Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jamu Jamu! Panggilan Jiwa dari Kunyit dan Kencur, Kecanduan Sehat yang Tak Pernah Berhenti

30 September 2025   09:47 Diperbarui: 30 September 2025   09:47 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjual jamu keliling menuangkan jamu kunyit dan beras kencur untuk pelanggan setia. Bandung, Selasa (30/9/2025). | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Panggilan 'Jamu Jamu' yang Tak Pernah Absen

Setiap pagi, seperti alarm alami yang menyenangkan, suara itu selalu terdengar. "Jamu Jamuuuu! Jamu Bu! Jamu Pak!" Itulah sapaan khas dari para penjual jamu keliling yang rutin melintasi depan rumah saya dan warga lainnya. Suara itu begitu akrab di telinga, menjadi bagian tak terpisahkan dari hiruk pikuk keseharian di lingkungan ini. Mereka tidak hanya menjual jamu, tetapi juga menjual sebuah ritual sehat.

Mendengar panggilan itu, hati saya selalu bergetar. Sudah menjadi kebiasaan, saya pasti akan keluar. Panggilan itu seperti sinyal bahwa waktu untuk mengisi ulang energi alami telah tiba. Bagi saya, sapaan "Jamu Jamu" itu adalah penanda bahwa warisan kesehatan leluhur sedang berjalan menghampiri.

Menariknya, di lingkungan saya ada dua jenis penjual jamu keliling. Yang pertama adalah Mbak penjual jamu yang menggunakan sepeda, biasanya melintas di pagi hari. Yang kedua adalah yang menggunakan gerobak dorong, biasanya muncul di sore hari. Saya tidak pernah melihat jadwal mereka bentrok. Mereka seakan sudah punya perjanjian tak tertulis.

Ini menunjukkan sebuah keindahan dalam persaingan para penjual kecil. Mereka saling menghargai wilayah dan waktu jualan, memastikan rezeki terbagi rata. Sikap saling menghormati ini membuat suasana di sekitar menjadi lebih tentram. Saya menghargai etos kerja dan kerukunan mereka.

Saya sendiri sudah menjadi pelanggan setia Mbak jamu bersepeda ini selama bertahun-tahun. Bahkan, saking seringnya, dia tidak perlu bertanya lagi apa yang saya mau. Cukup melihat saya keluar, dia sudah tahu pesanan standar saya. Itu menunjukkan betapa rutinnya kebiasaan minum jamu ini bagi saya.

Pagi ini, Selasa (30/9/2025), skenario yang sama terulang. Dari dalam rumah, saya mendengar sahutan "Jamu Jamu!" Saya segera beranjak. Benar saja, Mbak jamu dengan sepedanya sudah menunggu di depan pagar. Saya pun langsung memesan ramuan andalan saya.

Ramuan wajib saya adalah jamu kunyit asam dan beras kencur, yang kemudian dicampur dengan sedikit sami loto. Sebagai penutup, saya akan meminta segelas kecil jahe gula aren yang hangat. Kombinasi ini selalu berhasil memberikan sensasi "Sueger banget!" yang tak tertandingi.

Harga jamu tradisional ini sangat terjangkau, hanya Rp3.000 per gelas. Bandingkan dengan jamu sasetan yang harganya bisa mencapai Rp7.000 per gelas. Tentu saja, saya lebih memilih jamu godokan orisinal yang dituang langsung dari botol karena rasanya jauh lebih autentik, pekat, dan berkhasiat.

Mengenal dan Mencintai Jamu Sejak Kecil

Kecintaan saya pada jamu bukanlah hal yang baru. Saya mengenal jamu tradisional sejak kecil, dan perkenalan dini inilah yang membuat saya terbiasa, bahkan bisa dibilang ketagihan, hingga sekarang. Dulu, orang tua sering memberikan jamu ketika saya sakit atau hanya untuk menjaga stamina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun