan sinetron remaja yang cenderung menjual mimpi hedonisme, seperti naik mobil mewah, pelesir di luar negeri, tanpa mengajak penonton memikirkan bagaimana mereka bisa meraih kehidupan seperti itu. Sekalipun Ratna anak orang kaya tetapi digambarkan tidak sungkan naik turun angkot, membonceng Galih mengendarai sepeda motor tua, masuk pasar tradisional.
Selain itu suasana sekolah benar-benar digambarkan sebagaimana sekolah sebenarnya. Guru yang mengajar, pelajaran olahraga, Ratna yang ditegur karena kaos kakinya pendek, Tidak ada bully yang berlebihan, atau cewek dengan mata melotot dengan sejuta intrik untuk menyingkirkan saingannya. Galih dan Ratna adalah kisah cinta remaja yang begitu alami.
Opening Scene dan Akhir Cerita Surprise
Opening scene mengejutkan: Rano Karno dan Yessy Gusman bertemu di stasiun lalu pergi bersama. Penonton pada era Gita Cinta dari SMA segera tahu bahwa penampilan mereka sebagai penghormatan atas peran mereka dalam film itu. Hingga berapa tahun Rano Karno dan Yessy Gusman adalah ikon remaja, seperti halnya Nicholas "Rangga" Saputra dan Dian "Cinta" Sastrowardoyo era 2000-an.
Adegan berikutnya Ratna (Sheryl Sheinafia) diantar ayahnya, Oka (Hengky Tornado) untuk dititip di rumah Tantri (Marissa Anita) adik Oka di Bogor. Oka mempunyai bisnis di luar negeri dan Ratna meneruskan SMA-nya di kota hujan itu. Cerita bergulir ke Galih (Refal Hady) mengendarai motor tuanya ke rumahnya mengantar pesanan ibunya (Ayu Dyah Pasha), seorang single parent.
Galih digambarkan kerap membawa walkman dan mendengar mixtape, serta menyisihkan waktu sepulang sekolah mengurus toko kaset milik almarhumnya ayahnya "Nada Music". Toko itu secara bisnis bangkrut, karena pada era digital mereka yang masih melirik kaset hampir tidak ada.
Ratna jatuh hati pada Galih yang dianggapnya berbeda dari remaja lain. Mereka berkenalan di belakang sekolah dan saling bertukar cerita, dan saling jatuh cinta. DalamGalih dan Ratna yang digambarkan punya bakat untuk menyanyi adalah Ratna, namun terpendam karena tidak diasah. Passion-inilah yang dikeluarkan oleh Galih.
Cerita bergulir Ratna bersimpati pada kenekatan Galih mempertahankan peninggalan almarhum ayahnya. Sementara Ratna juga single parent, karena ibunya pergi meninggalkan ayahnya ketika masih kecil kerap mendengarkan lagu 1980-an seperti “Sakura dalam Pelukan” oleh Fariz RM.
Ratna membantu Galih memperjuangkan toko kaset-nya. Namun ada perbedaan yang membuat hubungan mereka menjadi terganggu, bahkan menghancurkan.
Ratna dan Galih mengemas kekinian dengan baik. Media sosial benar-benar menjadi acuan remaja. Erlin (Stella Lee) kawan Ratna digambarkan seorang beauty blogger dan Mimi (Rain Chudori) kecanduan mengajukan petisi, hingga membuat kawan-kawannya kadang terganggu. Benturan antara keinginan orangtua dan keinginan anak bukan saja pada Ratna, tetapi juga pada Galih. Misalnya Ibu Galih menginginkan anaknya kuliah mendapat beasiswa dan akhirnya meneruskan biaya sekolah adiknya. Sementara Oka meremehkan niat Ratna meneruskan sekolah musik.
Plus dan Minus
Klimaks cerita berbeda dengan Gita Cinta dari SMA karena memang harus disesuaikan zaman. Dalam versi anyar ini Galih digambarkan sebagai siswa pintar dan sempat mendapat beasiswa. Namun karena kesibukannya menghidupkan toko peninggalan almarhum ayahnya nilainya turun dan beasiswa-nya dicabut.
Kondisi kekinian lainnya Galih yang tidak membalas WA dari Ratna, karena kehabisan pulsa bisa menjadi pemicu pertengkaran hal yang lumrah. Klimaks ini surprise bagi saya, begitu sederhana dan menjadikan film ini soal pendewasaan remaja. Pada akhirnya masa SMA masa yang manis dikenang.
Beberapa adegan favorit saya ialah percakapan antara Galih dan Ratna di belakang sekolah begitu natural. Betapa gugupnya Ratna mondar-mandir di belakang Galih yang asyik mendengarkan walkman. Lainnya percakapan antara Tantri dan Ratna yang galau begitu menyentuh. Namun yang membuat air mata menitik adalah akhir cerita.
Lubang cerita ialah pada sosok Tantri yang tidak jelas apa pekerjaannya dan mengapa dia hidup sendiri. Walau melajang sebetulnya keniscayaan pada masa kini. Seharusnya pertanyaan itu terjawab dalam dialog antara Ratna dan tantenya di teras belakang rumah.
Departemen kasting, Refal Hady dan Sheryl Sheinafia berhasil menghidupkan kembali Ratna dan Galih dengan gaya masa kini. Namun saya paling suka penampilan Joko Anwar guru killer dan Sari Yok Koeswoyo yang pas sebagai Kepala Sekolah yang kaku pada aturan main. Pemeran anak-anak SMA lainnya juga natural terutama Stella Lee menggunakan rambut ala Harajuku benar-benar mencerminkan remaja sekarang.
Soundtrack apik. Saya jatuh hati pada GAC yang membuat lagu "Galih dan Ratna" menjadi lagu masa kini, begitu juga Sheryl Sheinafia punya cara menyanyikan "Gita Cinta dari SMA". Boleh dibilang Galih dan Ratna adalah Gita Cinta dari SMA rasa milenia. Itu menurut saya.
Pertanyaannya, bisa nggak Galih dan Ratna menjadi ikon remaja yang baru?
- Judul Film: Galih dan Ratna
- Sutradara: Lucky Kuswandi
- Bintang: Refal Hady, Sheryl Sheinafia, Joko Anwar, Marissa Anita, Ayu Dyah Pasha, Henky Tornado, Sari Yok Koeswoyo, Stella Lee, Agra Pilliang
- Rated: **
Irvan Sjafari