Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Gentrifikasi dan Paradoks Kedaulatan Pangan: Pengalaman dari Kota Kami

20 Oktober 2023   23:39 Diperbarui: 21 Oktober 2023   13:00 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tak hanya membicarakan kebutuhan sehari-hari dalam rumah tangga, melainkan juga membahas skala nasional, yaitu kedaulatan pangan yang dimulai dari setiap rumah, atau dalam istilah sederhananya, swasembada pangan.

Ketika saya masih kecil, kedaulatan pangan bukanlah sekadar wacana. Saya masih ingat bagaimana ibu selalu berjalan-jalan di pekarangan rumah mencari sayuran segar untuk hidangan sehari-hari. Ingatan saya juga penuh dengan momen senang saat ikut ibu mengupas mlanding atau petai cina, yang kemudian digunakan sebagai bahan pembuatan botok.

Saya juga masih mengingat bagaimana ayah dan ibu dengan penuh semangat memelihara ayam sebagai sumber daging di rumah. Bahkan, saya selalu mengenang saat keluarga kami menerima telur segar yang baru saja menetas dari itik peliharaan kami yang ada di belakang rumah.

Ah, kenangan yang indah yang sungguh ingin saya alami lagi. Saya juga ingat bagaimana hilir mudik kegiatan orang-orang tua di desa yang pergi ke sawah atau kebun setiap pagi dan sore, melewati depan rumah kami. Mereka adalah orang-orang yang membentuk fondasi swasembada pangan, yang memiliki kemampuan untuk berdaulat atas pangan mereka sendiri.

Namun, dalam perkembangan zaman yang semakin kompleks, tantangan untuk mengatasi krisis pangan dengan bercocok tanam dari rumah semakin besar. Lahan yang semakin sempit adalah hambatan nyata. Tetapi yang lebih penting adalah semangat dan komitmen untuk menjadi petani. Bercocok tanam bukan hanya soal tangan-tangan yang terampil, melainkan juga soal cinta dan antusiasme yang mendalam terhadap pertanian. Semua ini semakin sulit ditemukan dalam upaya mencapai kedaulatan pangan yang bermula dari rumah.

Solusi yang efektif akan memerlukan kerja keras dari pemerintah, baik untuk menjaga lahan pertanian tetap produktif maupun untuk mengubah pandangan kami tentang profesi petani. Terlalu sering, petani dipandang sebagai pekerja zaman dulu yang kurang menguntungkan. Pemerintah harus berperan aktif dalam mengangkat martabat petani dan menciptakan lingkungan yang mendukung mereka.

Jika pemerintah dapat mengubah pandangan tentang lahan pertanian dan profesi petani, maka kemungkinan besar kami akan mendekati tujuan kedaulatan pangan yang dimulai dari rumah. 

Kami yakin bahwa pemerintah memiliki peran sentral dalam mewujudkannya. Jika pemerintah fokus pada kebijakan yang mendukung kedaulatan pangan, maka Indonesia akan benar-benar mampu mengatasi krisis pangan dengan memulai dari rumah. Meskipun pekarangan rumah mungkin sempit, masih ada banyak cara untuk memanfaatkannya secara optimal.

Mari bersama-sama mencapai kedaulatan pangan dengan menanam mulai dari rumah sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun