Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bandung 1957 (8) Aksi “Cowboy Remaja” dan Booming Sekolah Menengah Swasta

13 Januari 2015   03:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:16 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada pertengahan Juli 1957 warga Kota Bandung dikejutkan dengan berita seorang gadis remaja bernama Euis Atika ditempelengseorang pemuda bernama Sapari.Seorang gadis sebayanya bernama Tatyyang bersamanya ketika bersepeda di Jalan Cipaganti juga mengalami kekerasan yang sama.Sebetulnya aksi kriminalitasdan tindakan kekerasan terhadap perempuan bila dilakukan gerombolan bersenjata tidak terlalu mengejutkan. Tetapi karena ini dilakukan oleh suatu komplotan remaja yang masa itu disebut cowboy –bahkan banyak yang masih berstatus pelajar- menjadi menggemparkan. Apalagi alasan penempelengan karena cinta ditolak.

Pihak kepolisian segera melakukan penangkapan. Sebanyak 14 anak usia 16 dan 17 tahun pada 15 Juli 1957 digiring ke Kantor Polisi Jalan Merdeka Bandung.Mereka semua diambil sidik foto dan sidik jarinya, serta diberi nasehat dan peringatan oleh Komisaris Polisi Mustafa Pane. Mereka diminta berhenti untuk melakukan tindakan menimbulkan kekacauan dalammasyarakat.Di antara 14 pemuda terdapat anak anggota polisi dan Mustafa mengancam mengambil tindakan pada bapaknya yang tidak bisa mendidik.Setiap pagi harus melapor. Umumnya mereka masih duduk di bangku sekolah, namun ada yang sudah menjadi pegawai sebuah NV.Beberapa hari kemudian keempat belas pemuda itu kemudian diperkenalkan melihat suasana penjara di Banceuy dan Sukamiskin di bawah pengawasan polisi. 1

Belum habis dari ingatan publik kasus penempelengan gadis remaja, pada Sabtu 27 Juli 1957terjadi perkelahian antara dua kelompok cowboy, satu kelompok dua orang dan kelompok lain enam orang di sebuah garasi di Gang Hadji Sapari sekitar pukul 19.00.Seorang remaja luka parah, karena perkelahian itu menggunakan rantai sepeda. Perkelahian itu ditonton 30 orang cowboy lainnya baru bubar ketika seorang tentara melepas tembakan ke atas.Perkelahian ini merupakan kelanjutan perkelahian di Jalan Kopo, Bandung. Penyebab bentrokan itu hanya karena pandangan mata ketika berpapasan di Jalan Sasakgantung. 2

Pada hari yang samajuga terjadi perkelahian di Jalan galunggung antara dua kelompok cowboy.Penyebabnya dua pemuda yang disebut bernama B dan P.Rupanya P yang berjalan bersama isterinya menuduh Bmemandang isterinya.Keduanya terluka. Pemuda bernama P sendiri dikeroyok tiga pemuda lainnya.Dua orang cowboy juga dilaporkan menodong seorang Tionghoa dengan senjata pistoldan merampas Rp200. Keduanya lari menggunakan sepeda.

Dalam bulan Agustus 1957 para ahli pendidikan menyatakan bahwa perlu suatu solusi untuk menghentikan tindakan para “cowboy” remaja yang mengganggu orang lewat, menganggu perempuan, suka berkelahi, melakukan pengeroyokandan pelanggaran hukum lainnyua.Mereka mengusulkan untuk mendirikan smeacam “boys town”atau perkampungan para pemuda dan remaja.Namun hingga Agustus 1957, pihak kepolisian Priangan hanya menjawabnya dengan mendirikan kursus pendidikan untuk anak-anakyang disebut cowboy ini.

