Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pindah Karir di Usia 40: Menukar Stabilitas Administrasi dengan Panggung Penuh Makna

25 September 2025   07:16 Diperbarui: 25 September 2025   07:16 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berfoto bersama saat mengikuti open bidding karir di lingkungan pendidikan Yayasan Al Ghifari. Foto: 26 Januari 2019. | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Sebuah Perjalanan yang Tak Terduga

Di usia yang tidak lagi muda, banyak dari kita mungkin sudah merasa nyaman dengan pekerjaan yang dijalani. Stabilitas menjadi kata kunci. Rutinitas yang sudah terbiasa, gaji yang mapan, dan jalur karier yang tampak jelas di depan mata. 

Namun, apa yang terjadi jika semua kenyamanan itu tiba-tiba harus berubah? Ini bukan tentang mencari pekerjaan baru, melainkan tentang rotasi jabatan yang menuntut kami, para pegawai di Yayasan Al Ghifari Kota Bandung, untuk keluar dari zona nyaman. 

Saya sendiri, yang sudah mengabdi selama 28 tahun, mengalami hal ini di usia 40-an. Pengalaman ini mengajarkan kami banyak hal tentang adaptasi, tanggung jawab, dan makna sejati dari sebuah pengabdian.

Pilihan untuk pindah karir, meskipun bukan atas inisiatif pribadi, adalah sebuah lompatan besar. Saya dan ratusan rekan lainnya, yang berusia antara 30 hingga 45 tahun, terlibat dalam proses seleksi jabatan yang diadakan oleh yayasan pada tahun 2019. 

Tujuannya adalah untuk mengisi posisi-posisi penting, mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD), dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Proses ini dikenal sebagai open bidding atau penjaringan jabatan. 

Ini adalah momen krusial yang menguji kesiapan mental dan profesional kami. Kami mengikuti serangkaian tes, mulai dari tes tertulis, wawancara, hingga praktik. 

Kami tahu, hasil dari seleksi ini akan menentukan arah karier kami di masa depan. Tidak ada yang bisa menebak, apakah kami akan tetap berada di jalur yang sama atau justru sebaliknya.

Pergeseran Jabatan, dari Birokrasi ke Edukasi dan Sebaliknya

Dalam proses seleksi tersebut, yayasan menggunakan dua istilah kualifikasi jabatan: Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dan Jabatan Pimpinan Administrasi (JPA). 

JPT umumnya merujuk pada posisi-posisi strategis yang berhubungan langsung dengan kepemimpinan dan edukasi, seperti direktur, rektor, dekan, hingga kepala sekolah. Sementara itu, JPA lebih kepada posisi yang bersifat administratif atau manajerial, seperti kepala bagian atau kepala biro.

Hasil dari seleksi ini sangat mengejutkan. Banyak dari kami yang tadinya memiliki latar belakang administratif justru dinilai layak untuk menempati posisi pimpinan di bidang edukasi. 

Pemandangan ini sungguh luar biasa. Rekan saya yang selama ini mengurus administrasi keuangan, tiba-tiba diamanahkan menjadi kepala unit. Di sisi lain, ada juga rekan yang latar belakangnya edukatif, namun hasil tes menunjukkan bahwa mereka lebih cocok untuk posisi administratif. 

Perputaran ini terjadi di semua jenjang, mulai dari PAUD, dikdasmen, hingga universitas, bahkan di tingkat sekretariat yayasan. Ini adalah sebuah pergeseran yang tak terhindarkan, sebuah konsekuensi dari hasil seleksi yang objektif dan transparan.

Saat itu, saya sendiri mengalami peralihan jabatan di usia 40-an. Saya harus menerima konsekuensi tersebut, entah suka atau tidak suka. Keputusan yayasan didasarkan pada hasil tes yang telah kami jalani. 

Saya tahu, jabatan atau karier baru yang saya emban ini akan membawa tanggung jawab yang jauh lebih besar. Kami semua merasakan hal yang sama. Dari yang tadinya hanya berurusan dengan data dan dokumen, kini kami harus berhadapan dengan siswa, guru, dan kurikulum. 

Sebaliknya, mereka yang tadinya fokus pada kegiatan belajar mengajar, kini harus berurusan dengan laporan, anggaran, dan administrasi. Ini adalah tantangan yang tidak mudah, namun kami semua berkomitmen untuk menjalaninya dengan sebaik-baiknya.

Menghadapi Tantangan dan Rintangan

Menerima jabatan baru di usia matang bukanlah hal sepele. Stabilitas yang sudah kami bangun bertahun-tahun harus dipertaruhkan. Dulu, kami sudah hafal betul alur kerja, siapa harus dihubungi, dan bagaimana cara menyelesaikan masalah. 

Namun, begitu pindah karir, semua kembali dari nol. Kami harus mempelajari hal-hal baru, beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda, dan membangun kredibilitas dari awal. 

Rintangan terbesar adalah mengatasi keraguan diri sendiri dan juga pandangan dari rekan-rekan lain yang mungkin meragukan kemampuan kami.

Namun, kami bertekad untuk tidak menyerah. Kami menyadari bahwa proses ini adalah bagian dari pengembangan diri. Kami terus belajar. Bagi yang beralih ke posisi edukatif, kami mengikuti pelatihan kepemimpinan, manajemen kurikulum, dan teknik mengajar. 

Bagi yang beralih ke posisi administratif, mereka belajar tentang keuangan, manajemen sumber daya manusia, dan sistem informasi. Kami saling mendukung, berbagi ilmu, dan menguatkan satu sama lain. 

Kami memahami, bahwa tantangan ini tidak bisa kami hadapi sendiri. Kami adalah tim, dan kesuksesan yayasan adalah kesuksesan kami bersama.

Hingga saat ini, perjalanan karier kami masih terus berjalan. Banyak rintangan dan tantangan yang kami hadapi, mulai dari masalah internal hingga eksternal. Namun, kami selalu berusaha untuk menyelesaikannya dengan kepala dingin dan hati terbuka. 

Kami percaya, dengan terus belajar dan beradaptasi, kami bisa membangun lembaga pendidikan yang kami cintai ini menjadi lebih baik lagi. Peralihan jabatan ini bukan hanya tentang posisi, melainkan tentang kesempatan untuk memberikan kontribusi yang lebih besar.

Kesimpulan

Sebuah Panggung Baru Penuh Makna

Pada akhirnya, pindah karir di usia 40-an mengajarkan kami bahwa hidup itu penuh dengan kejutan. 

Stabilitas memang penting, tetapi makna dan kontribusi jauh lebih berharga. Kami menukar zona nyaman yang stabil dengan sebuah panggung yang penuh makna. 

Kami tidak lagi hanya bekerja, tetapi juga belajar dan menginspirasi. Pengalaman ini membuktikan, usia bukanlah penghalang untuk berkembang dan beradaptasi. Selama ada kemauan, setiap tantangan bisa diubah menjadi peluang. 

Kami merasa bangga menjadi bagian dari transformasi ini, dan kami siap untuk terus belajar, tumbuh, dan memberikan yang terbaik untuk pendidikan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun