Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

MBG Papua: Membangun Kekuatan dari Daun Singkong dan Buah-Buahan Lokal

5 Oktober 2025   13:43 Diperbarui: 5 Oktober 2025   13:43 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah inisiatif ambisius dari pemerintah untuk memastikan generasi muda mendapatkan asupan gizi yang memadai, telah diluncurkan dengan niat mulia. Program ini bertujuan mengatasi masalah kekurangan gizi dan mendukung kesehatan siswa di seluruh pelosok negeri. 

Namun, seperti banyak program berskala besar lainnya, pelaksanaannya tidak selalu mulus. Berbagai tantangan muncul, yang paling mengkhawatirkan adalah laporan mengenai kasus keracunan massal yang menimpa anak-anak sekolah di beberapa daerah setelah mengonsumsi menu MBG. 

Kejadian tragis ini memicu kekhawatiran publik dan menuntut evaluasi serius terhadap standar keamanan dan kualitas menu yang disajikan.

Isu keracunan ini menjadi alarm keras bagi semua pihak terkait. Kualitas bahan baku, proses pengolahan, hingga distribusi makanan harus diawasi dengan ketat. Kegagalan dalam memastikan keamanan makanan justru bertolak belakang dengan tujuan awal program, yaitu meningkatkan kesehatan. 

Masalah ini kemudian membuka diskusi yang lebih luas di tengah masyarakat: bagaimana cara terbaik untuk menyajikan makanan bergizi yang aman, terjangkau, dan berkelanjutan? Jawabannya sering kali mengarah pada penguatan peran serta pangan lokal dalam kerangka program MBG.

Peran Krusial Pangan Lokal dalam Program MBG

Diskusi mengenai solusi dan perbaikan program MBG terus bergulir. Salah satu masukan paling kuat dan logis dari masyarakat serta pakar gizi adalah untuk mengadopsi dan mengintegrasikan pangan lokal MBG secara lebih intensif. Konsep ini bukan hanya tentang ketersediaan bahan, tetapi juga tentang kearifan lokal, keberlanjutan, dan keamanan. 

Pangan lokal, seperti sayuran, umbi-umbian, dan buah-buahan yang ditanam di sekitar sekolah, umumnya lebih segar karena jarak tempuh yang pendek. Kesegaran ini secara langsung berdampak pada kandungan gizi dan, yang tak kalah penting, mengurangi risiko kontaminasi akibat penanganan dan pengiriman yang panjang.

Pemanfaatan produk pertanian dari desa atau kebun terdekat juga memberikan dampak ekonomi berganda. Dana program MBG dapat langsung mengalir ke petani lokal, memutar roda ekonomi desa, dan menciptakan sistem pangan yang lebih tangguh. 

Sayangnya, banyak menu MBG yang masih bergantung pada bahan-bahan yang harus didatangkan dari luar daerah, bahkan seringkali bahan yang tidak sesuai dengan iklim dan kebiasaan makan setempat. Hal ini menciptakan kerentanan logistik dan meningkatkan biaya, yang pada akhirnya dapat mengorbankan kualitas.

Contoh konkret keunggulan pangan lokal ini dapat dilihat dari kandungan gizi. Daun singkong dan daun pepaya, misalnya, yang tumbuh subur di hampir seluruh wilayah Indonesia, adalah sumber vitamin A, C, dan zat besi yang luar biasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun