Mohon tunggu...
Jurusan Keperawatan Polkesdo
Jurusan Keperawatan Polkesdo Mohon Tunggu... Keperawatan

Institusi Jurusan Keperawatan Polkesdo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Etika Kebijakan Pengendalian Minuman Keras: Antara Kesehatan, Budaya dan Ekonomi

15 Oktober 2025   20:26 Diperbarui: 15 Oktober 2025   20:26 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi berkaitan dengan topik yang diangkat

Oleh: Maykel Alfian Kiling
Mahasiswa S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin

Konsumsi minuman keras atau alkohol telah menjadi isu kesehatan masyarakat yang kompleks dan multidimensi di berbagai negara. Alkohol tidak hanya berdampak pada kesehatan individu, tetapi juga membawa konsekuensi sosial, ekonomi, dan moral yang luas. Di balik sebotol minuman beralkohol, tersimpan persoalan etika publik yang menantang: bagaimana pemerintah dapat melindungi kesehatan masyarakat tanpa mengabaikan nilai budaya dan kepentingan ekonomi yang melingkupinya?

Di Indonesia, perdebatan mengenai alkohol kerap muncul karena melibatkan tiga aspek mendasar kehidupan sosial: kesehatan, budaya, dan ekonomi. Negara memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga warganya dari dampak buruk alkohol, tetapi pada saat yang sama, harus menghormati keragaman budaya yang menjadikan alkohol bagian dari tradisi dan simbol sosial di beberapa daerah. Di sisi lain, pemerintah juga dihadapkan pada kenyataan bahwa industri alkohol memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah dan sektor pariwisata. Persinggungan tiga dimensi ini menjadikan kebijakan pengendalian alkohol sebagai dilema etis yang tidak sederhana.

Secara global, konsumsi alkohol menimbulkan beban kesehatan dan sosial yang signifikan. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2021 mencatat bahwa alkohol menyebabkan sekitar tiga juta kematian setiap tahun---setara dengan lima persen dari total kematian dunia. Konsumsi alkohol dikaitkan dengan lebih dari dua ratus jenis penyakit dan cedera, termasuk sirosis hati, kanker, gangguan mental, serta kecelakaan lalu lintas. Meski demikian, kebijakan pengendalian alkohol di setiap negara sangat bervariasi. Negara-negara di Eropa cenderung moderat karena alkohol menjadi bagian dari tradisi sosial dan ekonomi, sementara di kawasan Timur Tengah dan beberapa negara Asia, pelarangan total diberlakukan atas dasar agama.

Perbedaan ini menimbulkan dilema etika universal: sejauh mana pemerintah berhak membatasi kebebasan individu demi kepentingan kesehatan publik? Dalam konteks ini, negara dihadapkan pada prinsip etika yang bertentangan antara autonomy (kebebasan individu) dan beneficence (tanggung jawab melindungi kesejahteraan masyarakat). Di sisi lain, ketimpangan global dalam pengendalian alkohol memperumit persoalan. Negara berkembang sering kali menjadi pasar utama bagi produk alkohol murah atau ilegal, sementara beban kesehatan dan sosial akibat konsumsi alkohol harus mereka tanggung sendiri. Kondisi ini mengundang pertanyaan etis tentang keadilan global: siapa yang menanggung dampak, dan siapa yang menikmati keuntungan?

Di Indonesia, tingkat konsumsi alkohol tergolong rendah dibandingkan rata-rata dunia. WHO mencatat konsumsi alkohol di Indonesia hanya sekitar 0,8 liter per kapita per tahun, jauh di bawah rata-rata global sebesar 5,5 liter. Namun, angka ini tidak mencerminkan kenyataan sepenuhnya karena konsumsi alkohol ilegal atau oplosan masih marak. Kasus tragis berulang kali terjadi. Pada tahun 2018, lebih dari 80 orang meninggal dunia di Jawa Barat dan Jakarta akibat minuman keras oplosan yang tidak memenuhi standar keamanan. Fenomena ini menunjukkan bahwa pelarangan tanpa pengawasan efektif justru mendorong peredaran produk berbahaya yang lebih mematikan.

Dari sisi budaya, alkohol memiliki posisi yang beragam dalam masyarakat Indonesia. Di beberapa daerah seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Toraja, minuman beralkohol tradisional seperti arak atau tuak bukan sekadar konsumsi, melainkan bagian dari ritual adat dan ekspresi identitas sosial. Namun di wilayah mayoritas Muslim, alkohol dianggap tabu dan bertentangan dengan norma agama. Perbedaan nilai ini menjadikan kebijakan pengendalian alkohol di Indonesia sarat dengan dilema etika: apakah negara harus menegakkan larangan universal, atau mengakomodasi keberagaman budaya secara kontekstual?

Sementara dari sisi ekonomi, alkohol berkontribusi terhadap sektor pariwisata, industri hiburan, dan pendapatan pajak. Namun keuntungan ekonomi ini harus diimbangi dengan biaya sosial dan kesehatan yang ditimbulkannya. Sebuah studi memperkirakan bahwa kerugian ekonomi akibat kecelakaan dan cedera terkait alkohol mencapai hampir Rp900 miliar per tahun---belum termasuk biaya perawatan penyakit kronis, kehilangan produktivitas, serta dampak sosial seperti kekerasan dan kriminalitas. Dari perspektif etika publik, keuntungan ekonomi dari konsumsi alkohol tidak dapat dibenarkan jika harus dibayar dengan penderitaan masyarakat dan beban kesehatan jangka panjang.

Kebijakan yang etis harus mencari keseimbangan antara tiga nilai utama: perlindungan kesehatan, penghormatan budaya, dan keberlanjutan ekonomi. Dari sisi kesehatan, prinsip non-maleficence (tidak membahayakan) menjadi dasar moral utama. Pemerintah memiliki kewajiban mencegah dampak buruk alkohol melalui edukasi, pembatasan iklan, pengawasan kualitas, serta pembatasan usia konsumsi. Namun, larangan total tanpa pendekatan sosial justru dapat menimbulkan peredaran ilegal yang lebih berisiko.

Dari sisi budaya, kebijakan sebaiknya bersifat kontekstual dan inklusif. Alih-alih meniadakan seluruh bentuk produksi alkohol lokal, pemerintah dapat memberikan sertifikasi keamanan bagi produsen tradisional agar nilai budaya tetap terjaga tanpa mengabaikan aspek kesehatan publik. Pelibatan tokoh adat dan masyarakat lokal dalam penyusunan kebijakan dapat menciptakan rasa memiliki dan meningkatkan efektivitas pengendalian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun