Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mana Lebih Manusiawi, BPNT atau Rastra?

7 Januari 2019   11:13 Diperbarui: 8 Januari 2019   12:56 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernyataan Direktorat Jenderal (Ditjen) Penanganan Fakir Miskin (PFM) Kementerian Sosial (Kemensos) Andi Dulung yang mengatakan bahwa program BPNT lebih dapat memanusiakan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dibandingkan penyaluran bantuan sosial (Bansos) Rastra perlu dikritisi.

Menurutnya, kehadiran BPNT membuat penerima bansos memiliki hak dan kebebasan memilih kebutuhan melalui bantuan yang diberikan.

"Tidak seperti sekarang, dibagikan beras ya adanya itu. Terima atau tidak mau terima ya itulah adanya. Kalau ini tidak, dia mau ambil bulan ini boleh, bulan depan juga boleh. Ini saya kira suatu konsep membuat KPM itu lebih manusiawi. Mereka merasa lebih dihargai," tegas Andi dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Rabu (12/12/2018).

Untuk meyakinkan apakah BPNT memang lebih memanusiakan manusia dibanding Bansos rastra, maka saya akan berikan beberapa fakta di lapangan:

Kejadian pertama berasal dari daerah Jombang Jawa Timur. Dikutip dari lensaindonesia.com masyarakat merasa kesal karena mendapatkan telur busuk.

Sungguh ironis, para warga kurang mampu yang seharusnya mendapatkan bantuan pangan yang layak berupa 1 Kg telur, 7 Kg beras dengan total nilai Rp 110 ribu, malah disuguhi telur busuk yang dipenuhi belatung. Mengapa program sosial ini amburadul? Benarkah ada oknum yang 'bermain' untuk mengeruk keuntungan?

Menyikapi masalah ini, sejumlah kepala desa (Kades) di Kabupaten Jombang yang merasa "malu" pun angkat bicara. Menurut para kades, mereka merasakan adanya ketidakberesan program BPNT tersebut sejak awal pelaksanaan, salah satunya terlihat dari mekanisme penunjukan e-warung.

Sesuai dengan ketentuan dari Dinsos Kabupaten Jombang melalui pendamping Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) penunjukan E-warung berdasarkan rekomendasi kades. Namun dalam pelaksanaannya, tak satu pun warung hasil rekomendasi kades masuk dalam daftar e-Warung yang dikeluarkan Dinas.

Erwin menilai, Dinsos tidak siap dalam melaksanakan program ini. Baik dari sisi sosialisasi, penentuan E-warung, penentuan supplier dan persiapan lainnya. "Malah ada yang di Desa Plosogeneng, kios pupuk jadi agen penyalur BPNT, ini kan aneh," imbuhnya.

Kejadian kedua, berasal dari Tangerang terkait masyarakat yang tidak mendapatkan BPNT. Dikutip dari jabodetabeknews.com dikisahkan bahwa Ibu Jasmani yang hidup ditinggal suami yang merupakan warga Kampung Ribut, Desa Ranca Labuh, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang.

Dimana sejak 2008 lalu. Wanita yang saat ini memasuki usia 70 tahun, hanya tinggal ditemani anak satu-satunya bernama Mad Rapi, yang berprofesi sebagai kuli bangunan. Ia mengatakan pernah mendapatkan beras miskin (raskin) hingga 2017 lalu. Tetapi, tahun ini, dia sudah tidak menerima bantuan apapun dari pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun