Murid di sekolah merokok, itu pelanggaran. Guru menampar siswa yang merokok, itu juga keliru.
Keduanya lahir dari situasi yang tak ideal di dunia pendidikan kita hari ini, di mana harapan, niat baik, dan keterbatasan sering bertabrakan.
Dulu, saat sekolah, teguran keras atau tamparan dianggap wajar. Bahkan saat mengadu ke orang tua, kadang kita justru mendapat tambahan nasihat atau hukuman. Tapi itu dulu, Pak, Bu. Zaman sudah berubah, begitu pula cara kita mendidik dan memahami anak-anak kita.
Gaya mendidik memang harus menyesuaikan dengan zaman, tapi semangat membentuk karakter tetap harus hadir di setiap masa.Â
Wajar bila orang tua merasa khawatir atau tersentuh ketika anaknya mendapat perlakuan keras, sebagaimana wajar pula bila guru merasa kecewa saat murid melanggar aturan dan tata tertib sekolah.
Yang perlu kita jaga bukan sekadar siapa yang benar atau salah, melainkan bagaimana agar niat baik dalam mendidik tidak berubah menjadi luka.Â
Karena dari sanalah, sering kali, luka pendidikan itu bermula, dan dari situlah kita belajar untuk lebih bijak, lebih sabar, dan lebih manusiawi.
Luka Pendidikan
Kasus demi kasus antara murid dan guru tidak hanya melukai dua hati yang terlibat, tetapi juga menorehkan luka di tubuh pendidikan kita sendiri.
Ruang yang seharusnya menjadi tempat anak-anak tumbuh dengan aman dan bahagia, kini sering berubah menjadi ruang yang tegang dan saling curiga.