Mohon tunggu...
Juneman Abraham
Juneman Abraham Mohon Tunggu... Dosen - Kepala Kelompok Riset Consumer Behavior and Digital Ethics, BINUS University

http://about.me/juneman ; Asesor Kompetensi - tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi; Adjunct Lecturer di Sekolah Tinggi Kepemerintahan dan Kebijakan Publik (SGPP Indonesia); Pengurus Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menghadapi Layar = Menghadapi Badan?

26 Desember 2016   08:24 Diperbarui: 26 Desember 2016   16:57 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Prinsip pertama adalah kita harus memiliki kesadaran terlebih dahulu. Sadar bahwa awalnya manusia yang menciptakan media (dan media diciptakan untuk manusia), bukan media yang menciptakan manusia (“manusia untuk media”). Kita tidak ingin dikendalikan oleh sesuatu yang mulanya kita ciptakan sendiri, bukan?

Prinsip kedua, lagi-lagi tentang kesadaran, adalah sadar bahwa kenyataan sosial di media adalah tidak identik (alias memiliki jarak secara psikologis maupun secara sosial) dengan kenyataan sosial riil dalam interaksi tatap muka. Dengan kesadaran ini, anak-anak atau remaja tidak akan mudah terpesona oleh orang yang baru dikenalnya di Facebook, atau larut dalam reality show yang ditontonnya di Youtube, misalnya, karena menyadari bahwa apa yang dialaminya boleh jadi baru sebatas sosialitas citraan.

Prinsip ketiga, sebagai konsekuensi dari prinsip pertama dan prinsip kedua, kita jangan sampai “dicaplok” oleh penggunaan gadget. Teknologi memang telah memangkas ruang dan memendekkan waktu. Yang pada masa lalu kita harus menyediakan waktu 2 jam untuk sampai di rumah teman dan mengobrol 1 jam di rumah itu, misalnya, saat ini cukup dengan memainkan gadget untuk mengobrol dengannya. Namun demikian, bukan berarti kita jadi merasa bahwa waktu mengobrol kita melalui media menjadi 3 jam. 

Dua jam yang ada akibat pemendekan waktu dapat kita manfaatkan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang ada dekat dengan kita secara geografis, menetralisir kesendirian kita agar kesendirian itu tidak semakin membatin tanpa kita sadari (menjadi kesepian), atau untuk melakukan aktivitas kreatif, rekreatif, atau spiritual lain untuk pemeliharaan dan pengembangan “kewarasan” diri dan kerohanian kita.

Prinsip keempat, gadget digunakan untuk menguatkan kualitas ikatan sosial yang sudahkita bangun, dan bukanmenggantikan upaya sehari-hari untuk membangunikatan sosial. Perumpamaannya adalah seperti iklan. Iklan hanya menguatkan barang yang kualitasnya memang sudah bagus. Apabila iklannya bagus, tapi barangnya ternyata tidak bagus, apa yang kita rasakan? Jadi, gadget jangan sampai menggantikan ikatan sosial, seperti iklan yang tidak bisa menggantikan barang.

Terdapat empat perkembangan kebiasaan seiring perkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini, yakni gaya hidup instan, gaya hidup tampil, gaya hidup “berpura-pura”, dan gaya hidup “kembali ke alam”.

Pertama, gaya hidup instan (ingin segala sesuatu serba cepat, seperti cepat trendy, cepat nikmat) selain memang difasilitasi oleh teknologi, juga ditawarkan oleh media melalui layar-layar teknologis di sekitar kita.  Akibatnya, kita menjadi sangat konsumtif, dan hal ini sangat ditunjang oleh serbuan online shops. Ironisnya, hasrat kita tersebut tidak akan pernah terpuaskan dan terus-menerus mencemaskan kita.

Kedua, gaya hidup tampil (seperti impulsive selfie) membuat kita tidak lagi merenungkan makna-makna yang mendalam dari aktivitas kita, melainkan membuat kita berlomba-lomba mengejar dan menerima pemaknaan seadanya yang diberikan oleh pihak di luar diri kita.  

Ketiga, gaya hidup “berpura-pura” (bukan dalam arti kata berbohong) membuat kita merasa telah mengunjungi sebuah museum, misalnya, padahal kita sedang menyaksikan virtual museum; membuat kita merasa telah bersilaturahmi, padahal kita hanya menggunakan ikon bersalaman sambil mengobrol melalui internet. Definisi kita tentang interaksi sosial memang mengalami perubahan.

Keempat, gaya hidup “kembali ke alam” dijalani oleh mereka yang telah melintasi ketiga gaya hidup utama di atas, dan menemukan bahwa ketiganya hanya menjauhkan mereka dari diri mereka yang sesungguhnya. Mereka ingin menemukan diri mereka kembali yang mereka pikir barangkali bisa dilakukan melalui persentuhan kembali dengan alam.

Akhirul kata, kita perlu mengingat dan menerapkan empat prinsip penggunaan gadget yang telah dikemukakan di atas. Secara sistematis meningkatkan kuantitas dan kualitas aktivitas offline, di atas tanah, untuk menggantikan aktivitas online, melalui medium internet; sejauh masih mungkin dan Kebijaksanaan kita lah yang menentukan dalam memilih dan memilah dalam hal ini (Menariknya, cara-cara itu juga bisa kita pelajari melalui internet). Keluarga, sekolah, dan tempat kerja dapat mendesain struktur-struktur lingkungan fisik dan sosial untuk memfasilitasi peningkatan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun