Pelantikan menteri dan wakil menteri baru pada Senin, 8 September 2025, menjadi sorotan publik. Presiden Prabowo Subianto secara resmi melantik Mochamad Irfan Yusuf sebagai Menteri Haji dan Umrah, serta Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri.Â
Peristiwa ini merupakan bagian dari "reshuffle kabinet merah putih" yang menandai langkah signifikan dalam tata kelola pemerintahan. Terbentuknya Kementerian Haji dan Umrah ini adalah sebuah gebrakan, yang sebelumnya urusan haji dan umrah berada di bawah Badan Penyelenggara Haji (BP Haji).Â
Kini, dengan status kementerian, diharapkan ada perubahan besar dalam pelayanan haji dan umrah di Indonesia. Namun, pertanyaan besar muncul di tengah masyarakat yaitu mampukah kementerian baru ini benar-benar mewujudkan ibadah ideal bagi jemaah, ataukah hanya menambah lapisan birokrasi?
Maksud dan Tujuan Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah
Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah diklaim sebagai langkah strategis untuk meningkatkan profesionalitas dan efektivitas pelayanan ibadah. Pemerintah dan DPR sepakat bahwa urusan haji membutuhkan fokus khusus yang tidak bisa lagi hanya ditangani oleh Badan.Â
Sebelumnya, BP Haji sering kali menghadapi kendala koordinasi dengan kementerian lain, seperti Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, dan instansi terkait lainnya. Dengan status kementerian, diharapkan koordinasi menjadi lebih mudah dan cepat.Â
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan bahwa ini adalah upaya memperkuat tata kelola penyelenggaraan haji. Harapannya, penyusunan kebijakan strategis bisa dilakukan lebih cepat dan responsif terhadap kebutuhan jemaah. Ini semua demi mewujudkan cita-cita memberikan layanan terbaik bagi jemaah haji Indonesia.
Namun, di balik tujuan mulia ini, publik juga menaruh perhatian besar pada tantangan yang akan dihadapi kementerian baru. Urusan haji di Indonesia sangat kompleks. Masalah klasik seperti panjangnya antrean, mahalnya biaya, dan kurangnya transparansi sering kali menjadi keluhan utama.Â
Meskipun sudah ada badan khusus, masalah ini tidak kunjung selesai. Maka, harapan masyarakat kini disandarkan sepenuhnya pada kementerian baru yang dipimpin oleh Mochamad Irfan Yusuf dan Dahnil Anzar Simanjuntak.Â
Keduanya memiliki janji untuk menjunjung tinggi etika dan bekerja dengan penuh tanggung jawab. Namun, janji saja tidak cukup. Masyarakat membutuhkan bukti nyata bahwa kementerian ini akan berbeda dan mampu mengatasi masalah-masalah kronis yang sudah menahun.
Apakah pembentukan kementerian ini akan menjadi solusi efektif atau justru memperumit birokrasi? Di satu sisi, status kementerian memberikan kewenangan lebih besar dan anggaran yang lebih memadai.Â