Mohon tunggu...
Julia Josepha Purba
Julia Josepha Purba Mohon Tunggu... Seorang pelajar dari SMA Unggul Del. Hidup dengan bersahabat dengan seni. Punya hari yang buruk bukan berarti punya hidup yang buruk. yang perlu dilakukan adalah 'live life to the fullest'

Seorang pelajar SMA Unggul Del yang hidup bersahabat dengan seni. Bagi saya, hari buruk bukan berarti hidup yang buruk. Kuncinya sederhana: live life to the fullest. Sejak kecil, seni sudah berbicara dengan saya. Dari sekadar coretan tinta di kertas HVS, tumbuh menjadi tarian garis yang kian terlatih. Dari pensil 2B merangkak ke 8B dan 6B, dari crayon Titi 12 warna menuju set profesional, dari pensil warna kecil Faber Castell hingga pensil warna artist-grade, hingga akhirnya akrilik yang menari bebas di atas kanvas. Seni bukan sekadar hobi, ia adalah bahasa hidup. Saat ada yang bertanya, “Kenapa foto bisa dijual begitu mahal?”, saya hanya bisa tersenyum. Karena jawabannya ada pada usaha, proses, dan cinta pada karya itu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seni Sebagai Sarana Sosialisasi dalam Perspektif Anak Tunggal

4 Oktober 2025   18:56 Diperbarui: 4 Oktober 2025   18:55 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul
 Seni sebagai Sarana Sosialisasi dalam Perspektif Anak Tunggal

Perkenalan Diri
 Saya, Julia Josepha Purba, lahir sebagai anak tunggal. Hidup saya sering ditemani sunyi: sepi yang tidak bisa dibagi pada saudara, percakapan yang hanya berlangsung di kepala. Dari sanalah saya belajar bicara dengan dunia melalui nada, warna, cahaya, dan gerak. Bagi saya, seni bukan sekadar hobi atau estetika. mereka adalah bahasa lain, cara saya berdialog dengan dunia, walaupun saya hanya sendiri.

Abstrak
 Hidup sebagai anak tunggal sering dipandang sederhana, padahal ia menyimpan dinamika psikologis dan sosial yang unik. Keterbatasan interaksi domestik mendorong pencarian ruang ekspresi alternatif. Penelitian ini berangkat dari pengalaman penulis sebagai anak tunggal yang menjadikan seni---musik, lukisan, fotografi, dan videografi sebagai jembatan komunikasi dengan diri sendiri sekaligus masyarakat.

Dengan metode autoetnografi, penelitian ini menggunakan refleksi pribadi, dokumentasi karya, serta literatur sosiologi untuk memahami peran seni dalam membentuk identitas sosial anak tunggal. Hasil menunjukkan bahwa seni mampu men-transformasi kesepian menjadi narasi, dan narasi itu menjadi medium sosialisasi sekunder. Seni bukan hanya produk estetis, melainkan cara individu membangun interaksi, menegosiasikan nilai, dan memberi ruang pada suara yang kerap terabaikan.

Introduction
 Hidup sebagai anak tunggal adalah hidup dalam ruang yang kadang terlalu tenang. Tidak ada saudara untuk berbagi cerita, sehingga percakapan dengan diri sendiri menjadi hal yang biasa. Dari pengalaman inilah seni hadir: musik menyuarakan isi hati, lukisan membuka imajinasi, fotografi menangkap cara pandang yang berbeda, dan videografi merangkai cerita yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata.

Dalam kacamata sosiologi, seni bukanlah aktivitas pribadi semata, tetapi juga bagian dari interaksi sosial. Seni menjadi bentuk sosialisasi sekunder: ketika karya dibagikan, ia membangun jembatan antara ruang pribadi dan ruang sosial. Di era digital, karya seni lintas medium semakin memperkaya cara individu menegaskan identitas sosialnya.

Research Question
Bagaimana pengalaman sebagai anak tunggal mempengaruhi ekspresi seni (musik, lukis, fotografi, videografi) dalam perspektif sosiologi?

Objectives

  1. Menjelaskan hubungan antara pengalaman anak tunggal dengan ekspresi seni.

  2. Mengaitkan seni lintas bidang dengan konsep interaksi sosial, sosialisasi, nilai, dan identitas sosial.

  3. Menunjukkan seni sebagai sarana anak tunggal untuk terhubung dengan masyarakat.

Significance
 Penelitian ini memperluas pemahaman tentang seni sebagai medium komunikasi sosial, sekaligus memberi perspektif baru tentang identitas anak tunggal. Bagi pelajar, ini menjadi contoh nyata penerapan konsep sosiologi (interaksi sosial, sosialisasi, nilai, norma, identitas sosial) dalam pengalaman sehari-hari.

Literature Review

  • Interaksi Sosial: Seni menjadi bahasa alternatif bagi anak tunggal untuk tetap membangun komunikasi.

  • Sosialisasi: Dari keluarga (primer) ke komunitas seni (sekunder), seni memfasilitasi proses belajar sosial.

  • Identitas Sosial: Ekspresi seni memantulkan kepribadian anak tunggal, membentuk pengakuan sosial.

  • Nilai dan Norma: Seni dipengaruhi oleh norma, namun juga berpotensi menghadirkan nilai baru.

Methodology
 Metode autoetnografi digunakan dengan menempatkan pengalaman pribadi penulis sebagai pusat kajian. Data diperoleh dari refleksi harian, analisis karya seni, serta kajian literatur. Analisis dilakukan dengan menghubungkan pengalaman anak tunggal dengan teori interaksi sosial, sosialisasi, identitas, dan nilai.

Expected Results / Discussion
 Penelitian ini diperkirakan menunjukkan bahwa:

  1. Seni adalah bahasa komunikasi personal yang menggantikan absennya interaksi dengan saudara.

  2. Seni menjadi sarana sosialisasi sekunder, mempertemukan anak tunggal dengan komunitas.

  3. Identitas sosial anak tunggal terbentuk lewat ekspresi seni yang khas.

  4. Karya seni mengandung sekaligus menantang nilai dan norma masyarakat.

Diskusi memperlihatkan bahwa seni adalah jembatan: dari sunyi menuju ruang sosial, dari pribadi menuju masyarakat. Seni bukan hanya pelarian, tetapi juga pernyataan identitas.

Conclusion
 Penelitian ini menegaskan bahwa seni bukan sekadar produk estetika, melainkan bahasa yang mampu menjembatani kesepian anak tunggal dengan dunia sosial yang ramai. Seni berperan ganda: ia menjadi teman dalam sunyi sekaligus ruang untuk diakui secara sosial.

Bagi anak tunggal, seni adalah bukti bahwa kesendirian tidak selalu berarti kekosongan; mereka justru bisa melahirkan karya yang bernilai bagi diri sendiri maupun masyarakat. Dengan demikian, seni tidak hanya cermin diri, tetapi juga pintu yang membuka jalan menuju interaksi sosial yang lebih luas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun