Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja sebagai Direktur Departemen Komunikasi BI dan menjabat sebagai Ketua Ikatan Pegawai BI (IPEBI). Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mengenal Kebijakan Taper dan Dampaknya pada Ekonomi Kita

24 Juni 2021   12:23 Diperbarui: 17 Mei 2022   09:41 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Gedung Federal Reserve Board atau The Fed di Washington DC| Sumber: REUTERS/Leah Millis via kontan.co.id

Di sinilah, istilah "Tapering" muncul. Hal yang dimaksud dengan kebijakan "Tapering" oleh The Fed ini adalah The Fed secara gradual mulai melakukan pengurangan likuiditas pada perekonomian. 

Jadi, kalau sebelumnya The Fed mengguyur ekonomi dengan likuiditas, dengan tapering ini, kebijakan itu perlahan mulai dikurangi. Caranya bagaimana? Bisa dengan mulai mengurangi pembelian surat berharga hingga menaikkan suku bunga.

Lalu mengapa ini jadi penting buat kita? Apa dampaknya bagi ekonomi kita dan perekonomian global? 

Nah, karena ekonomi dunia ini saling terkait satu sama lainnya, ditambah lagi AS adalah negara adidaya dengan mata uang dolar-nya yang digunakan secara global, maka kebijakan yang dilakukan The Fed akan berpengaruh ke banyak negara. 

Pertama, ketika The Fed mengurangi likuiditas atau menaikkan suku bunga di dalam negerinya, akan menarik dan mendorong dana-dana di dunia untuk masuk kembali ke AS karena mencari suku bunga yang lebih tinggi. 

Kedua, hal ini otomatis akan berpengaruh pada negara-negara yang memiliki ketergantungan atau dipengaruhi oleh dana asing. Ketika terjadi dana asing keluar (capital outflow), akan berdampak pada stabilitas nilai tukarnya, ataupun nilai imbal hasil (yield) surat-surat berharganya.

Bagaimana kita harus menyikapi hal ini? Gubernur Bank Sentral AS atau Chairman The Fed, Jerome Powell, sangat menyadari dampak dari kebijakan yang ditempuhnya. Oleh karenanya, kebijakan tapering tidak akan ditempuh secara tiba-tiba atau mendadak dalam waktu dekat. 

Pak Powell bahkan mengatakan bahwa meskipun inflasi terlihat ada tanda-tanda meningkat, dengan masih belum redanya pandemi, akan ada kemungkinan inflasi turun lagi ke depan. Artinya, The Fed belum harus menaikkan suku bunga. 

Selain itu, angka pengangguran di AS masih defisit 7,6 juta orang apabila dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Indikasi yang diberikan oleh Pak Jerome Powell tersebut menunjukkan bahwa kebijakan tapering  tidak akan dilakukan dalam waktu dekat, khususnya di tahun 2021 ini.

Dengan penjelasan tersebut, pemerintah dan bank sentral di berbagai negara dapat melakukan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya tapering di masa depan. 

Di Indonesia sendiri, Bank Indonesia kita lihat terus melakukan upaya-upaya stabilisasi nilai tukar dan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk menjaga agar imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tetap berada pada batas yang wajar. Tentunya langkah-langkah gradual perlu ditempuh dalam menyikapi rencana tapering tersebut, termasuk oleh pelaku pasar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun