Mohon tunggu...
junior putro
junior putro Mohon Tunggu... Content Marketer, Music and Movie Reviewer

Menulis di kala santai. Berbagi info untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Film

REVIEW : Superman dan Keberanian untuk Tampil Baik

28 Juli 2025   18:38 Diperbarui: 28 Juli 2025   18:38 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih adakah tempat untuk pahlawan berhati lembut di dunia yang sinis ini?

Pertanyaan itu nggak saya buat-buat. Dia muncul sendiri ketika lampu bioskop meredup dan tulisan Superman muncul di layar. Ya, Superman, tanpa embel-embel "Returns", "Legacy", atau "Man of Steel". Hanya satu kata yang sudah cukup membuat orang menoleh. Sebuah nama yang berat untuk dihidupkan ulang. Terlalu berat, kalau mau jujur.

Tapi James Gunn tampaknya paham benar beban itu. Dan alih-alih berusaha menghindarinya, ia justru memeluknya seperti Clark memeluk dunia yang selalu membencinya lebih dulu.

Film ini nggak kayak reboot yang agresif. Nggak seperti ulang tahun ke-80 yang ingin terlihat muda. Superman (2025) terasa seperti sebuah surat cinta. Kadang lucu, kadang kikuk, kadang emosional, tapi yang jelas: tulus. Dan mungkin itu yang membuatnya terasa istimewa.

David Corenswet memerankan Clark Kent seperti seseorang yang sedang belajar jadi manusia. Catat, bukan pahlawan tapi manusia.

Dia sering kelihatan terlalu baik, terlalu polos, malah terlalu naif. Tapi dari situlah nadi cerita ini berdetak. Clark nggak pernah benar-benar ingin dipuja. Dia cuma ingin membantu. Dan Gunn, dengan selipan humornya yang khas, seolah ingin bertanya pada kita: apakah itu masih cukup?

Kita hidup di zaman yang menganggap sinisme lebih keren daripada optimisme. Di mana karakter gelap dengan dendam dianggap lebih realistis daripada karakter terang dengan hati bersih.

Maka, ketika Superman muncul di layar, bukan buat menghancurkan kota atau pamer kekuatan, melainkan mengangkat balok puing dan menenangkan warga, saya sedikit terdiam. Bukannya film ini nggak punya ledakan atau monster raksasa ya, film ini punya dan lumayan banyak. Tapi pada akhirnya yang melekat di hati bukan pertarungan besar. Melainkan sebuah adegan kecil: saat Clark duduk di atap kantor berita, menggenggam kacamatanya, dan kebingungan memikirkan cara bagaimana mencintai tanpa membocorkan rahasianya.

Chemistry yang diperlihatkan Corenswet dan Rachel Brosnahan, yang jadi Louis Lane, terasa seperti dua mata magnet yang bertolak tapi saling tertarik. Nggak selalu romantis, tapi selalu intens.

Lois nggak digambarkan sebagai "wanita yang perlu diselamatkan" (memang seharusnya begitu), melainkan sebagai jurnalis dengan logika tajam dan intuisi liar. Hubungan mereka lebih seperti dua orang yang saling mendorong untuk menjadi lebih jujur, bukan lebih hebat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun