Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertarungan yang Menentukan

26 April 2020   22:35 Diperbarui: 27 April 2020   09:36 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iustrasi (sumber: depositphotos.com)

Sudah sekitar lima tahunan aku bermukim di negeri orang. Memang jiwa petualang yang ada dalam diriku telah membuat aku tak bisa berlama-lama diam di satu titik. Aku senang mengembara melintasi batas negara. Entah sudah berapa samudera dan benua yang aku lewati. Bagiku kebebasan adalah urat nadiku, seperti halnya Bob Marley- penyanyi reggae Jamaika - yang menjadi inspirasiku.

Aku pernah bermukim di berbagai negara Asia, Eropa, Amerika, dan Afrika . Terakhir aku terdampar di Asia Barat, tepatnya di Kota Madinah, Saudi Arabia. Baru kali ini aku merasa nyaman dan cukup lama tinggal di kota bersejarah yang dulunya dikenal dengan nama Yatsrib. 

Tubuhku kurus dan tak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan bangsa Eropa. Ya, kira-kira sekitar 165 Cm. Warna kulitku coklat tua sedangkan rambutku panjang, tebal, hitam keputih-putihan, dan gimbal. Tentu saja ini meniru gaya idolaku, Bob Marley. 

Oh iya, usiaku tidak muda lagi, sudah mendekati kepala lima. Sebagai seorang petualang, wajar kalau sampai saat ini aku belum beristri. Wanita mana yang mau selalu ditinggal pergi oleh suaminya yang suka mengembara? Kalau bicara soal wanita, jangan ditanya. Entah sudah berapa banyak gadis dari berbagai bangsa yang pernah menjalin hubungan asmara denganku. Ah, sudahlah bukan ini yang ingin aku ceritakan.

Banyak orang menyebutku seniman, walau aku tak pernah mengikrarkannya. Mungkin hal ini karena pekerjaanku yang selalu berhubungan dengan dunia seni. Memang selama hidup di Kota Madinah ini, aku mencari makan dari profesiku sebagai seorang desainer interior freelance. Sebelumnya aku pernah bekerja di bawah naungan sebuah konsultan property yang cukup ternama. Saat itu aku punya ruang kerja sendiri yang cukup luas dan membawahi beberapa orang pekerja lainnya. Proyek kantorku cukup banyak. Setiap hari aku mendesain ruangan kantor, rumah, atau villa milik klien kami.

Setiap bekerja, aku selalu ditemani secangkir kopi hitam yang kental. Tak lupa sebatang rokok Marlboro kerap terselip dengan indahnya di bibirku yang tipis. Asapnya sering menari-nari di sekitar tubuhku yang membuat inspirasiku melayang jauh sampai ke bulan. Apalagi sambil mendengar beberapa tembang lawas seperti "One Love", "Buffalo Soldier", "I Shot The Sheriff", atau "Three Little Birds Dub" yang mengalun merdu dari suara idolaku, Bob Marley. Lengkap sudah rasanya kebahagiaan hidup ini.

Hari yang Nahas  

Aku tak tahu, hari itu nasibku sepertinya memang sedang nahas. Selama dua tahun lebih hidup di Madinah sebagai pekerja ilegal dengan status over stay, kondisiku aman-aman saja, belum pernah sekali pun aku tersandung masalah hukum. Tentu saja ini karena keberuntunganku, bukan karena kehebatanku bermain kucing-kucingan dengan aparat imigrasi setempat. 

Saat itu aku sedang ada pekerjaan mendesain interior di sebuah villa milik salah satu orang terkaya di Madinah. Lokasinya berada di luar kota. Seperti biasa, setiap pagi aku pergi berjalan keluar sebentar untuk mencari sarapan. Aku berjalan kaki sendiri menuju sebuah restoran yang cukup bagus di sana. Usai sarapan aku bermaksud kembali villa tempatku bekerja. Ketika di jalan, secara tak sengaja aku berpapasan dengan beberapa petugas imigrasi yang sedang berpatroli. Ini memang pekerjaan rutin mereka dalam rangka sweeping terhadap pekerja ilegal. 

Mungkin karena wajah dan penampilanku yang sedikit berbeda dengan penduduk setempat, petugas itu tampaknya menaruh curiga. Padahal aku sudah berusaha menghindar dari pandangan mereka. Lalu mereka menanyakan kartu identitasku. Setelah diperiksa dan mengetahui kalau kondisiku over stay, mereka menggiringku ke kantor polisi kriminal setempat. Mengapa ke kantor polisi? Karena dalam dompetku terdapat sebuah kalung emas yang kubeli beberapa waktu sebelumnya. Kalung itu hasil dari upahku bekerja, bukan barang ilegal. Namun sialnya, mereka mencurigaiku kalau barang itu hasil mencuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun