Lalu, bagaimana sekarang. apakah masih ada kebijakan rastra yang merupakan obat mujarab keluar dari krisis perekonomian. Justru program ini dihapus, dan diganti dengan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Prinsip program ini adalah membebaskan masyarakat membeli kebutuhan pokoknya di agen yang ditunjuk dengan berbekal uang Rp 110 ribu per bulan. Namun, harga pangan yang berlaku sesuai dengan mekanisme pasar.Â
Pertanyaan saya sekarang, dalam situasi krisis ketika rupiah anjlok mencapai Rp 30 ribu, bukan tidak mungkin harga beras semula 10 ribu per kg bisa menjadi 25 ribu per kg. Dan bukan tidak mungkin juga, mereka mencari kekurangan kebutuhan dasarnya ke jalan jalan. Lagi lagi muaranya akan membuat krisis multidimensi akan kembali terjadi. Krisis moneter, berlanjut menjadi krisis ekonomi, berlanjut menjadi krisis sosial dan berakhir menjadi krisis politik.
Oleh karena itu disini saya hanya ingin menyampaikan bahwa di situasi seperti sekarang, keberpihakan pemerintah semakin dibutuhkan. Intervensi pemerintah mutlak dibutuhkan dan Jangan menganut sistem mekanisme pasar. Lihat lah paman Sam, mereka sudah mulai mengutamakan kepentingan perekonomian mereka, sungguh aneh fenomena negara penganut pasar bebas justru menjadi negara tirai bambu.
Yang ingin saya katakan disini, dengan tidak bosan bosannya, walaupun artikel ini hanya sudah diulas dan terkesan mengulang ulang bahwa harus ada kaji ulang kebijakan perberasan yang  sekarang. Kebijakan BPNT yang menganut sistem pasar haruslah dihentikan dan kembalikan kembali ke program rastra.
Pemerintah harus memenuhi langsung pangan masyarakat. Semua ini, agar memastikan bahwa kebutuhan perut mereka tercukupi dan mereka menjadi tenang. Â Bukankah program ini sebenarnya lahir dari krisis 1998, dan yang perlu dicatat bahwa program ini diakui sendiri keberhasilan nya oleh paman sam. Bahkan ketika krisis global 2008 melanda paman Sam, kebijakan serupa yaitu e money tidak bisa menjadi obat. Jadi wajar jika mereka sekarang sedang mempelajari pola bantuan pangan Rastra ini.