Untuk kelompok pertama 16 pemuda yang berpakaian ala cowboy ini dimasukkan ke dalam kursus tersebut.Mereka diberikan mata pelajaran disiplin dan dua kali seminggu diberikan pendidikan rohani. Setiap dua kali seminggu para cowboy remaja ini diharuskan mendaftarkan diri.Para cowboy yang ikut kursus berusia 16-20 tahun, tetapi ada juga yang 25 tahun.3

Kemunculan geng-geng remaja di kota Bandungboleh jadi ada hubungannya dengan pengaruh film dan kebudayan Barat populer yang beredar masa itu.Di Amerika Serikatjuga terjadi booming kenakalan remaja pada era yang samaseperti yang diungkapkanJames Gilbert dalam bukunya A Cycle of Outrage: America’s Reaction to Juneville Deliquentin the 1950’s, New York: Oxford Unievrsity Press, 1986 tampaknya berhubungan dengan semakin besarnya jumlah penduduk usia muda, para pekerja muda hingga 300% setelah Perang Dunia ke II.Anak muda ini pasar baru bagi komik remaja, film, majalah hingga produk seperti permen karet.

Peneliti lain sejarawan Michael Leigh Goostre dalam tulisannya menyebutkan bahwa orang Tua,pendidik, penegak hukum, dan pejabat pemerintah di Amerika berusaha keras untuk menyalahkan
pesan media disampaikan untuk perilaku remaja tersebut dalam pemberontakan. mungkin orang dewasa
.Padahal kenakana remaja terjadi karena perubahan sosial.Remaja pinggiran kota putih tahun 1950-an pergi ke sekolah terbaik, makan makanan terbaik,dan bisa dibilang yang terbaik dirawat generasi dalam sejarah. Mereka juga terkaya.Remaja pinggiran kota tahun 1950-an memiliki kelimpahan waktu luang.Di sisi lain pada 1950-an itu FBI mengungkapkan blaporan menunjukkan jumlah anak laki-laki dangadis di bawah delapan belas menyumbang hampir 46% dari semua penangkapan atas kejahatan berat.4

Pada 1950-an di Jakarta sudah banyak bermunculan geng-geng remaja, yang pernah saya singgung dengan mengutip dari budayawan Alwi Shihab http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/22/hiburan-anak-anak-dan-remaja-dan-kontroversinya-di-jakarta-dan-bandung-1950-an-suatu-catatan-awal--521954.htmldanfenomena cowboy itu juga sudah ramai dibicarakan warga Bandung pada 1955 seperti yang pernah saya singgung dalam http://sejarah.kompasiana.com/2013/06/05/bandung-1955-5-menolak-miss-pekan-raya-perjudian-dan-insiden-bioskop-rivoli--562489.html.Pada 1957 muncul lagi dalam skala yang lebih mengkhawatirkan.

Kekhawatiran bahwa pengaruh mendorong perubahan perilaku remaja sudah diperingatkan kaum guru lewat pernyataan bersama PGRI Bandung yang menolak masuknya kebudayaan asing, setelah para pengurus mengadakan rapat bersama pada April 1957. Mereka meminta agar kebudayaan dan kesenian yang masuk, harusnya dilihat apakah bertentangan dengan norma-norma kehidupan dan jiwa bangsa Indonesia. 5

Bandung memang bukan kota di Amerikapada 1950-an tetapi sedang mengalami booming menjadi kota belajar dengan maraknya sekolah-sekolah menengah mengisi keterbatasan sekolah negeri. Sekolah-sekolah ini ramai-ramai memasang advertensi di Pikiran Rakjat pada waktu bersamaan yaitu Juni-Agustus di mana merupakan tahun ajaran baru. Walau pun masih harus dibuktikan berapa jumlah populasi usia remaja di Kota Bandung pada 1957, namun bisa jadi indikasi bahwa memang ada kebutuhan akan pendidikan (sebetulnya juga penyaluran waktu luang) bagi anak-anak yang lulusan Sekolah Rakyat.

Tabel I

Sekolah-sekolah Swasta di Kota Bandung 1957 yang Memasang Advertensi di Pikiran Rakjat

Nama Sekolah

Tingkat

Keterangan

Sabang


SMP

Jalan Sabang

Ganesha

SMP

Jalan Banjaran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun