Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ekspor Beras, Mimpi atau Nyata?

15 November 2017   10:28 Diperbarui: 17 November 2017   18:29 3424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Akhir ini publik bertanya-tanya apakah benar tahun ini Negara kita ekspor beras. Kondisi ini seakan bertolak belakang dengan kondisi yang ada. Dimana, terjadi kontroversi pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras, situasi hujan yang terus melanda yang menyebabkan kualitas gabah beras tidak baik, kekosongan stock beras medium hingga pembentukan satgas mafia pangan.  

Sangat menarik jika kita mencermati rencana Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan ekspor beras ke Malayasia. Bagaimana tidak, ditengah kenaikan harga beras Kementan tetap mendorong ekspor beras premium ke Malaysia sebanyak 140.000 ton mulai 21 Oktober 2017 (Sumber).

Namun disisi lain, rencana Kementan untuk mengekspor beras mendapat kritikan banyak pihak. Kementan dinilai tidak mempertimbangkan kondisi yang terjadi di dalam negeri. Pasalnya pada saat ini Indonesia memasuki musim paceklik dan ketersediaan beras dalam negeri mulai langka. Hal itu terlihat dari berkurangnya volume beras berkualitas medium di pasar induk.

Kalau kita perhatikan dengan seksama, lebih teliti dan kritis sebenarnya pernyataan Kementan adalah biasa-biasa saja. Mengandung makna permainan kata-kata "eufemisme", mempunyai celah untuk dikritisi dan debatable. Perkataan normatif tersebut memang diperlukan untuk menenangkan masyarakat, seperti kebanyakan pernyataan pejabat lainnya.  Pernyataan seperti ini memang diperlukan agar masyarakat tidak panik dan mempunyai kebanggaan terhadap pertanian tanah air.

Pertama adalah kata-kata "rencana", yang namanya rencana bisa juga diartikan sebagai konsep atau rancangan dan belum terbukti. Andaikan Kementan berencana mau mengekspor sebanyak 140 ribu ton, namun hanya kesampaian 20-30 ribu ton ya tidak masalah. Bisa terwujud ataupun tidak terwujud, itulah sebuah rencana. Sehingga kita tidak perlu menagih janji, menyatakan itu bohong dan lain sebagainya karena itu adalah rencana.

Kedua adalah kata-kata "mulai", yang namanya mulai pasti ada akhirnya. Kalau mulai bulan Oktober 2017 berarti harus ditentukan akhirnya, apakah bulan November, Desember pada tahun yang sama. Namun, jika tidak ada batas waktu ekspornya, kemungkinan besar bisa saja pada tahun depan dan seterusnya.

KONDISI PERBERASAN TANAH AIR

Saat ini menurut pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Billy Haryanto, kondisi ketersediaan beras medium dalam negeri masih kosong terutama stok harga beras dengan harga dibawah Rp 9.000 per kilo gram. Ia menjelaskan, kenaikan harga beras saat ini menunjukkan kalau stok beras betul betul kosong. Padahal, beras medium merupakan yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. "lebih dari 50% masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras medium".

Pernyataan yang sama dilontarkan Ate pedagang beras lain di PIBC. Pengiriman pasokan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, mengalami penurunan. Para pedagang di sana mengaku pengiriman beras dari daerah turun hingga 50%. Jika biasanya dia mendapat pengiriman di atas 500 ton per hari, saat ini Ate hanya mendapat sekitar 200-300 ton.

Selaras dengan pasokan komoditas yang kurang, harga sudah pasti mengalami kenaikan. Hal ini diperkuat dari pernyataan Kepala BPS Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu (1/11/2017).  Harga beras medium ditingkat penggilingan per Oktober 2017 mengalami peningkatan sebesar 2,03% menjadi Rp 9.117 per kg. "Untuk harga beras jenis medium naik 2,03% menjadi Rp 9.117 per kg dibandingkan dengan September Rp 8.935 per kg," kata Suhariyanto. (Sumber)

Tingginya harga beras menunjukkan adanya sesuatu yang tidak beres pada pasar beras itu sendiri. Harga keseimbangan beras terbentuk akibat pertemuan antara permintaan dan penawaran, sehingga harga merupakan refleksi sebenarnya dari ketidakseimbangan antara supply dan demand.  Permintaan beras yang tinggi dari konsumen sedangkan penawaran atau beras yang di perdagangkan berkurang, maka sudah pasti akan membuat harga beras menjadi tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun