Tamparan Rasa Syukur untuk Kursi Pejabat
Bagian paling menusuk hati dari wawancara itu adalah ketika Dewi dan Putri menyinggung tentang perlakuan yang mereka terima dari sebagian masyarakat. Mereka mengakui ada saja orang yang membully atau mencibir tentang fisik mereka yang berbeda.Â
Ini adalah realitas pahit dari masyarakat kita, di mana empati sering kali terkalahkan oleh stigma dan ketidakpedulian. Perundungan, dalam bentuk sekecil apapun, adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Namun, alih-alih membalas dengan kemarahan atau kesedihan, mereka melontarkan sebuah pertanyaan retoris yang begitu menusuk dan mendalam: "Bagaimana kalau ia yang mencibir berada di posisi seperti Dewi dan Putri?"Â
Pertanyaan ini bukan sekadar kalimat, melainkan sebuah tamparan keras yang menghantam wajah-wajah yang mudah menghakimi. Ini adalah ajakan untuk bertukar sepatu, untuk merasakan sedikit saja beban yang mereka pikul.
Dan inilah titik di mana kisah Dewi dan Putri bertransformasi menjadi kritik sosial yang tajam, terutama ditujukan pada mereka yang berada di kursi kekuasaan para pejabat, pemimpin, dan pengambil kebijakan.Â
Pertanyaan mereka bergema menjadi: Bagaimana jika para pejabat yang sering mengabaikan kesulitan rakyat, yang tersandera oleh nafsu korupsi atau ketidakpedulian, ditempatkan pada posisi rakyat jelata yang serba kekurangan?
Sikap bersyukur dan penerimaan diri yang ditunjukkan oleh Dewi dan Putri seharusnya menjadi cermin moral bagi para pemimpin bangsa. Mereka yang memiliki kekuasaan, sumber daya, dan fasilitas yang melimpah, sering kali justru menjadi pihak yang paling miskin rasa syukur dan miskin empati.Â
Kursi pejabat seharusnya diisi oleh orang-orang yang memiliki nurani setangguh Dewi dan Putri, yang melihat setiap tantangan sebagai ujian untuk berbuat lebih baik, bukan sebagai peluang untuk memperkaya diri.
Kisah mereka menelanjangi kemunafikan di ruang-ruang rapat ber-AC, di mana kebijakan dibuat tanpa menyentuh tanah.Â
Ketika Dewi dan Putri mampu menunjukkan ketulusan dan ketegaran hidup dengan keterbatasan fisik, seharusnya para pejabat merasa malu jika dengan segala kemudahannya justru gagal menjalankan amanah dan tanggung jawabnya kepada publik.Â