Mohon tunggu...
Junaedi SE
Junaedi SE Mohon Tunggu... Wiraswasta - Crew Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)

Penulis Lepas, suka kelepasan, humoris, baik hati dan tidak sombong.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Gerakan Literasi Sastra Jawa

8 Juli 2021   14:21 Diperbarui: 8 Juli 2021   14:26 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Berdasarkan Bahasa Jawa yang digunakan, Sastra Jawa dapat dibedakan menjadi Sastra Jawa Kuna, Sastra Jawa Tengahan, Sastra Jawa Baru dan Sastra Jawa Modern (staffordstudioart.com). Sastra Jawa Kuna hidup pada zaman Kerajaan Mataram Hindu sampai Kerajaan Majapahit, adapun karyanya berbentuk kakawin (puisi) dengan metrumIndia, dan parwa (prosa).

Contoh karya terkenal antara lain Ramayana karyaYogiswara, Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa, Bharatayudha karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Sastra Jawa Tengahan hidup pada zaman akhir Majapahit sampai masuknya Islam ke Jawa. Bahasa Jawa Tengahan mulai digunakan dalam bentuk kidung (puisi) dengan metrum Jawa,  contoh karya sastra Jawa Tengahan : Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, Kidung Sorandaka.

Sastra Jawa Baru hidup sejak masuknya agama Islam dan berkembang pada waktu kerajaan Demak berkuasa, karya sastra berbentuk cerita rakyat, seperti Babad Diponegoro I, Babad Diponegoro III, Bendhe Ki Becak, Serat Jatimurti. Sastra Jawa Modern  bersamaan munculnya penerbit dan surat kabar, seperti Penerbit Balai Pustaka (1917), Surat Kabar Bromartani (1885), Surat Kabar Retnodumilah (1895), Surat Kabar Budi Utomo (1920).

Tokoh sastra yang muncul pada masa ini adalah Ki Padmasusatra, Ki Padmasusastra lebih banyak menulis prosa daripada puisi (tembang). Beberapa karya antara lain Rangsang Tuban, Layang Madubasa, Serat Pathibasa. Di Era Keistimewaan DIY  sekarang ini,  semua stakeholder yang konsen dan peduli  dengan Karya Sastra JAWA sudah saatnya bergerak bersama-sama merubah mindset (pola pikir) Literasi Sastra Jawa dengan membumikan Literasi Sastra Jawa  mulai dari RT, Padukuhan, Kalurahan, Kapanewon, Kabupaten hingga Provinsi.  

Literasi adalah istilah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat (id.m.wikimedia.org). Merubah pola pikir mayarakat terhadap literasi sastra Jawa, bukanlah pekerjaan mudah tapi butuh proses dan butuh waktu yang lama, terus menerus serta berkelanjutan (SDG's).

Kerja-kerja budaya, apalagi tentang mindset literasi sastra Jawa perlu keikhlasan semua pihak, baik pihak Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kapanewon, Kalurahan, Kundha Kabudayaan DIY, Kundha Kabudayaan Kabupaten/Kota, Pengurus Desa Budaya, Pegiat Desa Budaya, Pendamping Desa Budaya, BUMN,  Pihak Swasta, LSM Kebudayaan, Perguruan Tinggi, Sekolah-sekolah dan semua masyarakat, harus menyamakan persepsi tentang Literasai Sastra Jawa.

Sudah saatnya bergerak, tidak boleh ditunda-tunda lagi. Kalau bukan kita siapa lagi? Kalau tidak sekarang kapan lagi? Jangan bilang Negara sudah memberikan apa saja kepada kita?  Tapi katakanlah mulai dari lubuk  hati yang paling dalam, apa yang dapat aku berikan untuk Negara tercinta? Mumpung momentum pas banget di era Keistimewaan. Mumpung lagi good mood setelah adanya beberapa kongres dihelat, ada Kongres Kebudayaan Desa, ada Kongres Aksara Jawa dan lain sebagainya. Literasi Sastra Jawa YES, malas membaca dan menulis NO.

 JUNAEDI, S.E, adalah Tim Media Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun