Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Di kelas, ini terwujud dalam menerima hasil musyawarah pemilihan ketua kelas atau diskusi kelompok, tanpa memaksakan kehendak pribadinya. Mungkin ia merasa pernah terlalu ngotot mempertahankan pendapatnya.
Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ini bisa berarti ia harus berlaku adil dalam pergaulan, tidak hanya berteman dengan kelompok yang dia suka, atau tidak bersikap boros sementara banyak orang kekurangan.
Ikrar dan Janji Baru di Usia Tiga Belas Tahun
Di akhir suratnya, sang anak bungsu membuat sebuah Ikrar (janji suci) yang kuat. Inilah bagian paling inspiratif dari catatan tersebut. Ia tidak berhenti pada penyesalan.
Ia menuliskan bahwa ia berjanji akan berusaha menjadi anak yang lebih Pancasila. Ia merinci kembali janji untuk menjadi anak yang berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan. Surat itu ditutup tanpa tanda tangan, hanya sebuah tanggal yang mungkin ia tulis diam-diam.
Ikrar ini, yang lahir dari kejujuran seorang anak berusia 13 tahun tepat di Hari Kesaktian Pancasila, adalah pengingat berharga bagi kita semua. Bahwa kesaktian Pancasila tidak terletak pada upacara yang megah, melainkan pada komitmen harian setiap warga negara, dimulai dari hal paling sederhana: berusaha menjadi manusia yang lebih baik, lebih disiplin, dan lebih adil, setiap hari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI