Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja sebagai Direktur Departemen Komunikasi BI dan menjabat sebagai Ketua Ikatan Pegawai BI (IPEBI). Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Pesan Tuhan untuk Traveling, Selamat Mudik Kawan

2 Juni 2019   06:39 Diperbarui: 2 Juni 2019   11:57 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjalanan| Foto: Junanto Herdiawan

Pada waktu kecil, saya pernah bertanya ke Ustadz, "Pak Ustadz, amalan penting apa yang perlu saya lakukan untuk kehidupan. Apakah sholat atau puasa berlama-lama?" 

Dengan bijak ustadz saya bilang bahwa ibadah ritual itu bagus dan penting untuk dilakukan secara konsisten dalam hidup. "Tapi ada perintah Tuhan lain yang juga perlu kamu lakukan nanti", sambung pak Ustadz dengan tenang.

Apa itu? Pak Ustadz berkata, "Perbanyaklah jalan-jalan" .... Ya, jalan-jalan, boleh traveling, boleh piknik, tadabur alam. Intinya adalah pentingnya kita melakukan perjalanan ke berbagai tempat. Mungkin kalau istilah anak sekarang, traveling.

Awalnya saya bingung. Lah iya gimana gak bingung, karena saya nanya soal ibadah kok malah disuruh jalan-jalan. Tapi seiring dengan bertambahnya usia, saya menyadari bahwa semakin banyak jalan, semakin bertambah iman kita. Manusia pada dasarnya adalah peziarah. 

Esensinya manusia selalu melakukan perjalanan. Namun jalannya manusia tentu berbeda dengan hewan. Apa yang membedakan? Itulah yang dinamakan kualitas rohani dan kemampuan manusia mengambil makna dari perjalanan. Kualitas rohani manusia membedakan manusia dgn penghuni bumi lain. 

Dalam Al Quran 15:29, Allah SWT mengingatkan bahwa Ia telah meniupkan roh dari-Nya kepada Adam setelah jasadnya sempurna. Begitu pula bagi umat Nasrani yang meyakini Injil, yang menyebutkan, "Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan mengembuskan napas hidup ke dalam hidungnya. 

Demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7). Dari kisah penciptaan di atas, terlihat bahwa kualitas manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya.

Seluruh agama besar menempatkan manusia sebagai peziarah. Mulai dari Musa a.s yang melakukan perjalanan ke berbagai tempat, lalu Isa a.s yang juga melakukan perjalanan dari Nazareth ke Yerusalem. 

Dan Rasulullah Muhammad saw yang menempuh business travel ribuan kilometer berdagang sejak masa muda, serta terus melakukan perjalanan di masa kenabiannya. 

Rasulullah berdagang hingga negeri Syam (yang kini Lebanon dan Suriah) menempuh jarak jauh dan bertemu dengan berbagai suku bangsa. Di sini kita melihat bahwa melakukan perjalanan adalah hal yang juga dilakukan Nabi-Nabi di masa lalu.

Al Quran setidaknya menyebutkan 9 ayat yang membahas tentang perjalanan atau traveling. QS Al Mulk 15, QS Muhammad 10, QS Yusuf 109, QS Al Imran 137, QS An Naml 69, QS Luqman 31, QS Ar Rum 42, QS Al An'am 11. Banyaknya ayat traveling disebutkan dalam Al Quran menunjukkan betapa pentingnya manusia melakukan perjalanan.

"Lakukanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu" (QS Ruum 42). Terjemahan tafsir ada yang mengatakan perlunya kita berjalan di berbagai penjuru bumi untuk merenungkan dan mengambil perjalanan dari apa yang terjadi di berbagai tempat tersebut. 

Itulah yang dimaknai dengan perjalanan di muka bumi, ke berbagai tempat, kota, bahkan negara. Kalau tidak melakukan perjalanan, bagaimana kita bisa belajar dan merenungkan secara optimal.

Mengapa jalan-jalan penting? Bagi saya, perjalanan yang saya lakukan ke berbagai tempat memberi tiga pelajaran penting. Pertama, memberi kita pelajaran tentang adanya perbedaan di muka bumi. Bukan hanya berbeda suku, agama, juga bahasa dan budaya. 

Dengan berjalan ke berbagai tempat, kita bertemu beragam orang dengan beragam keyakinan dan budaya. Hal apa yang kita anggap baik di tempat kita, bisa jadi dianggap kurang sopan oleh mereka. Demikian pula sebaliknya. 

Kedua, perjalanan menjauhkan kita dari sifat sombong. Dengan melihat berbagai kebesaran Tuhan, maka kita menyadari betapa kecil dan bodohnya diri kita. 

Ilmu dan pengetahuan bangsa lain, keindahan alam gunung dan lautan, membuat kita tidak bisa sombong karena kita menyadari bahwa yang kita ketahui ini sangat sedikit sekali. Tidak ada alasan menjadi sombong. 

Ketiga, dengan melakukan perjalanan, kita belajar dari umat-umat terdahulu. Kita mampu menarik pelajaran bagaimana umat masa lalu berbuat kesalahan sehingga dapat memperbaiki diri. 

Bagaimana monumen dibangun lalu runtuh, bagaimana kesombongan bisa menjatuhkan kekuasaan, atau bahkan bagaimana kesabaran dan keadilan mampu membawa kesejahteraan. Semua bisa dipelajari dari masa lalu umat-umat terdahulu.

Jalan-jalan juga tidak berarti harus bermewah-mewah atau harus ke luar negeri. Tidak harus naik pesawat, berpose di depan ikon-ikon kekinian. Bukan itu esensi dari perjalanan. 

Tapi perjalanan pulang kampung atau mudik, perjalanan berkunjung ke handai taulan, berjalan ke pinggir kota, melihat gunung, sawah, danau, juga bisa menjadi sarana tadabur yang sangat baik. Selama kita bisa mengambil makna dan menambah keimanan kita, itulah esensi perjalanan.

Ustadz saya mengibaratkan ada dua ekor anjing. Anjing pertama dirantai terus di dalam rumah. Sementara anjing kedua setiap hari diajak jalan bertemu orang. Kira-kira, anjing mana yg lebih galak? Tentunya anjing pertama. Ya, anjing yang tidak pernah dibawa ke luar, dirantai saja dalam rumah, akan bersikap lebih galak. Kalau ada orang lain masuk, ia akan menyerang.

Demikian pula manusia yang seumur hidupnya tidak pernah melakukan perjalanan, tidak pernah bertemu orang berbeda, atau orang yang memiliki budaya berberda. Orang yang hanya asik dengan dirinya atau kelompoknya sendiri. Tidak mau belajar dari orang lain yang berbeda. 

Biasanya mereka selalu merasa dan menganggap dirinya paling benar. Ciri orang seperti ini adalah kalau berhadapan dengan orang lain yg berbeda pandangan, langsung marah dan galak. Kadang inginnya menyerang. Semoga kita tidak demikian.

Selamat melakukan perjalanan kawan. Selamat Mudik. Selamat jalan-jalan. Semoga kita menjadi insan yg lebih matang. Mohon maaf lahir bathin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun