Dosen Pengampu : Dr. Fajar khairy Rizky S.H., M.H & Dr. Rosalinda S.H., LLM.Â
Klinik Perlindungan Perempuan Dan Anak Grup F
Oleh : Julitha Ritonga 220200069
Tindak kekerasan dalam lingkup rumah tangga dapat menimbulkan dampak serius bagi korban, baik berupa penderitaan fisik, tekanan mental, kekerasan seksual, maupun bentuk penelantaran. Oleh karena itu, diperlukan langkah nyata untuk memberikan perlindungan dan pemulihan yang menyeluruh, meliputi aspek kesehatan jasmani maupun kejiwaan korban.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat dipahami sebagai setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap anggota keluarganya yang menimbulkan penderitaan baik secara fisik, emosional, seksual, maupun ekonomi. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut sangat beragam dan biasanya dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, serta posisi individu di dalam keluarga. Kekerasan fisik tampak melalui tindakan yang menyebabkan luka atau rasa sakit pada tubuh korban, seperti memukul, menendang, atau menggunakan alat untuk melukai.
Faktor Penyebab Kekerasan Rumah Tangga
    Menurut Pangemanan (1998), kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri dalam rumah tangga berakar pada berbagai faktor sosial, budaya, ekonomi, dan psikologis yang saling berkaitan. Budaya patriarki yang masih kuat dalam masyarakat menempatkan suami pada posisi yang lebih tinggi dibandingkan istri, sehingga sering kali timbul hubungan yang timpang dan membuat perempuan dianggap sebagai bagian dari kepemilikan suami.
Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Perlindungan hukum bagi korban KDRT sangat penting karena segala bentuk kekerasan di ranah domestik merupakan pelanggaran terhadap martabat manusia dan hak asasi. Korban yang menderita akibat kekerasan fisik, seksual, psikis, atau penelantaran menanggung kerugian yang signifikan sehingga perlu dipastikan hak-haknya terpenuhi dalam rangka memperoleh pemulihan dan keadilan. Selain penjatuhan sanksi pidana yang bersifat represif dan berfungsi memberi efek jera, upaya pencegahan, pendampingan, dan program pemulihan bagi korban harus dikuatkan. Keberhasilan pelaksanaan UU ini menuntut sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat agar angka KDRT turun dan korban memperoleh perlindungan komprehensif  termasuk pemulihan kesehatan fisik dan mental
Upaya penanggulangan KDRT menuntut langkah yang menyeluruh, baik melalui pendekatan hukum, sosial, maupun psikologis. Penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga memberikan dasar hukum yang kuat bagi perlindungan korban, namun implementasinya masih menghadapi sejumlah hambatan, seperti keterbatasan akses keadilan, rendahnya kesadaran hukum masyarakat, serta masih kuatnya anggapan bahwa kekerasan domestik merupakan urusan pribadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI