Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Juara 2 Blog Competition Kemendikdasmen RI 2025 (Aspirasi Pendidikan Bermutu) | Juara Favorit Blog Competition Badan Bank Tanah 2025 (Badan Bank Tanah sebagai Instrumen untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat di Indonesia) | Salah Satu Pemenang Terpilih Lomba Menulis KPB 2025 (Siswa Nakal Dikirim ke Barak Militer) | Nomine Penulis Opini Terbaik Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Teruntuk Rekan Sejawat

16 Oktober 2025   21:26 Diperbarui: 17 Oktober 2025   13:27 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendidik adalah seberapa dalam kita memahami jiwa anak yang sedang tumbuh di hadapan kita. (Dokumentasi Pribadi)

Murid di sekolah merokok, itu pelanggaran. Guru menampar siswa yang merokok, itu juga keliru.

Keduanya lahir dari situasi yang tak ideal di dunia pendidikan kita hari ini, di mana harapan, niat baik, dan keterbatasan sering bertabrakan.

Dulu, saat sekolah, teguran keras atau tamparan dianggap wajar. Bahkan saat mengadu ke orang tua, kadang kita justru mendapat tambahan nasihat atau hukuman. Tapi itu dulu, Pak, Bu. Zaman sudah berubah, begitu pula cara kita mendidik dan memahami anak-anak kita.

Gaya mendidik memang harus menyesuaikan dengan zaman, tapi semangat membentuk karakter tetap harus hadir di setiap masa. 

Wajar bila orang tua merasa khawatir atau tersentuh ketika anaknya mendapat perlakuan keras, sebagaimana wajar pula bila guru merasa kecewa saat murid melanggar aturan dan tata tertib sekolah.

Yang perlu kita jaga bukan sekadar siapa yang benar atau salah, melainkan bagaimana agar niat baik dalam mendidik tidak berubah menjadi luka. 

Karena dari sanalah, sering kali, luka pendidikan itu bermula, dan dari situlah kita belajar untuk lebih bijak, lebih sabar, dan lebih manusiawi.

Luka Pendidikan

Kasus demi kasus antara murid dan guru tidak hanya melukai dua hati yang terlibat, tetapi juga menorehkan luka di tubuh pendidikan kita sendiri.

Ruang yang seharusnya menjadi tempat anak-anak tumbuh dengan aman dan bahagia, kini sering berubah menjadi ruang yang tegang dan saling curiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun