Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1958 (12) Masalah Hak Asasi Manusia dan Poligami dalam Sidang Konstituante, Pro dan Kontra Ide Demokrasi Terpimpin

1 Januari 2016   14:40 Diperbarui: 1 Januari 2016   14:50 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak pertengahan Juli 1958 wacana Demokrasi Terpimpin yang digagaskan Soekarno  mulai ramai dibicarakan elite politik Jawa Barat.  Masyumi Jawa Barat dalam pernyataanya menyerukan bahwa Presiden Soekarno kembali kepada Undang-undang Dasar Sementara. Hanya dengan jalan ini perdamaian nasional yang sekarang terancam dapat tercapai. Pernyataan ini reaksi atas konsepsi Soekarno tentang Demokrasi Terpimpin  menujuh ke arah ditaktur  dan membuat tanah air dalam keadaan mengkhawatirkan. Konsepsi Soekarno muncul saat  Indonesia diliputi  perang saudara dan membukakan pintu bagi intervensi asing.  Pernyataan Masyumi ini ditandatangani  oleh TB Rachmat, M. Sapei,  Djerman Prawiradinata, K.Dadun Abdul Qahar dan Rusyad Nurdin. 

Selain Masyumi, kelompok Sunda Tunggal menyerukan untuk tetap  kembali ke UUDS 1950  dan meninggalkan cara penyelesaian dengan senjata ditegaskan bahwa Sunda Tunggal mensinyalir adanya anasir yang menjadi alat kekuatan luar negeri yang lebih taat  pada pemerintahan negara asing daripada kepentingan negara sendiri.      

Tokoh Islam lainnya Affandi dalam tulisan renungan Jum’at 11 Juli 1958  berjudul “Islam dan Guided Democracy”  dengan judul kedua “Islam Djualah Jang Menginginkan Demokrasi Terpimpin”  dengan pertanyaan betulkah demokrasi terpimpin tersebut sesuai dengan Islam?  Affandi menjawab Islam menyerukan umatnya memecahkan segala persoalan hidup mereka secara musyawarah. 

  1. Semua manusia mempunyai hak yang sama.
  2. Tak ada manusia yang sempurna dan senantiasa membutuhkan bantuan orang lain.
  3. Setiap manusia mempunyai kewajiban tanggungjawab
  4. Negara bukanlah kepunyaan seseorang atau pemerintah  melainkan amanat Tuhan kepada seluruh ummat.

Affandi mengutip cerita Medinah zaman Nabi ketika akan diserang kaum kafir.  Rasullullah bermusyawarah dengan para sahabat.  Rasul menghendaki kaum muslimin bertahan di dalam kota, sementara sebagian besar para sahabat  menyerang musuh di luar Medinah. Rasul akhirnya mengikuti kehendak terbanyak, sekali pun ternyata bertahan itu yang benar.

Dari cerita itu demokrasi terpimpin menurut Affandi:

  1. Persoalan bersama harus dipecahkan berdasarkan musyawarah
  2. Membantah pendapat pemimpin diperbolehkan
  3. Pendapat terbanyak pendapat menentukan
  4. Wahyu ketentuan dari Tuhan merupakan pimpinan tertinggi dalam hal ini tidak diperbolehkan adanya pendapat terbanyak.

Dukungan terhadap Demokrasi Terpimpin datang dari  beberapa tokoh PNI yang mendirikan kembali Partindo (Partai Indonesia Raya) pada Agustus 1958. Partindo sebetulnya pernah berdiri pada masa pergerakan nasional, 1931  di Bandung. Salah satu tokoh Partindo era 1950-an ini ialah Asmara Hadi menuturkan bahwa partainya berjuang berdasarkan marhaenisme yang disebutnya sebagai ajaran Bung Karno yang asli. 

Selain Asmara Hadi, tokoh-tokoh  lainnya adalah Winarno, Winoto, Dr. Buntaran, Budiarto Martoatmodjo.  Juga dukungan tokoh-tokoh  yang  disebut sejarawan Amerika tentang Indonesia  Daniel Lev sebagai  tokoh-tokoh nasionalis radikal.  Partindo berjuang dengan dasar marhaenisme yaitu marxisme yang disesuaikan dengan situasi dan watak Indonesia.  Sementara marhaenisme  PNI menurut Asmara Hadi telah direvisi oleh Ki Mangunsaskoro. 

Reaksi kehadiran Partindo datang dari  tokoh PNI seperti Selamet Ginting, Ketua PNI Sumatera Utara  yang menyebut pembentukan Partindo  seperti menikam  PNI dari belakang. Pimpinan-pimpinan PNI menolak tuduhan Partindo bahwa mereka menolak marxisme dan juga membantah marhaenisme adalah marxisme sederhana yang diterapkan untuk Indonesia. Pimpinan-pimpinan   PNI  melihat bahwa tokoh-tokoh Partindo mempunyai ambisi.

Yang lebih penting menurut saya  ialah pernyataannya bahwa Partindo menyokong Kabinet karya dan menganut politik luar negeri bebas aktif.  Selain mendukung dasar negara Pancasila, Partindo menyokong ide Demokrasi I Terpimpin. Dukungan terhadap Demokrasi Terpimpin juga datang dari kawan sepengasingan Soekarno pada 1930-an Gatot Mangkupradja.  Dia menyebut bahwa keadaan negara yang mengkhawatirkan akibat pergolakan daerah, serta impian Bung Karno tentang pembubaran atau sedikitnya penyederhanaan partai politik .    

Soal Demokrasi Terpimpin ini dibicarakan dalam pandangan umum konstituante pada 13 Agustus 1958.  Prof.S.M Abidin dari Partai Buruh menuding Demokrasi Terpimpin membuat negara menuju totaliter.  Surat kabar disuruh menulis yang baik-baik saja menurut ideologi golongan berkuasa.  Kenyataannya saat ini ekonomi mengkahwatirkan bisa dilihat dari jumlah pengemis  lebih banyak dari  zaman Belanda .

Dari kalangan tentara  seperti Nasution  memberikan pandangan yang bisa meredam keditaktoran.  Menurut dia kalau ditafsirkan secara positif terpimpin artinya terencana, yaitu menunjukkan pada satu program yang dirancang untuk mencapai tujuan keteraturan sosial  yang adil dan maju berdasarkan Pancasila.  Hanya saja Nasution setuju untuk  membatasi  jumlah  partai politik  untuk menghilangkan konsekuensi sistem multi partai yang tak dikehendaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun